Pukul 3.00 P.M.
Lima belas menit sebelum gerbang SMA Garuda dibuka, Arka telah berdiri di sini---di samping pintu gerbang sekolah Nara. Hari ini ia tidak bolos. Namun, karena jam terakhir kosong, akhirnya ia bisa keluar dengan sedikit trik menipu satpam yang diajarkan oleh Arya.
Arka melirik jam yang terkait di lengannya, lima menit lagi ia pasti akan menemukan Nara. Arka sudah tidak sabar untuk menghujani cewek itu dengan berbagai macam pertanyaan yang selama ini tertahan di lidahnya.
Hingga fokusnya teralih begitu benda di saku celananya bergetar. Dengan cepat Arka membuka lock screen ponselnya berharap mendapat pesan dari Nara.
Namun, batinnya lagi-lagi salah.
Derin Cans : Lo di mana, njir?
Arka menghela napas kesal. Ternyata ia belum mengganti nick name cewek itu. Arka menatap malas pesan Derin.
Kemudian ia memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku, tanpa berniat membalas pesan cewek itu.Kini mata Arka kembali fokus menatap gerbang sekolah Nara yang telah dibuka beberapa menit yang lalu. Siswa-siswi SMA Garuda berbondong-bondong keluar dari gerbang seperti semut.
Arka menajamkan penglihatannya, hingga matanya menangkap seorang cewek berambut hitam sebahu mengahampirinya dengan langkah tergesa-gesa.
"Arka?!" seru Nara kaget, tangannya dengan cepat menarik lengan Arka agar menjauh dari depan gerbang. Sedangkan Arka, ia menatap bingung Nara yang malah membawanya bersembunyi dibalik pos satpam sekolah ini.
"Kamu kenapa bisa sampai di sini, sih?" gerutu Nara, matanya was-was menatap sekeliling. Nampak takut jika keberadaan mereka diketahui orang lain.
"Kamu yang ngebuat aku sampai sini, nggak nyadar?" jawab Arka dengan pertanyaan yang cukup menusuk hati Nara.
"Aku gapapa, Ar. Sekarang kamu pulang ya? Biar aku pulang pakai taksi," pinta cewek itu.
"Nggak."
"Please, Ar. Nurut kali ini aja, ya?" pinta Nara memohon penuh.
"Kenapa juga aku harus pulang sendiri?" tanya Arka.
Nara terdiam sesaat.
"Ayo," ajak Arka, seraya menarik lengan cewek itu.
Namun, Nara bergeming di tempat.
Arka berdecak kecil, tangannya ia lambaikan di depan wajah cewek itu, "Ra?"
"Eh---?"
"Ayo pulang," ajak Arka lagi, tangannya kembali menarik lengan Nara, namun cewek itu tetap bergeming di tempat.
"Eh, tunggu, aku chat Meta dulu. Nanti dia nungguin lagi," kilah Nara mengulum senyum kecil. Arka hanya mengangguk, mengiyakan perkataan cewek itu.
Butuh waktu sekitar lima belas menit hingga akhirnya Arka bisa keluar dari gerbang sekolah bersama Nara.
"Langsung pulang?" tanya Arka, ketika motornya mulai melaju membelah jalan raya. Nara mengangguk, menatap spion motor yang diarahkan ke wajahnya."Oke," respon Arka, lalu memfokuskan diri untuk menyetir.
Sedikit canggung, mungkin itu yang Arka rasakan saat ini. Entah mengapa ia tidak memiliki kata-kata yang cukup untuk menghentikan keheningan ini. Nara pun yang biasanya banyak bicara, kini memilih terdiam bersama hembusan angin.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWISTY ✓
Teen FictionMemilih atau dipilih? Dengan cepat Derin mengarahkan jari telunjuknya pada opsi pertama. Dalam hidup ini dialah yang harus menentukan. Tidak perlu saran, tidak peduli komentar. Karena prinsip Derin; garis hidupnya terletak pada garis telapak tangan...