BAB 47 (Derin)

512 46 11
                                    

"Derin,"

Derin membuka matanya perlahan begitu mendengar namanya dipanggil. Hal pertama yang ia lihat adalah langit-langit putih yang terasa begitu familiar. Dalam beberapa detik pun ia sudah tahu berada di mana.

Rumah sakit lagi.

Helaan napas lega terdengar ketika ia menemukan Arya duduk di sisi ranjangnya. Cowok itu menggenggam tangannya erat-erat bersamaan dengan kekhawatirannya yang luruh perlahan. "Akhirnya lo sadar juga,"

Derin langsung menegakkan tubuhnya yang terasa begitu remuk begitu mengingat sesuatu. Hampir saja ia kalap sampai berniat melepas selang infusnya. Namun hal itu berhasil dicegah oleh Arya.

"Tas gue?" tanya Derin panik. "Tas gue dimana, Ya?!" Derin menaikkan suaranya, menatap Arya dengan tanda tanya besar. Pasalnya ada alat perekam di tasnya yang kemungkinan bisa ia gunakan untuk membalas perbuatan Tristan. Jadi, selain perekam di ponselnya, ada alat perekam lain di tasnya.

"Tenang dulu, okey? Calm down," balas Arya mencoba menenangkan Derin. Cewek itu jelas mengalami syok berat setelah mengalami serangkaian kejadian yang melelahkan.

"Ada perekam—"

"Tas lo udah diamankan polisi," ucap Arya menyela. Tatapan teduh Arya sedikit pun tidak beralih dari Derin. Cewek itu terlihat lebih tenang dari satu menit yang lalu setelah mendengar penuturannya. Entah keberanian dari mana, Arya merengkuh tubuh mungil itu ke dalam dekapnya. "Lo—"

Derin membiarkan saja Arya memeluknya. Ia pasti sudah membuat semua orang khawatir. Meskipun ia tidak yakin bagaimana dengan Arka. Selang beberapa detik tangis Derin pecah. Ketakutan yang sempat menderanya kini meluruh perlahan.

"Lo pasti capek banget kan?" Suara Arya terdengar lebih lembut dari biasanya. Tidak ada nada jenaka di setiap katanya. "Lo hebat bisa laluin semua itu," lanjutnya seraya mengusap surai panjang Derin. Arya sama sekali tidak bisa membayangkan semua yang sudah Derin lalui.

"Gue nggak apa-apa kok," dusta Derin. Nyatanya, baik jiwa dan raganya tidak dalam keadaan baik-baik saja.

Arya melepaskan pelukannya. Menatap Derin dengan penuh keyakinan. "Gue pastiin si brengsek itu nerima hukumannya," ujarnya berapi-api. "Berani banget dia nyakitin temen-temen gue kayak gini,"

Derin tersenyum simpul. Ia pun juga berharap hal yang sama. Meskipun ada sedikit ragu di sudut hatinya.

"Berapa lama gue pingsan?" tanya Derin mengalihkan pembicaraan. Tanpa menunggu jawaban Arya, Derin menoleh ke arah detak jam yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam. "Kok lo masih di sini?"

"Abis lo itu bakat banget sih bikin orang khawatir," balas Arya lantang. Beruntung Derin dipindahkan ke ruangan VIP atas permintaan Hardana, jadi tidak mungkin ada pasien lain yang akan terganggu akibat suara Arya tadi.

"Lagian kenapa lo senekat itu? Kalo sampai terjadi hal yang lebih buruk dari ini gimana? Der, banyak orang yang sayang sama lo, ngerti?" omel Arya sepelan mungkin. Rasanya kurang baik memarahi Derin yang dalam keadaan seperti ini. Namun, setidaknya unek-uneknya tersampaikan.

"Lo kayak nyokap gue aja lama-lama," sahut Derin tertawa kecil. "Bawel,"

"Jangan gitu lagi," kata Arya membuat tawa Derin surut.

Deg.

Derin merasa de javu. Ucapan yang sama seperti yang pernah diucapkan Arka. Seberapa besar kemungkinan ia akan mendengar hal itu lagi dari Arka?

"Kenapa? Lo lagi nungguin seseorang?" Arya seperti bisa membaca pikiran Derin dari air muka cewek itu. "Tenang aja, Arka nggak kenapa-kenapa kok," lanjut Arya tanpa menunggu Derin bertanya lebih dulu.

TWISTY ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang