Derin mendorong tiang infusnya meninggalkan kamar rawatnya. Sungguh rasanya begitu membosankan ketika ia sendirian. Jam baru menunjukkan pukul sembilan pagi, yang berarti Arka pasti masih di sekolah. Ayahnya pun juga pasti sibuk dengan kliennya. Terlebih lagi kini ia tidak punya ponsel. Jadi, tidak ada siapapun yang bisa menghempaskan kebosanan yang menyerangnya.
Derin melangkah pelan menyusuri koridor rumah sakit menuju taman untuk mencari udara segar. Rasanya ia mulai bisa mengatasi perasaannya ketika melewati lorong demi lorong yang berisikan orang yang sakit. Sesak yang dulu ia rasakan sedikit demi sedikit menghilang. Kini batinnya sedikit dipenuhi kelegaan.
Langkahnya terhenti di lobi ketika matanya menangkap bayangan Nino di kejauhan. Bahkan ia sampai mengucek kedua matanya, memastikan bahwa ia tidak salah lihat. "Nino!" panggil Derin dengan sedikit berteriak.
Nino menoleh sesaat ke arah Derin. Terlihat sama terkejutnya dengan cewek itu. Secepat kilat ia berlari meninggalkan Derin yang tercengang untuk seperkian detik.
"Nino!" panggil Derin sekali lagi sambil mengejar pemilik nama itu. Ia bahkan mengabaikan rasa nyeri yang kini menyerang bekas luka di perutnya.
"Arghh," rintih Derin sambil memegang perutnya. Ia menghela napas. Nino sudah jauh.
"Derin," Arya lari dengan tergopoh-gopoh menghampiri Derin yang terlihat kesakitan. "Lo nggak apa?" tanya Arya sambil memegangi bahu Derin, membantu menahan agar tubuh cewek itu tidak goyah.
Arya masih lengkap dengan seragamnya. Ini belum waktunya jam pulang sekolah. Tetapi kenapa ia ada di sini? Bahkan Nino juga?
"Itu—" ucap Derin sambil menunjuk ke arah mana Nino lari.
"Apa?" tanya Arya bingung.
"Kejar Nino dulu!" lanjut Derin menaikkan suaranya.
Arya yang masih belum memahami situasi ini menatap Derin bingung. Ia tidak yakin meninggalkan Derin begitu saja. Kenapa pula ia harus dihadapkan dengan pilihan seperti ini. "Tapi lo gimana?"
"Gue nggak apa. Buruan kejar Nino. Keburu dia jauh," ujar Derin mulai geregetan.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, Arya segera mencari Nino yang sudah menghilang. Meninggalkan Derin yang memilih untuk duduk di salah satu bangku yang disediakan di lobi. Setidaknya ia harus mendengarkan semuanya dari sudut pandang Nino.
Derin menunggu sekitar lima belas menit, tetapi belum ada tanda-tanda mereka akan kembali. Ia mulai tidak tahan duduk diam di sini. Ia bangkit dari duduknya, berniat menyusul Arya.
Hingga Derin harus mengurungkan niatnya ketika melihat Arya berjalan ke arahnya bersama Nino yang mencoba meloloskan diri dari cekalan Arya. Begitu sampai di hadapannya terlihat cowok itu sedang mengatur napasnya yang terengah. Sementara Nino langsung menghindari kontak mata dengannya.
"Lo ngapain lari segala sih, No? Udah kayak maling dikejar warga tau nggak?" omel Arya gemas. Pasalnya ia harus lari maraton sebab Nino berlari sangat cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWISTY ✓
Teen FictionMemilih atau dipilih? Dengan cepat Derin mengarahkan jari telunjuknya pada opsi pertama. Dalam hidup ini dialah yang harus menentukan. Tidak perlu saran, tidak peduli komentar. Karena prinsip Derin; garis hidupnya terletak pada garis telapak tangan...