Arka menatap matahari yang belum meninggi. Ia melangkahkan kakinya menyusuri koridor sekolah dengan malas. Hari masih pagi, jam pertama ia rasa sudah di mulai. Bukannya menuju kelas, Arka justru memilih mengasingkan diri di atas rooftop. Ini menjadi rekor pertama kalinya ia bolos pelajaran atas kemauan sendiri.
"Lo nggak salah tempat?" suara itu tiba-tiba mengintrupsi.
Arka mengedarkan pandangnya, lantas mendapati Arya yang tengah berdiri di ujung tangga rooftop. Cowok itu menghampiri Arka, lantas mendudukan tubuhnya di pembatas rooftop.
"Di tempat ini pernah ada yang bilang kalau nggak semua hal bisa gue nilai hanya dalam sekali lihat," Arya menjeda kalimatnya. "Tapi, kayaknya semua kalimat itu nggak berguna kalau lagi emosi, ya nggak?"
Arka memalingkan wajahnya ke arah Arya. "Urusin aja hidup lo sendiri," ujarnya ketus.
"Lo suka Derin?"
Pertanyaan itu tanpa izin terlontar bebas dari mulut Arya. Sedangkan yang ditanya hanya menaikan alis, seraya menatap datar cowok itu. "Setelah sandiwara yang lo buat, apa pantes lo nanya kaya gitu?"
Arya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "I'ts, okey,"
Keheningan pun seketika menyelimuti keduanya.
Arka yang tidak tahan, dan juga telah kehilangan mood-nya untuk bolos pun memilih angkat kaki terlebih dahulu.
"Lo yakin Nino ngelakuin semua ini?"
Langkah Arka terhenti. Ia termenung hingga tiga detik berikutnya. Pertanyaan itu entah mengapa memberi efek yang luar biasa bagi syaraf-syaraf otaknya.
Sampai satu menit kemudian, Arka masih termenung di tempat. Hingga ia memilih melanjutkan langkah, tanpa menjawab pertanyaan dari Arya.
Sepulang sekolah Arka langsung pergi ke rumah sakit. Ia sudah berjanji akan menemani Derin hari ini. Sesampainya di kamar rawat, Arka tersenyum menatap Derin yang tengah terduduk, sembari menonton siaran televisi.
"Udah makan?" tanya Arka. Setelah menaruh beberapa camilan di atas nakas, lantas mendudukan tubuhnya di kursi samping ranjang Derin.
Alih-alih menjawab, Derin justru menempelkan punggung tangannya di dahi cowok itu. Ia memincingkan alis. "Lo kok tumben sok manis gini? Makan gulali kebanyakan gula, ya?"
Arka menurunkan jemari Derin yang masih bertengger di dahinya. "Nggak tuh."
Derin masih menatap Arka ragu.
"Serius udah makan belum?" Arka bertanya kembali.
"Udah," jawab Derin lirih.
"Kenapa lesu gitu?"
Derin mendadak terdiam. Cewek itu memegang ujung pelipisnya sekilas, lantas meringis sakit memegangi perut sebelah kirinya.
"Lo tiba-tiba pusing, ya? Apa perut lo sakit? Gue panggil dokter dul---" kalimat Arka terhenti. Ia yang tadinya hendak beranjak dari tempat pun mengurungkan niat begitu merasa Derin menggenggam jemarinya. Menahan langkahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWISTY ✓
Teen FictionMemilih atau dipilih? Dengan cepat Derin mengarahkan jari telunjuknya pada opsi pertama. Dalam hidup ini dialah yang harus menentukan. Tidak perlu saran, tidak peduli komentar. Karena prinsip Derin; garis hidupnya terletak pada garis telapak tangan...