"Pagi, Derin," sapa Arya dengan senyum sumringah ketika melihat Derin memasuki kelas.
Namun, sapaannya hanya menjadi angin lalu bagi cewek itu. Derin terlihat berjalan lesu ke bangkunya. Sebelum akhirnya ia duduk dan meletakkan kepalanya di meja dengan tangannya sebagai bantalan.
"Der, muka lo pucat banget?" tanya Arya setelah menyadari jika Derin seperti tidak sedang baik-baik saja.
Derin bergeming, tidak mengindahkan pertanyaan Arya. Sumpah demi apapun ia menahan sakit di perutnya. Rasanya seperti dicengkeram begitu hebat. Meskipun sudah sering mengalaminya tiap bulan, tetap saja ia masih tidak mampu menahan sakitnya.
Derin mencengkeram perutnya kuat. Ia meringis menahan sakit yang luar biasa. Sebenarnya ia berencana tidak masuk hari ini. Tetapi ia mengurungkan niatnya ketika ingat ada ulangan harian Fisika yang tidak akan mengadakan ulangan susulan. Makanya ia memaksakan diri untuk tetap masuk.
Arya menempelkan punggung tangannya ke dahi Derin. Memeriksa suhu tubuh cewek itu yang ternyata memang sedikit panas. "Der, lo sakit? Kalau sakit kenapa masuk deh?"
"Berisik!" sentak Derin membuat Arya terkejut untuk sesaat. Cewek itu menyingkirkan tangan Arya dari dahinya. "Bisa diem nggak sih lo?"
"Galak amat, Mbak?" tanya Arya dengan nada sedikit bercanda.
"Mbak, Mbak, lo pikir gue mbak lo?!" Demi apapun, Derin sedang tidak dalam mood mau meladeni candaan Arya seperti biasanya. Yang ingin ia lakukan saat ini hanyalah berbaring di kasurnya.
"Lo—" Arya menggantung kalimatnya. Takut akan mendapat semprotan dari Derin lagi. "—lagi PMS ya?"
Derin menegakkan tubuhnya. Menatap Arya malas. "Kalau iya kenapa?!"
Di sampingnya, Arka mendengus. "Segitunya cewek kalau PMS?" ujarnya kemudian. Membuat Derin memelototinya.
"Lo mending diem kaya biasanya aja deh, kalau nggak tau apa-apa!" Kini giliran Arka yang disentak Derin.
Arka sepertinya sedikit terkejut. Ia tidak mengira jika Derin yang sehumoris itu bisa berubah galak seperti sekarang.
Arya memberi kode Arka agar mereka diam saja untuk saat ini. Daripada semakin memperburuk suasana hati Derin.
Derin tidak bisa fokus pada ulangan hariannya. Ia bahkan belum menjawab setengahnya. Bukannya ia tidak bisa mengerjakan. Hanya saja sakit di perutnya belum juga hilang. Ditambah lagi migrain mulai menyerang. Ingin rasanya ia tidur saat ini juga. Tetapi nyatanya ia masih harus berhadapan dengan soal yang membutuhkan pemikiran ekstra.
Di sampingnya, Arka hampir menyelesaikan pekerjaannya. Cowok itu jelas saja tidak akan membagi jawabannya kepada orang lain. Lagipula ia mungkin masih marah padanya karena kejadian kemarin. Bisa dikatakan mereka masih belum berdamai.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWISTY ✓
Teen FictionMemilih atau dipilih? Dengan cepat Derin mengarahkan jari telunjuknya pada opsi pertama. Dalam hidup ini dialah yang harus menentukan. Tidak perlu saran, tidak peduli komentar. Karena prinsip Derin; garis hidupnya terletak pada garis telapak tangan...