Semenjak mengetahui Nara berbohong. Jujur saja Arka tidak terlalu lagi mempusingkan diri akan sikap cewek itu. Ia masih bersikap sewajarnya, dengan berpura-pura tidak tau bahwa sebenarnya cewek itu telah membohonginya.
Hubungannya dengan Nara memang baru menginjak tiga bulan, namun ia telah mengenal cewek itu sejak lama. Jadi, ia tidak akan bertindak gegabah dalam hal ini. Karena Arka tau pasti ada sesuatu yang sedang Nara pendam sendiri.
Demi menghilangkan stres yang ada dipikirannya. Dengan---sangat terpaksa---Arka mengiyakan ajakan Arya, Nino, dan juga Derin untuk pergi ke pasar malam yang tidak jauh dari rumahnya.
"Lo kok mau si satu tempat sama gue?" tanya Derin terheran-heran. Kini ia dan Arka tengah menaiki bianglala, dan Derin masih terheran cowok itu mau satu tempat dengannya.
"Pertanyaan nggak penting," cibir Arka, melengos malas.
"Jadi, pertanyaan gue bakal jadi penting, kalau gue jadi orang penting di hidup lo?" ujar Derin, sembari menopang dagu, matanya ia kedipkan berkali-kali menatap Arka.
"Gila," Arka melirik derin was-was, sebelum melanjutkan kalimatnya, "nggak semudah itu asal lo tau."
Seolah mengerti, Derin menjentikan jarinya di depan wajah Arka. Lalu meringis kecil menatap cowok itu. "Kalau gue bisa, mau taruhan apa?"
"Gue nggak yakin lo bisa," sanggah Arka dingin.
"Makannya taruhan, ih!" seru Derin kesal.
Arka hanya terdiam, matanya menatap sekeliling, malas menanggapi cewek di depannya itu.
"Lo udah punya pacar belum si, Ar?" tanya Derin tiba-tiba membuat Arka tersentak kaget bukan main.
"Oh, udah, ya?" gumam Derin, manggut-manggut seolah mengerti.
"Bukan urusan lo," jawab Arka dingin, seraya keluar dari bianglala yang telah terhenti. Meninggalkan Derin yang lagi-lagi memaki kecil ke arahnya.
Arka masih terheran dengan Derin. Terbuat dari apa sih otak cewek itu? Mulutnya pun juga, kenapa selalu asal jeplak seperti kaleng rombeng? Arka tidak berhenti mengumpati cewek itu dalam hati.
Hingga sebuah sentuhan di bahunya menganggetkan Arka sepersekian detik. Kini Arya, Nino, dan juga Derin tengah tertawa kecil menatapnya.
Hanya beberapa detik, sebelum tawa ketiganya seketika terhenti. Tidak usah ditanya lagi alasannya, tentunya dari tatapan tak bersahabat yang diberikan Arka.
"Lo tega banget ninggalin cewek sendirian. Untung, Derin kita yang nemuin, ya nggak?" ujar Nino, mendramatisir. Tangannya mengusap rambut Derin, layaknya kucing peliharaannya sendiri.
"Iya, untung ada Mama Nino, sama Papa Arya," sambung Derin, ikut memelas.
Nino membulatkan mata, "Eh, Bujang, gue nggak homo kali!"
KAMU SEDANG MEMBACA
TWISTY ✓
Teen FictionMemilih atau dipilih? Dengan cepat Derin mengarahkan jari telunjuknya pada opsi pertama. Dalam hidup ini dialah yang harus menentukan. Tidak perlu saran, tidak peduli komentar. Karena prinsip Derin; garis hidupnya terletak pada garis telapak tangan...