Setelah sepuluh menit menunggu di samping SMA Garuda, akhirnya Arka melihat Nara keluar dari gerbang dijemput oleh sopirnya. Ada sedikit rasa lega yang menyelinap di hati cowok itu. Memang tujuan Arka setelah pulang sekolah hari ini adalah memastikan perkataan Nara tempo lalu. Syukurlah, cewek itu tidak membohonginya kali ini.
Namun, Arka jadi penasaran dengan seseorang yang mengirimi Nara pesan waktu itu. Selagi Arka bergelut dengan pikirannya, tiba-tiba sentuhan di bahunya membuatnya tersentak sepersekian detik.
"Meta!" kaget Arka, melihat teman sekaligus sahabat Nara yang tiba-tiba berada di sampingnya.
"Lo ngapain di sini?" Meta memberi jeda, ia celigukan menatap mobil Nara yang mulai menghilang dari pandangannya. "Nara udah pulang tuh sama sopir,"
"Eng---ini tadi abis angkat telfon," kilah Arka.
Meta hanya ber-oh ria, lalu menatap arloji kecil yang mengantung di pergelangan tangannya. "Ya udah, gue cabut dulu, ya?" pamitnya, seraya berjalan menuju mobil.
"Eh, Meta!" panggil Arka tiba-tiba. Membuat yang dipanggil menghentikan langkah, seraya menatap penuh tanya ke arah lawan.
Arka nampak kikuk, sebelum akhirnya mengeluarkan suara yang terdengar sedikit ragu. "Lo---jangan bilang ke Nara ya kalau ketemu gue di sini."
Meta berpikir sejenak, sebelum akhirnya mengangguk. Lalu menggesturkan 'oke' dengan telunjuk dan ibu jari yang saling menempel.
Selepas Meta pergi, Arka mengusap dadanya pelan, menghela napas selega mungkin.
Hari kembali pagi, hari libur membuat Arka sedikit bangun seenaknya kali ini. Seperti sekarang, pukul sembilan lebih lima menit ia baru bisa membuat matanya terjaga dari kantuk yang terus menyerang.
Arka melirik ponselnya di atas nakas yang terus berdering memanggil. Dengan penuh rasa malas ia mengambilnya, hingga sebuah sentakan yang keluar dari speaker ponselnya membuat Arka terlonjak kaget di atas kasur.
"Apa sih? Gue nggak budek!" gerutu Arka, sembari mengusap daun telinganya berkali-kali.
"Lu jadi gak sih ngerayain ultah bokap?!" seru Arya penuh penekanan dari balik telepon.
Astaga.
Arka menepuk jidatnya. Ia membuka kalender duduk di samping nakas yang menunjukan tanggal 19, bahkan sudah ia lingkari dengan rapi.
Hari ini adalah hari ulang tahun ayahnya. Jadi, ia meminta bantuan Arya dan Nino untuk menyiapkan segala hal yang perlu disiapkan. Namun, sialnya, ia justru bangun kesiangan karena insomia kemarin.
"Tunggu gue sembilan belas menit jadi," ujar Arka, lantas membuang ponselnya asal ke atas kasur.
Sembilan belas menit kemudian.
Tidak perlu waktu lama bagi Arka untuk sampai di supermarket yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumahnya ini. Ia bergegas masuk ketika melihat motor Nino sudah terparkir rapi di halaman depan. Lalu celingukan sendiri mencari kedua sahabatnya yang tidak kunjung terlihat.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWISTY ✓
Teen FictionMemilih atau dipilih? Dengan cepat Derin mengarahkan jari telunjuknya pada opsi pertama. Dalam hidup ini dialah yang harus menentukan. Tidak perlu saran, tidak peduli komentar. Karena prinsip Derin; garis hidupnya terletak pada garis telapak tangan...