BAB 24 (Arka)

813 82 5
                                    

"Arka, Arka, Arka!"

Gema riuh supporter SMA Bakti Husada---lebih tepatnya supporter Arka---menggema di seluruh penjuru lapangan SMA Garuda ini. Pagi ini merupakan final basket antara sekolah Arka dengan sekolah Nara. Jadi, tak heran banyak siswa-siswi SMA Bakti Husada yang datang untuk memberikan support tim basket sekolah mereka.

Wasit meniup peluit, pertanda quarter ke empat telah di mulai. Selama pertandingan berlangsung, kedua tim saling menunjukan performa terbaik. Quarter terakhir inilah yang akan menjadi penentu siapa pemenangnya.

Sedikit mengubah startegi untuk quarter terakhir ini cukup membuat tim lawan kewalahan. Arka tersenyum miring seusai menerima assist dari Nino. Ia yakin timnya bisa mencetak point tambahan di quarter terakhir kali ini.

Arka mulai menggiring bola dengan cepat dan lincah. Setelah berhasil mengecoh pergerakan beberapa pemain, akhirnya ia bisa sampai di daerah lawan. Tinggal satu shooting lagi, ia akan mendapatkan point.

Arka mulai melakukan lay up dengan tumpuan kaki kiri. Namun, sedetik sebelum ia melakukan loncatan, Arka melirik Nino yang nampak memberi aba-aba untuk mengoper bola ke arahnya. Belum sempat ia memahami, tiba-tiba satu dorongan keras menghantam punggung cowok itu.

Kejadiannya begitu cepat. Tanpa disadari Arka sudah jatuh tersungkur di atas lapangan. Ia mengerang kesakitan, rasa keram tiba-tiba menjalar di kedua pergelangan kakinya. Semua penonton pun nampak ricuh, sebelum akhirnya wasit meniup peluit menghentikan permainan.

"Aw," Arka mengaduh, lalu menatap kaget seorang cewek berambut sepinggang yang tiba-tiba berdiri di samping ranjangnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aw," Arka mengaduh, lalu menatap kaget seorang cewek berambut sepinggang yang tiba-tiba berdiri di samping ranjangnya.

"Eh, sakit ya? Gue pikir lo tidur tadi, hehe," ringis Derin, karena tadi ia sengaja menyentuh pergelangan kaki cowok itu yang terkilir.

"Lo kenapa bisa di sini?" balas Arka balik bertanya, seraya bangun dari tidur.

"Ya, emang gue nggak boleh di sini, hm?"

Melihat Arka yang tidak kunjung menjawab, dengan spontan Derin memijat pergelangan kaki Arka. Tentunya tanpa menunggu persetujuan dari cowok itu.

"Di sekolah dulu gue anggota pmr. Jadi, gue lumayan pahamlah masalah ginian," cercahnya kemudian.

Arka masih terdiam, ia memilih memperhatikan cara Derin memijat pergelangan kakinya. Cewek itu terlihat sudah mahir bergelut dengan otot-otot kakinya yang mungkin sedang bermasalah.

Namun, yang lebih mengherankan ialah---ia tidak mencoba menepis tangan cewek itu.

"Gue tau kok apa yang lagi lo pikirin. Dengerin ya, kalah menang itu biasa, yang penting lo udah berusaha sebaik mungkin. Lagian yang lebih berharga itu pengalamannya, bukan hadiahnya 'kan? Kalau menang itu bonus."

TWISTY ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang