- chapter ini contain : smut, lemon, nsfw part. Bakal muncul di tengah cerita, saya pakai sebutan yang jelas banget jadi jangan kaget ya karena aku gak mau pake sebutan lain entar jadi aneh.
Di cover cerita udah dibilang ini mmg contain Mature content, jadi jangan ngira aku mau racuni pikiran kalian karena tiba-tiba ada NSFW. Coba ya cek lagi, memang 18+. Oke cukup ceramahnya, silahkan siapkan selimut guling dan tisu untuk mimisan.Enjoy babies⚘🌡
♡
Suara petikan alat musik bernama guqin itu sudah terdengar hampir 1 jam penuh. Suara petikannya terkadang akan terhenti sebentar dan digantikan dengan teriakan seorang pria yang mengoceh sesuatu dan kembali suara guqin itu akan terdengar sampai ke luar ruangan. Aliran air kecil yang mengalir dan terkumpul di sebuah kolam yang cukup besar menjadi teman dari sebuah pavilliun yang berada di sudut rumah, dengan fisik yang terpisah dari rumah utama membuat ruangan itu terasa sangat tenang kalau kita berdiam di sana. Satu-satunya akses menuju tempat itu hanyalah jembatan yang dibuat untuk masuk ke dalam rumah utama, membuat tingkat privasi yang tinggi.
Di dalam pavillion itu ada 2 sepatu berwarna hitam dan putih, yang satunya berantakan dan satunya lagi ditata rapi, menunjukkan ada 2 insan di dalam pavilliun ini sekarang. Suara guqin masih setia mengisi ruangan tanpa henti, dengan nada-nada yang berbeda-beda setiap waktunya. Kalau didengar baik-baik ada suara nyanyian kecil yang sedang menyesuaikan dengan alat musik itu sendiri, terdengar harmonis dan terasa sangat merdu kalau itu sudah sempurna.
Beberapa kali mereka akan mengganti nada menjadi lebih rendah, tinggi, atau malah akan diganti nadanya, semua itu terus disesuaikan sampai keduanya tak sadar sudah menghabiskan 3 jam disana tanpa ada niatan untuk berhenti.
Pria dengan kertas dan pen yang ada di atas meja yang tak jauh darinya ada sebuah guqin berwarna biru muda dengan pola-pola berwarna putih diatasnya sedang dimainkan oleh jari jemari nan lentik itu. Kalau dilihat sang pemilik jemari sudah lecet jarinya tapi ia seperti tak peduli, asalkan pria di depannya itu akan selalu tersenyum mendengar mainannya.
Wei Ying mengernyitkan keningnya saat maniknya menangkap jemari putih itu memerah dan lecet, "Lan Zhan! Kau kenapa tak bilang jarimu lecet!? A-yaa, lihat jarimu sekarang terluka kan!" Wei Ying mendecak cukup keras saat dia melihat pria itu bahkan tak komplain sedikitpun.
"Dimana kotak P3K?" Lan Zhan menunjuk kearah sebuah rak kecil yang ada di bawah meja mereka, Wei Ying dengan cekatan mengambil sebuah salep, mengambil tangan Lan Zhan, dan mengolesinya dengan salep dingin itu.
"Kalau sakit bilang oke?" Lan Zhan tak menjawab, karena sekarang batinnya sudah kalang kabut saat kulit mereka sekarang secara tak langsung sudah bersentuhan. Tapi apalah daya Wei Ying? Manusia paling tidak peka dan paling bengal yang pernah diciptakan oleh Sang Maha Esa malah mengira Lan Zhan kesakitan.
"Sudah, kita hentikan malam ini. Sebaiknya kita makan malam dulu, apa kau tak lapar? Ugh, aku sampai lupa aku belum makan."
Lan Zhan melihat betapa Wei Ying begitu cekatan saat dia melihat jari jemari pria itu mengobat jari jemarinya yang sekarang tak terasa sakit sama sekali, seperti otomatis sembuh. Dan dia tersenyum, entah kenapa dia seperti melihat sesuatu yang tak asing, seperti Wei Ying itu pernah membalutkan perban di tubuhnya, seolah-olah Wei Ying pernah mengobati dan merawatnya untuk waktu yang lama dan sekarang terulang lagi.
"Wei Ying.."
"Mn? Sebentar lagi selesai, sebentar ya."
"Wei Ying, terima kasih.." kalimat itu sukses membuat Wei Ying mengerucutkan bibirnya, cukup menggemaskan dan menggetarkan jiwa Lan Zhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Won't Forget 不忘 - [WangXian]
FanfictionCOMPLETED. "Kalaupun rohmu pergi entah kemana, aku akan mengejarnya, tidak, bahkan sampai rohmu menjadi abu pun aku tetap akan mengejarmu." Lan Wang Ji dan Wei Wu Xian hidup berdampingan satu sama lain di masa lalu, bertemu di usia 15 tahun, terpisa...