"Lan Zhan..?"
Pria yang di panggil namanya membuka kedua kelopak matanya kasar, tubuhnya di penuhi peluh keringat, bibirnya sedikit bergetar. Kedua kepingan matanya sedikit bergetar, menunjukkan pemilik kedua kepingan mata itu sedang merasakan sesuatu yang tidak mengenakkan sama sekali, peluhnya menetes dari pelipisnya, jatuh di antara celana kainnya yang berwarna putih bak salju.
Ia mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya, ruangan dengan suhu udara selalu dibawah 20° menyelimuti ruangan ini, ditambah dengan interior di dalam berwarna biru muda yang tampil kontras dengan perpaduan warna putih salju, tidak hanya 2 warna iti saja, warna biru laut menghiasi beberapa bagian dinding yang membuat nuansa berada di surga saja.
Ia mengernyitkan keningnya sesaat ia merasakan kedua kakinya yang dibalut dengan perban berwarna putih yang diikat dengan baik, ia memandang kearah tepian kasurnya, disana seorang pria dengan wajah berahang tegas dan jangan lupa wajah tegas itu dihiasi paras yang penuh ekspresi-berbeda dengannya yang jarang berekspresi-. Pria itu menangkup tangan kanannya dan menatap dalam kearah sang adik yang masih dalam keadaan nafasnya agak terputus-putus.
"Apa kakimu masih sakit? Mereka bilang lukanya cukup dalam dan mungkin kau akan sulit berjalan untuk beberapa hari. Dan.. kudengar kau menggumamkan sesuatu, apa kau tadi bermimpi?" Wajar sang kakak bertanya apakah adiknya bermimpi tadi, karena posisi adiknya bukan berbaring tapi ia sedang duduk bersandar di kasurnya dengan kedua matanya tertutup, belum lagi sang kakak mendengar adiknya menggumamkan beberapa kata, seperti nama seseorang beberapa kali dengan suaranya bergetar.
Lan Zhan menatap sang kakak dengan datar, "Kakak salah dengar.." sang kakak mengernyitkan keningnya, "Wang Ji apa yang kau-.."
'tok.tok.tok.'
"Xi Chen, ini paman."
Xi Chen menggenggam erat tangan kanan Lan Zhan dan menegukkan air liurnya, baru saja dia ingin bertanya ke Lan Zhan dan sudah tertahan lagi pertanyaan yang sebenarnya sudah lama dia mau tanyakan, Lan Zhan tau sang paman sedikit tempramen dan dia tak mau muluk-muluk meresponi panggilan pamannya, aku akan bertanya nanti, ujar Xi Chen dalam hatinya.
"Masuklah paman."
'Cleck!'
Pintu 2 daun terbuka dan menampakkan pamannya dengan perlahan berjalan masuk ke dalam ruangan Wang Ji, ia melepas alas kakinya dan menggantinya dengan alas kaki untuk di dalam ruangan, budaya keluarga mereka yaitu aturan sebanyak tulisan di dalam kamus bahasa itu masih dilaksanakan turun temurun, siapapun yang menginjaki kaki di kediaman Lan ini harus bersikap dan bertingkah layaknya mereka tinggal dengan para tetua mereka walaupun tidak ada tetua yang tinggal disini, hanya ada 3 Lan yang tinggal disini.
Dimulai dari cara berjalan, cara berbicara, cara makan, jam waktu tidur dan bangun tidur, etika dalam semua aspek kehidupan ada di kediaman Lan ini. Entah apa gunanya, padahal mereka sudah hidup di abad ke 21 dimana semua orang hidup individualistik dan jarang ada yang memperhatikan atau mempraktekkan kebiasaan 'beretika dengan baik walaupun sedang sendirian', tapi Lan masih melakukannya, contohnya saja seperti mengganti alas kaki dengan alas kaki untuk ruangan, padahal kaki mereka sudah sangat bersih dan ruangan itu dibersihkan 1 hari hampir 2 kali.
Paman dari kedua adik-beradik Lan itu berjalan dengan kedua tangannya terlipat ke belakang, ia mendekati kasur Wang Ji yang menempel tepat di samping jendela berbentuk bulat dengan ukuran sedang yang tidak tertutupi tirai dan menampilkan pemandangan indah diluar. Wang Ji mengadah kearah pamannya dan menundukkan kepalanya sedikit, memberi hormat.
"Jadi.. siapa yang membuat kau sampai seperti ini?"
"Paman, Wang Ji terjatuh karena dia-.."
"Xi Chen, aku bertanya ke Wang Ji bukan ke Xi Chen. Wang Ji, jawab aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Won't Forget 不忘 - [WangXian]
Fiksi PenggemarCOMPLETED. "Kalaupun rohmu pergi entah kemana, aku akan mengejarnya, tidak, bahkan sampai rohmu menjadi abu pun aku tetap akan mengejarmu." Lan Wang Ji dan Wei Wu Xian hidup berdampingan satu sama lain di masa lalu, bertemu di usia 15 tahun, terpisa...