Selamat membaca kisah Langit
___________
Bola mata Arin melebar sampai mau keluar dari ronggganya saat melihat struktur kelas yang menyematkan nama miliknya. Tangan gadis itu terkepal lalu berbalik badan sambil berkacak pinggang. Dia memasang wajah super marah agar siapapun yang melihatnya akan terimidasi.
"Siapa yang berani ngusulin gue jadi sekertaris!?" hardik Arin meninggikan suaranya.
Arin baru masuk kelas, karena sejak tadi dia masih disibukkan kegiatannya sebagai panitia MOS sehingga dia baru masuk setelah istirahat pertama.
Seseorang yang baru masuk kelas menjawab, "Gue gak tau kalau nama lo Arina."
Gadis itu mengernyitkan wajah ketika mendengar suara berat yang bersumber dari seorang cowok yang sangat songong menurutnya. Dia merutuki makhluk itu karena dia yakin, cowok itu pasti sekelas dengannya.
"Sekarang tau 'kan?"
Cowok bertubuh jangkung itu tentunya tidak mau repot-repot menjawab. Dia cukup diam, dan diamnya itu semoga saja bisa menjawab pertanyaan gadis itu jika dia paham bin peka.
Ya, Arin tidak tersinggung ketika cowok most wantted itu tidak mengenalnya. Dia adalah Anan Andani, si kapten basket di AHS.
"Lo ketua kelas?" Arin kembali bertanya setelah melihat struktur kelas itu lagi. Cowok itu mengangguk.
"Gue sekelas sama lo lagi!?" pekik Arin menggelengkan kepala tidak percaya melihat Saka muncul dari luar kelas kemudian berjalan mendekat lalu merangkul bahu Anan dengan sok akrab.
"Lo nyuntik dana berapa juta sih!? sampai-sampai gue harus sekelas lagi dengan orang terlaknat seperti lo."
Arin kesal setengah mati jika harus berturut-turut selama 6 tahun ini sekelas bersama Saka lagi. Bukan apa, Saka baik dan peduli padanya. Hanya saja, Saka itu sejenis makhluk pengganggu yang begitu menyebalkan.
Cowok itu menunduk agar bisa melihat wajah Arin. "Makasih doanya," kata cowok bermata hitam itu.
"Bodo amat!"
Anan yang melihat reaksi Arin sontak saja mengajak Saka ber-hige five yang langsung disambut senyuman puas oleh Saka. Ternyata, seorang Anan Andani tidak lebih dari seorang Saka yang begitu menyebalkan.
Ayo Arin, lo harus ekstra sabar untuk ke depannya.
📖📖📖
Langit merapatkan almamaternya menyusuri koridor lantai dua. Berorganisasi memang memberi banyak perubahan untuk dirinya, termasuk menumbuhkan jiwa sosial yang terpendam dalam dirinya yang dulu dikenal seorang introvert.
Dulu Langit lebih banyak diam, lebih suka menyendiri membaca buku ilmiah sambil mendengarkan musik daripada nongkrong dan bermain bersama teman-teman sebayanya.
"Eh! Kak, ini data anak kelas 10 yang besok pensi di acara puncak MOS," lapor Gia sembari mengulurkan selembar kertas HVS kepada Langit ketika mereka berpapasan. Langit menerima kemudian membacanya sebentar.
"Perkelas udah ada perwakilannya?" tanya Langit memastikan.
"Udah, Kak. Tapi anak IPS gugus satu dan dua minta kolaborasi pas pensi nanti."
"Ya udah, gak pa-pa, yang penting ada perwakilan tiap kelas," ucap Langit kemudian memasukkan kertas dalam map yang sedari tadi berada di tangannya.
Gia mengangguk. "Makasih Kak, kalau gitu aku duluan ya," pamit Gia lantas melanjutkan perjalanannya menuju kelas 11 IPS 1 yang sempat terhenti.
"Rin, ngapain lo bengong di sini?"
"Eh, Gia?" Arin tersadar dari lamunannya. Saat ini Arin berdiri di depan kelas mengamati punggung seseorang hingga menghilang di belokan tangga. Gia turut mengikuti arah pandang Arin kemudian menyeringai jail.
"Cie... liatin siapa tuh!?" goda Gia menoel pipi Arin membuat si empunya melotot tajam.
"Gila! lo sekelas lagi sama Saka?" Gia berdecak sambil menggelengkan kepada tidak percaya. "Gue prihatin," lanjutnya.
Gia itu temen sekelas Arin waktu dia SMP yang berarti Gia juga pernah sekelas dengan Saka, karena Saka dan Arin selalu satu kelas sejak kepindahan Saka di Jakarta dan bertempat tinggal di depan rumah Arin sejak enam tahun lalu.
"Terserah lo, Gi, gue sampe setres sendiri tau gak?" keluh Arin cemberut.
Gia terbahak kemudian kepalanya melongok ke dalam kelasnya Arin. Dia menyeringai sambil memberi sinyal melalui kontak matanya ke arah Arin. Sungguh menyebalkan.
"Apaan lagi?" sungut Arin kesal tanpa mengikuti arah pandang Gia.
"Sebangku sama gue lagi ya," pinta Saka memelas sambil menangkupkan kedua telapak tangannya di udara.
"Najis!"
"Ya udah, gue sama Hanin aja."
"TERSERAH LO, KA...! GUE GAK PEDULI." Arin lantas berbalik, tetapi Saka sudah menghilang ke dalam kelas. Gia semakin mengeraskan tawanya.
"Gak udah ketawa lo," sewot Arin melotot tajam. Dia menengadahkan tangannya di udara.
Seketika Gia meredakan tawanya dan berubah ekspresi. "Ngapain lo? minta jodoh ke gue? Gak punya!"
"Mana flashdisk gue?" tagih Arin setengah memaksa.
"Ya elah... ngegas mulu lo!" omel Gia lantas nemberikan sesuatu sesuai permintaan Arin. "Btw, thanks ya."
Arin mengangguk mengiyakan.
📖📖📖
_______________
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT [OPEN PRE-ORDER]
Ficção Adolescente"KOK, SEMALEM GUE MIMPI SAYANG SAMA LO, YA?" ~Arin "Jangan berharap, atau lo malah terluka nantinya." ~Langit Dia Langit. Langit terlalu jauh digapai Arin. Sikapnya yang dingin membuat Arin harus mengumpulkan seluruh keberaniannya untuk mengatakan b...