33. Aku menyukaimu

969 71 3
                                        

Selamat membaca kisah Langit dan Arin

''Menyembunyikan perasaan lebih baik daripada diutarakan dan tumbuh menjadi harapan. Kadang perasaan bisa serumit itu-'' Arina Labilade


Rasanya Arin menjadi gila jika sehari saja dia tidak bisa melihat Langit. Kebahagiaan Arin kali ini sangat sederhana, cukup melihat Langit dari kejauhan setiap hari Arin sudah merasa senang. Jika dipikir-pikir, hobi Arin ini adalah bentuk rasa sukanya kepada Langit. Namun, di dalam hati Arin selalu menolak adanya. Itu tidak akan pernah terjadi. Iya kan?

"Nyari siapa lo? Nyari Langit?" Itu suara Anan muncul di belakangnya secara tiba-tiba. Arin menoleh kaget ke belakang tubuhnya.

"Astaghfirullah," ucap Arin mengusap dada. "Lo kalo ngomong salam dulu kek, ngagetin orang aja. Kalau gue jantungan terus mati gimana? Lo mau tanggung jawab?"

"Ya kubur lah! Ribet amat hidup lo," balas Anan jadi sewot. "Lo kalo mau nyari Langit di atas noh! Nggak di sini." tunjuk Anan ke atas Langit.

"Ih! Siapa juga yang cari Langit, sok tau lo!"

"Bukannya gue yang sok tau, tapi lo-nya aja yang gak mau gue tau! Ya kan? Ngaku lo!"

"EMANG KALO IYA KENAPA? TERUS URUSAN HIDUP GUE SAMA LO APA? HOBI BANGET LO NGURUSI HIDUP ORANG!" teriak Arin tidak santai. Namun, bukannya Anan marah tapi cowok itu malah menyeringai jail.

"Jadi udah kalah nih?" tanya Anan menatap Arin diiringi senyuman memikatnya yang bertengger di bibirnya.

Sial. Kenapa sekarang sosok Anan begitu menarik di pikirannya? Pasti Arin udah gila. Iya, pasti Arin sekarang udah gak waras. Mana mungkin Arin tertarik sama Anan? Bisa-bisa bumi hilang seperti planet pluto yang belum ditemukan hingga kini. Pokoknya itu tidak akan pernah terjadi padanya. Titik.

"Emm... Enggak! Enggak kok, gue gak suka Langit. Kalo gue emang suka udah dari dulu kali ngomongnya," elak Arin berusaha menutupi. Tapi hal itu jelas tak bisa disembunyikan dari Anan. Cowok itu bisa melihat kebalikannya dari gestur tubuh Arin. Benar-benar lucu.

"Bener nih nggak mau ngaku?" pancing Anan pantang menyerah. "Atau jangan-jangan lo malah sukanya sama gue!" tebak Anan makin ngaco.

"SUKA SAMA LO! DEMI APA LO NGOMONG GAK BERDASAR GITU? GILA KALI LO!"

"Yeee... biasa aja kali lo ngomongnya. Kalo ngomong sama orang ganteng tuh harus sopan, nggak usah teriak-teriak gue juga bisa dengar," omel Anan sama kesalnya. Sedangkan Arin yang mendengarnya menatap Anan dengan pandangan jijik.

Kalo ngomong sama orang ganteng tuh harus sopan, what the hell? Arin bergidik ngeri mengulangi ucapan Anan di kepalanya.

"Serah gue dong! Mulut-mulut gue bebas mau ngomong apa aja. Minggir lo! Ganggu hidup orang aja!" Arin mendorong mundur tubuh Anan yang menghalangi akses jalannya menuju kelas.

"Eits, bentar dulu nih. Ngomong belum kelar main kabur aja lo," cegah Anan menarik lengan Arin ke pilar lorong kelas. Arin menatap Anan dengan pandangan super kesal.

"Mau ngomong apa sih? Kaya penting aja lo ngomong sama gue. Udah ah! Minggir!" Arin berusaha pergi tapi Anan kembali menahannya dengan menarik tangannya.

"Bentar dulu keburu amat lo! Yang tadi belum dijawab!" Anan masih berusaha ingin tau.

"GUE GAK SUKA SAMA LANGIT!" tekan Arin cepat tanpa pikir panjang.

"Tadi katanya iya, gak konsisten banget lo sama perasaan."

"TERUS MAU LO APA?!!!" Kali ini Anan berhasil membuat Arin begitu kesal. Oh, tidak. Setiap hari pun hanya itu yang dilakukan Anan kepadanya. Benar-benar menyebalkan.

"Sampai ngaku kalo lo kalah," jawab Anan. Senyumnya lalu tertarik ke atas menatap sepasang mata milik Arin.

Gawat! Sekarang Arin merasakan kekurangan oksigen di sekitarnya. Tubuhnya melemas begitu saja seperti tulang-tulangnya lolos dari tubuhnya. Arin emang munafik kalo bilang Anan gak ganteng. Mau dilihat darimana pun, Anan memang terpahat sempurna nyaris tak ada kekurangannya. Hanya saja sifat cowok itu tidak mendominasi ketampanannya yang membuat penilaian minus di mata Arin.

"Kok nggak dijawab?"

Sekarang Arin malah menunduk dengan pandangan lelah. Tidak tau harus mengatakannya atau tidak. Kalaupun Arin mengaku menyukai Langit, memangnya apa yang bisa dilakukan Arin? Cinta bertepuk sebelah tangan sudah pasti. Langit terlalu menyukai Shea. Mau dari pandangan manapun Arin tak bisa menyangkal dan Arin tidak mau persaannya diketahui seseorang.

"Hei," Anan mengangkat dagu Arin mendongak padanya membuat Arin menatap wajah Anan sedekat ini.

"Kalo gue ngaku suka sama Langit lo mau lepasin Kak Shea?" tanya Arin akhirnya dengan suara rendah.

Anan berkedip sekali lalu menjauhkan tubuhnya dari Arin. Matanya beralih menatap ke segala arah sebelum mengalihkan tatapannya kembali pada Arin. Anan sama sekali tidak mengerti jalan pikiran Arin. Rumit, itulah satu kata Anan untuk orang perempuan seperti Arin.

"Ngaku kalah?"

Arin mengangguk pelan tidak berani menatap Anan.

"Berarti lo harus turuti permintaan gue."

"Apa?" tanya Arin cepat lalu menatap wajah Anan.

"Tapi jangan nyesel."

Arin menarik napas sekali untuk menetralisir degup jantungnya yang berpacu lebih cepat dari biasanya lalu mengangguk pelan sebagai jawaban. Arin akan menyanggupinya.

📖📖📖📖

Terimakasih sudah membaca dan beri dukungan.

Kalau mau tau updatenya kapan, pokoknya seminggu dua kali.

Jangan bosen oke?

Pendapat Kalian

1. Arin dan Langit

2. Arin dan Anan

Selamat menunggu part selanjutnya

Komen perlu
Vote oke?

Terimakasih

LANGIT [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang