SELAMAT MEMBACA KISAH LANGIT
"Terkadang aku tidak mengerti, kenapa orang lain lebih jujur mengungkapkan hal yang tak pernah ku pikirkan sebelumnya."
______________"Lo suka sama Langit?"
Arin melotot begitu pertanyaan dari Anan selesai diucapkan hingga membuat dia tersedak jus mangga yang tengah Arin minum. Anan langsung bergerak cepat mengambil tisu meskipun dia ingin sekali menertawakan Arin.
"Apa lo!?" gusar Arin merasa sebal. "Lo kalau mau ketawa, ketawa aja sebelum dilarang. Gak usah ditahan!"
Sontak Anan langsung tertawa lepas tanpa kira-kira. Arin baru sekali ini mendengarkan tawa seseorang yang paling gila dan menyebalkan di dunia ini, bahkan semenyebalkan apapun Saka Litanjuana, dia tidak pernah tertawa mengejek seperti yang dilakukan Anan padanya.
"Enyah lo," ketus Arin melempar gulungan tisu yang baru selesai digunakan.
Arin mengedarkan pandangannya ke segala arah. Dia kembali beralih menatap Anan ketika cowok itu mulai meredakan tawanya.
"Gue serius," ucap Anan setelah diam beberapa saat. Ekspresi wajahnya kini berubah serius.
Sayangnya, sekarang Arin pura-pura tidak peduli jika di hadapannya saat ini ada Anan. Kalau saja Hanin tidak meminta Arin untuk menunggu, sudah dipastikan Arin akan pergi dari kantin dan memilih berdiam diri di dalam kelas.
Beberapa menit kemudian Anan terdiam. Cowok itu juga tidak membuat pergerakan sehingga Arin penasaran untuk menatap ke arah cowok itu yang ternyata sedang menatapnya begitu lekat.
"Gue nanya serius, lo suka sama Langit?" ulangnya lagi membuat Arin menelan ludahnya dengan susah payah.
Jangan tanya bagaimana reaksi Arin, pastilah dia terkejut mendengar pertanyaan dengan nada serius itu. Arin pikir tadi Anan hanya bercanda dan dia tidak perlu menganggapnya serius.
"G-gue...?!" tanya Arin tertahan sambil menunjuk dirinya sendiri.
SUMPAH! ini sangat konyol menurut Arin. Dia tidak mengerti jalan pikiran Anan yang berasumsi bahwa dia menyukai Langit, kakak kelasnya yang menjabat sebagai ketua OSIS di AHS.
Arin membisu tidak dapat melanjutkan ucapannya yang hanya tertahan di tenggorokannya. Dia seperti kehilangan semua suku kata di pikirannya.
"Lo gila Nan!? gue suka sama kak Langit?" Arin menggelengkan kepala tak habis pikir. "Emang nggak ada cowok yang lebih baik dari dia apa?" suara Arin terdengar seperti pertanyaan, bukan sebagai jawaban.
"Nggak pa-pa, lagian Langit juga ganteng kok," jawab Anan menoleh ke arah Arin dan berhasil membuat gadis itu bingung.
Arin menelan salivanya teramat berat. Ini pertanyaan, pernyataan, atau penawaran jujur saja otak Arin belum bekerja dengan baik. Hening. Dia diam tidak merespons lagi.
Dasar orang sinting! batin Arin kesal.
Aku suka sama kak Langit? Entah pertanyaan itu Arin tunjukkan untuk siapa, yang jelas pertanyaan itu bagai badai yang memporakporandakan ketenangan pikiranya. Lihatlah kebenaranya; Arin pernah berbuat apa? sampai-sampai Anan memberikan pertanyaan semacam itu. Arin pernah ngomong ke siapa? kenapa Anan memiliki pemikiran tentang hal yang tak pernah Arin pikirkan sama sekali.
"Lo gak nanya gue tau darimana?"
Melihat ekspresi wajah Arin yang tak seperti biasanya itu membuat Anan menyimpulkan bahwa Arin memang menyukai Langit. Mungkin.
"Males," jawab Arin singkat.
"Gue cuma coba ramal lo aja hehe...," kekeh Anan tanpa dosa. Arin hanya melotot sebal, dia tidak mungkin menyukai Langit seperti yang ditanyakan Anan tadi 'kan?
Anan meluruskan kakinya sambil menyenderkan punggungnya di sandaran kursi. Dia masih menatap Arin tanpa berkedip sedikitpun.
"Walaupun gue kenal sama lo kurang dari seminggu, tapi sikap lo mudah ketebak. Gak asik, lo gak punya bakat buat nutupin perasaan lo."
Emosi Arin tersulut hingga ke ubun-ubun. Arin tidak suka bagaimana cara Anan memperlakukannya. Anan orang baru, dia orang asing yang tidak berhak atas kehidupan Arin, termasuk mengurusi urusan perasaannya untuk siapa.
Arin menggebrak meja kantin menandakan dia sedang marah betul. Arin bahkan tidak peduli jika saat ini dia menjadi pusat perhatian.
"Lo siapa sih!? yang lo omongin serius itu...," ucap Arin menunjuk ke arah Anan. "Basi! gak ada yang bener. Gak usah nyimpulin sesuatu hanya berdasar menerka-nerka, lo paham?"
Anan menyeringai sinis. "Menerka-nerka? buktiin aja kalau lo emang gak suka sama Langit."
"Lo nantang gue?" bentak Arin sambil berdiri.
"Gue cuma kasian sama lo! suka sama orang dalam diam dan hanya bisa menerka-nerka orang yang lo suka itu punya perasaan sama lo atau enggak."
"Peduli apa lo sama gue?"
"Gue kan temen lo," aku Anan lalu tersenyum setulus mungkin.
Arin bergidik ngeri sambil membuat ekspresi jijik ketika menatap Anan. Arin sama sekali tidak berharap punya temen seperti spesies Anan. Bisa-bisa Arin gila duluan sebelum dia bersuami. Ya Tuhan... jangan sampai terjadi.
"Enyah lo!"
Setelah puas mengintimidasi melalui tatapan matanya, Arin lantas berlalu dari hadapan Anan. Persetan untuk menunghu Hanin dan Gia, Arin sudah tidak peduli lagi.
📖📖📖
Boleh kasih VotMen?
Kuy ramaikan dong
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT [OPEN PRE-ORDER]
Novela Juvenil"KOK, SEMALEM GUE MIMPI SAYANG SAMA LO, YA?" ~Arin "Jangan berharap, atau lo malah terluka nantinya." ~Langit Dia Langit. Langit terlalu jauh digapai Arin. Sikapnya yang dingin membuat Arin harus mengumpulkan seluruh keberaniannya untuk mengatakan b...