23. Terendahkan

973 80 0
                                    



Paginya, Arin menemani Hanin ke kantin karena cewek itu belum sarapan. Arin berjalan di belakang Hanin sambil memainkan ponselnya tanpa mengindahkan suasana yang ada. Arin sampai tidak sadar jika dia baru saja melewati gerombolan kelas dua belas yang Arin kenal hanya Langit dan Gerka.

"Itu cewek yang kemarin nolak lo, Ger?"

Salah satu cowok bertubuh jangkung menatap Arin dengan tatapan menyedilik sambil bertanya pada Gerka tanpa menoleh ke arahnya.

"Cantik juga," jawab salah satu cowok di sebelah Langit, "tapi tampangnya belagu," sambung Leo tersenyum sinis.

Arin membalikkan badan secara refleks mendengar sayup-sayup suara itu. Meski tidak begitu jelas, Arin yakin bahwa cowok-cowok itu sedang membicarakannya. Arin tidak bersuara, dia hanya menatap cowok itu satu persatu sampai tatapannya tertuju di mata Langit--dia berhenti beberapa detik sebelum tatapannya berpaling lalu menghela panas panjang.

"Ayo! Rin," ajak Hanin.

"Han, lo punya alat penyadap suara ga? Gue butuh nih!" ucap Arin bersuara sengaja dikeraskan.

Kerutan di dahi Hanin terlihat jelas mendengar pertanyaan Arin. "Lo napa deh, aneh. Udah ayo!"

"Tuh! gerombolan sana pada ghibahin gue, Han," adu Hanin menunjuk ke arah gerombolan Langit.

"Ngapain lo nunjuk-nunjuk ke arah sini, minta dikasih lo?" sahut Leo sewot.

Salah satu cowok berbadan besar di sebelah Gerka menepuk bahu Leo sambil berkata, "udah Le, itu cewek. Bukan saingan lo," peringatnya.

"Penting amat dia cewek atau enggak," jawab Leo malas lalu beralih menatap Gerka. "Yakin? Cewek yang lo sukai bentukannya gitu?"

Arin tidak suka bagaimana senior yang tidak diketahui namanya itu menatapnya dengan pandangan merendahkan. Arin mengumpulkan seluruh keberaniannya dalam niatan untuk menghampiri cowok yang berada di sebelah Langit.

"Lo ngomongin gue?" tanya Arin membentak tanpa merasa menciut sama sekali saat dia kembali menjadi pusat perhatian.

"Harusnya lo emang sadar kan, kalau yang gue omongin itu lo," jawab Leo pelan tapi efeknya membuat Arin menggeram kesal sekaligus tersinggung.

"Mau lo apa!?" tanya Arin menantang.

Leo tampak mengedarkan pandangannya tanpa menatap Arin. "Mainin enak kali ya," kekehnya disambut Alan bersorak menyetujui.

Alan itu si cassanova di AHS, makanya nggak heran kalau soal urusan cewek dia tidak mau ketinggalan. Katanya, bisa rugi tujuh turunan. Apalagi yang cantik-cantik. Kalaupun Arin tidak cantik menurut kritetianya, tapi kecantikan Arin cukup memenuhi standar kritetianya.

"Sikat dong!" seru Alan lalu tertawa melihat raut wajah Arin.

"Ini ada yang jaga nggak?" tanya Leo memastikan.

Maksud Leo, salah satu di antara temannya ada yang akan melindungi Arin tidak, seandainya Arin menjadi bahan yang katanya disebut mainan. Arin menggeram kesal melotot ke arah dua cowok itu secara terang-terangan.

"Lo pikir gue takut?" tantang Arin.

Leo melompat turun dari bangkunya lalu menghampiri Arin merasa ikut tertantang akan keberanian Arin. Cowok itu menyeringai sinis melihat wajah Arin berubah pucat pasi saat dirinya mendekatkan tubuhnya ke arah Arin.

Leo semakin memangkas jarak antara keduanya hingga tak berjarak sama sekali. Hanya lapisan kain seragamnya yang membatasi antara lengan Arin dan Leo, tapi keduanya saling berhadapan.

"Kapan tanggal mainnya?" bisik Leo tepat di sebelah telinga Arin.

Tubuh Arin menegang mendengar suara Leo tepat berada di telinganya sampai dia dapat mendengar embusan napas cowok itu. Arin segera mundur lalu menampar cowok itu dengan keras.

"Manusia Laknat," maki Arin, "lo pikir gue bakal diem?"

Leo menggeram kesal lantaran rasa panas di pipinya semakin terasa. Cowok itu tidak terima, dia mencengkram lengan bawah Arin dengan sangat kuat membuat Arin meringis kesakitan, tapi cowok yang berada di gerombolan Langit seolah diam. Bagitu juga dengan Langit yang menatapnya dengan tatapan tak terbaca.

Leo kembali mengeratkan cengkeramannya. "Ayo berontak, katanya gak mau diem," sinis Leo dengan nada lembut nan menjengkelkan untuk didengar.

"Sakit," desis Arin tak bersuara sama sekali. Hanya mulutnya yang berkamit-kamit.

Sampai seseorang bersuara dengan berani. "Lepasin," ucapnya dingin.

📖📖📖

(TBC)

LANGIT [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang