31. Permainan Anan

888 72 0
                                    

Selamat membaca kisah Langit dan Arin

Komen perlu

Vote

Oke???

📖📖📖

  
"Bentar ya," izin Langit kepada Shea sebelum beranjak dari tempat duduknya. Shea mengangguk pelan beberapa kali sambil melipat bibirnya ke dalam. Dia bahkan sama sekali tidak berani melihat ke arah pintu kelas di mana Langit menemui Arin.

"Kenapa?"

"Ini, kak. Tadi Kak Langit ninggalin hape di tepi ranjang UKS." Arin menyerahkan sebuah ponsel kepada pemiliknya. "Kirain itu punya aku, pas aku nyalain ternyata wallpaper di layar touchscreen-nya bukan punyaku," jelas Arin singkat.

Mendengar penjelasan Arin barusan, Langit spontan menyalakan ponsel yang langsung memperlihatkan wallpaper sebuah foto candid seorang cewek berkucir kuda sedang tersenyum ke arahnya yang duduk di sebelah cewek tersebut dari layar ponselnya. Arin tau, cewek itu tidak lain dan tidak bukan bernama Shea. Arin sangat mengenalnya.

Saat Langit tersadar, cowok itu menatap ke arah Arin yang kini  menatap ke arahnya. Arin berkedip sekali sebelum mengalihkan tatapan matanya. "Ya udah Kak, aku langsung ke kelas." Arin segera berlalu pergi.

Langit hanya mampu memandang Arin dengan pandangan kosong. Menatap punggung cewek itu semakin jauh sampai hilang dari penglihatannya. Bukan perasaan lega yang dimiliki Langit saat benda miliknya dikembalikan, akan tetapi ada perasaan khawatir yang ditinggalkan Arin setelah penjelasan singkat itu seakan menegaskan apa yang dilakukan Langit itu salah.

Menyimpan foto seorang cewek yang sudah memiliki pacar tentunya bukan hal baik, tapi menjadikan sebuah foto cewek yang sudah memiliki pacar dijadikan wallpaper ponsel tentunya akan menjadi kesalahan. Dan Langit sudah membuat kesalahan itu tanpa dia sadari.

"Move on gue bilang...." Gerka tiba-tiba muncul di sebelah Langit saat Langit mengubah wallpaper sebelumnya menjadi tema dari ponsel bawaannya. Langit segera memasukkan ponselnya ke saku celana dan melirik ke arah Gerka.

Seringaian kecil muncul di sudut bibir Gerka. "Gue bilangin ya, pacar pertama nggak harus bersama first love. Harusnya lo paham kan sama kalimat gue?"

"Lo ngomong?" sinis Langit membalikkan badan lalu berjalan ke arah bangkunya.

"ENGGAK. GUE NYANYI!" balas Gerka sewot.

"Nggak nanya."

Gerka mendegus kesal akan kelakuan Langit kepada dirinya. Cowok itu kemudian berjalan di belakang Langit menuju bangkunya. "Minggir Lo! Ini tempat duduk gue."

Langit melotot tidak terima saat Gerka menarik kursi yang hendak didudukinya ditarik jauh dari posisi Langit, membuat cowok itu kembali berdiri di sebelah Shea. Mendengar keributan kecil itu Shea menoleh lalu beranjak berdiri. "Gue balik ke bangku gue."

"Nggak nanya," lirih Gerka menyeret kursinya kembali ke tempat semula.

Langit berdecak, "jangan kurang aja lo."

"Sama lo?" Gerka menunjuk ke arah Langit.

Langit diam tidak menyahut, cowok itu duduk di bangku miliknya setelah Shea pergi membawa peralatan tulisnya. Gerka menoleh ke arah belakang, memperhatikan Shea sebentar sebelum mengalihkan pandangannya ke arah Langit.

"Harusnya lo tuh untung punya temen kayak gue yang dukung lo sama cewek yang pernah nolak gue. Asal lo move on, gue rela."

📖📖📖

"BUTUH KEBERANIAN SEBESAR APA LO NYAMPERIN LANGIT DULUAN?"

Arin tersentak kaget mendengar seruan Anan dari belakang tubuhnya. Arin menelan ludah dengan susah payah. Kenapa Anan selalu menghantuinya dengan ucapan yang sama sekali tidak ingin Arin dengar. Hal-hal yang seharusnya tidak Anan campuri dalam kehidupannya. Arin hanya menoleh sekilas dan mengabaikannya begitu saja.

"Gini deh! karena lo udah nyebur basah aja sekalian, kalo lo berani ungkapin perasaan lo ke Langit gue bakal lepasin Shea," usul Anan menyeringai sinis.

Cewek itu menoleh ke belakang, tempat Anan berdiri. "Ungkapin perasaan ke Langit?"

Anan tersenyum penuh arti. Arin dapat melihat ada sesuatu di mata Anan yang menggambarkan sirat mata penuh makna. "Nggak berani?"

"LO GILA YA?" Arin berseru lantang.

"Iya, cuma orang gila kayak gue yang pengen dapetin sesuatu dengan cara kotor," jawab Anan tanpa beban, tanpa basa-basi dan langsung pada intinya.

"Gue nggak mau dan nggak akan pernah mau," tegas Arin penuh keyakinan. "Siapa lo ngurusi hidup gue?"

Anan terkekeh pelan. "Siapa juga yang ngurusi hidup orang? Bebas dong gue mau pacaran sama siapa aja, kenapa lo ngatur-ngatur urusan gue?"

"YA KARENA LO UDAH MELIBATKAN ORANG NGGAK BERSALAH...!"

"Sini ya," Anan mendekat ke arah Arin dan memegang kedua bahu cewek itu agar berhadapan dengannya. "Mungkin langkah awal gue salah, tapi bukan berarti gue juga berakhir dengan cara yang sama. Perasaan itu berubah-ubah, Rin."

"Lo ada perasaan sama Shea?" Arin berdecih menepis kedua tangan Anan yang bertengger di pundaknya "Lo tuh cuma penghalang, Nan... sadar diri dong kalo lo nggak ada perasaan sama tuh cewek mending lo putusin. Bangga lo bisa mainin hati cewek kaya gitu?"

"Lo ngomong apa sih!?" Anan menggaruk pelipisnya frustasi bingung sendiri menghadapi sikap Arin. "Gue mainin siapa? Elo?"

"Gue nembak Shea kan posisinya dia masih jomblo, nggak punya pacar. Lo pikir gue ngrebut Shea dari Langit? Gue nggak sebrengsek itu kali, Rin."

"Ya tapi kan lo sendiri tau kalau Shea sama Langit saling deket, kenapa masih lo embat, hah!?"

"Lo tanya Shea sedirilah kenapa nerima gue," jawab Anan acuh tak acuh berjalan mendahului Arin.

"Nan! Bukannya lo sendiri yang bilang lo nembak Shea karena Langit?" Arin mengikuti langkah Anan dari belakang meminta penjelasan lebih.

"Bukan urusan lo."

Arin menahan laju jalannya sambil menghela napas panjang. Arin masih ingin tau lebih apa alasan Anan yang sebenarnya. Dan hebatnya ucapan Anan terakhir itu membuat hati Arin mencelos sesaat. Ada bagian dalam hatinya tergores begitu saja. Padahal itu bukan hal besar jika Arin pikirkan lagi.

    📖📖📖

Terimakasih sudah membaca

Jangan lupa Vote

Dan

Komen

Oke?


Tetep jaga kesehatan dan diri sendiri

#dirumahaja

LANGIT [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang