32. Dejavu

896 74 2
                                        

Selamat membaca kisah Langit

°
°
°

Hari ini adalah hari pemilihan ketua OSIS yang diselenggarakan di lapangan utama AHS. Siswa-siswi kelas sepuluh sampai kelas dua belas tampak berbaris seperti ular panjang bersiap menggunakan hak pilihnya. Arin tersenyum bangga berhadapan dengan Saka yang saat ini notabenenya menjadi candidat nomor dua sebagai ketua OSIS.

"Keinginan lo bakal gue wujudkan kalau anak IPS juga bisa jadi ketos," bisik Saka di telinga Arin. Cewek itu mengacungkan jempolnya sambil tersenyum.

"Sebenernya gue ragu sih," Arin menyipitkan mata. "Tapi ya mau gimana lagi, gue bakal dukung lo."

"Harus ada hadiahnya," pinta Saka.

"Apa?"

"Entar kalau udah selesai pengumuman suara."

"Awas! Kalo lo minta aneh-aneh," ancam Arin.

"Enggak bakal," jawab Saka. "Gue mau ke ruang OSIS bentar lo mau ikut nggak?"

"Ngapain?"

"Udah ikut aja ayo," ajak Saka menarik tangan Arin. Dengan terpaksa Arin mengikuti Saka sesuai tujuannya tanpa menolak.

Saat Arin menuju ruang OSIS tanpa sengaja Arin berpapasan dengan Langit di lorong kelas. Mata keduanya saling bertemu, hanya sebentar, sebelum Langit mengalihkan tatapan matanya ke samping, yaitu ke arah Shea.

Arin meneguk ludahnya sekali dan mengikuti Saka berjalan di sisi kanan cowok itu. Ada sedikit perasaan menganga dan mungkin apa yang dikatakan Anan waktu itu benar, Arin menyukai Langit. Jika tidak, kenapa Arin merasa terluka melihat mereka bersama? Walau Arin sendiri tau Shea ada pemiliknya. Tapi Arin yakin keduanya masih memiliki perasaan untuk masing-masing yang saling terpendam.

"Lo ngapain sih ngajak gue ke sini?" tanya Arin begitu Saka menutup pintu ruang OSIS. Di sini tidak ada siapa-siapa, hanya ada Arin dan Saka.

"Males aja gue di sana," jawab Saka tak ambil pusing.

"Lo kenapa Ka?" Pertanyaan itu terselip nada khawatir membuat Saka menoleh ke arahnya. Saka diam tidak menyahut, dia hanya menggeleng pelan. Arin merasa aneh dengan Saka.

"Yang kenapa itu elo, Rin?" gumam Saka setelah diam beberapa detik. Arin masih mampu mendengarnya.

"Emang gue kenapa? Lo aneh deh, Ka!" Arin tidak terima akan itu.

Saka tidak menjawab lagi, hanya diam membuat Arin memperhatikannya lebih. Saka tidak seperti Saka yang Arin kenal, Saka tidak pernah bersikap seperti ini sebelumnya. Dahi Arin semakin berkerut saat Saka tiba-tiba berdiri.

"Lo tunggu sini, gue mau angkat telpon dari Sely," ucap Saka sebelum hilang di balik pintu.

Bersikap dingin, itu bukan karakter Saka sama sekali. Saka selalu terbuka kepada Arin, dia tidak pernah menyembunyikan masalah apapun darinya. Tapi kenapa saat ini Arin merasa Saka tidak menganggap perannya? Menganggap perannya sebagai seorang sahabat. Arin heran dan juga bingung.

Pintu ruang OSIS terbuka, Arin mendongak melihat siapa yang datang. Seseorang itu muncul sendirian, menatap Arin dan tatapan matanya saling mengunci satu sama lain saat Arin tak bisa mengabaikannya begitu saja.

"Lo udah baikan?" Arin mengerjap sekali begitu mendengar pertanyaan dari Langit.

"U-udah," jawab Arin gugup.

Langit berjalan memutar meja lalu duduk di sebelah Arin, menatapnya begitu dalam. "Kenapa? Grogi bisa deket gue?"

Arin membasahi bibirnya lalu menelan ludah dengan susah payah. Arin ingin menyangkal, tapi ucapan itu justru membuat jantung Arin berdetak lebih cepat dari kecepatan normal.

"Nggak, gue dejavu kali ya," sangkal Arin tampak berpikir serius.

"Soal?" tanya Langit ingin tau saat Arin diam terlihat mengingat sesuatu.

"Hari ini, lo, sekarang dan ucapan gue."

"Ucapan yang mana?"

"Kok, semalem gue ngimpi sayang sama lo, ya?"

Langit tersenyum sinis mendengarnya. "Bukan mimpi! Bilang aja kalo lo beneran sayang sama gue."

"Itu harapan lo kali!" Arin tidak mau kalah. "Lo yang berharap gue sayang sama lo."

"Yakin?"

Justru pertanyaan itu membuat keyakinan Arin berubah dalam keraguan. Arin juga masih mencari jawaban akan pertanyaan itu yang sedang Arin pikirkan belakangan ini. Apakah Arin menyukai Langit? Apakah Arin sayang Langit? Apakah Arin berharap pada Langit? Arin tak tau jawabannya dengan jelas.

"Jangan berharap atau lo malah terluka nantinya," ujar Langit lalu beranjak pergi meninggalkan Arin dalam kebingungan.

📖📖📖

(TBC)

Jangan bosen-bosen vote dan Komen ya

Comen next dong

Tetep jaga kesehatan dan diri sendiri

#dirumahaja

LANGIT [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang