04. Seorang Shea

1.7K 106 0
                                    

Langit

"Bertekad mengabaikanmu juga tak membuat diriku merasa lebih baik dari sebelumnya."
_______

Langit berjalan melewati depan stage ketika dia hendak memanggil personil yang akan pentas setelah penampilan Saka. Dia mendengar jika vokalis perwakilan dari anak OSIS itu melafalkan satu nama yang membuatnya berhenti sejenak.

Arin yang tengah berdiri membidik kamera di depan matanya tanpa sengaja mengambil objek lain yang menghalangi objek sasaran. Mulutnya ternganga bersamaan ketika Saka menyebut nama dirinya.

"Rin, lo gak akan pingsan di tempat 'kan?" tanya Gia mendongak ke arah Arin yang tengah berdiri.

Arin mengabaikan perkataan sahabatnya dan memperhatikan Langit yang sempat menoleh ke arahnya. Tidak ada kontak mata sama sekali ketika seseorang memanggil nama ketua OSIS itu.

"Langit!"

Gerka melambaikan tangannya membuat Langit mau tak mau berjalan ke arah sahabatnya.

"Gue tadi liat Shea," beritahu Gerka kemudian merangkul bahu kekar Langit. "Lo masih tetep diem?" lanjut Gerka bertanya.

Dahi Langit tampak berkerut samar. "Harus?" tanya Langit meminta pendapat.

Gerka tampak mencibir mendengar pertanyaan Langit barusan. Ya, dia harus ekstra sabar menghadapi satu makhluk ini.

"Terserah lo, sih!" jawabnya tak acuh.

"Gak perlu," jawab Langit singat.

"Terserah lo juga, gue gak peduli," ucap Gerka sambil berlalu dengan gaya jalannya yang sok cool merapikan rabutnya menuju seseorang yang tengah berdiri menunggu kedatangannya.

"Ngapain tuh anak?"

Langit yang ditepuk bahu kirinya terkesiap menoleh ke belakang. Pelakunya adalah Anan si kapten basket yang kemarin menolong Arin ketika jatuh dari motor akibat kekonyolan Arin menarik gas secara asal padahal dia sendiri tidak bisa mengendalikannya. Ya... walaupun itu orang itu tidak berniat menolong.

Langit mengikuti arah pandang Anan ke ujung lapangan sebelah kiri di mana Gerka berada.

"Biasa," jawab Langit singkat kemudian mengedarkan pandangannya ke arah samping.

Ada sesuatu yang tidak ingin dia lihat terpaksa masuk ke dalam netra matanya hingga menembus dalam ingatannya. Memaksa Langit untuk berbuat sesuatu padahal sampai sekarang Langit sendiri tidak tahu bagaimana cara melakukannya.

📖📖📖


Arin, Hanin, Gia dan satu temennya Gia yang bernama Loyta kini berada di kantin ketika jam istirahat. Keempatnya kompak memesan makanan dengan menu yang sama yaitu, semangkok bakso dan segelas lemontea.

"Santai woi! makannya dikunyah dulu napa?" Gia memperingatkan Loyta yang makan tidak feminim seperti biasanya.

"Kesedak bulatan bakso baru tau rasa!" tambah Hanin dibalas tatapan tak bersahabat.

"Mati muda nanti nyesel," timpal Arin ikut-ikutan.

"Ginana kronologisnya?" tanya Gia mengalihkan topik pembicaraan yang tadi sempat tertunda.

LANGIT [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang