17. Obronan Langit

927 71 0
                                    

Selamat membaca kisah Langit
//

Arin tertawa ngakak setelah mendengar ucapan Langit jika dia menyukai Langit atau tidak membuat cowok itu menatapnya heran. Memangnya ada yang salah?

"Lo ngarep banget gue suka sama lo?" tanya Arin setelah meredakan tawanya.

"Tinggal jawab iya atau enggak?"

"Enggak," jawab Arin secepat mungkin tanpa pikir panjang.

"Enggaknya cewek bukannya iya?"

"Lo maksa banget pengen gue jawab iya."

"Terserah."

Setelah itu tidak ada pembicaraan sama sekali hingga terbesit di pikiran Arin untuk mengganggu Langit. Arin merapatkan duduknya di sebelah Langit. Cowok itu menoleh dengan alis menyatu membuat Arin tersenyum manis.

"Aku suka sama Langit," terang Arin masih melebarkan senyumnya.

Langit menelan ludahnya sekali menghadapi sikap Arin untuk pertama kalinya karena Arin tidak pernah seberani ini menatapnya begitu lekat dengan senyum yang mampu membuatnya sedikit terpikat.

Saat Langit balas menatap Arin, cewek itu malah mengedipkan matanya berulang kali. Langit menyentil keningnya Arin pelan.

"Bangun lo!" ucap Langit mencoba menyadarkan Arin.

Bukannya mengaduh atau tidak terima, Arin semakin memangkas jarak antara keduanya dan hal itu sempat dilihat oleh Shea yang menatap ke belakang diikuti Anan setelah beberapa detik setelahnya.

"Kenapa?" tanya Anan kepada Shea.

Cewek berbaju merah maroon itu menggelengkan kepalanya. "Gak ada," jawabnya singkat.

Sejatinya Anan tahu apa yang membuat Shea terlihat gelisah. Mungkin dia cemburu, karena Anan juga tahu jika sepenuhnya perasaan Shea yang sesungguhnya untuk Langit, bukan untuk dirinya.

"Mau pulang sekarang?" tawar Anan melihat jam yang melekat di pergelangan tangannya.

Shea mengangguk tanpa menjawab. Dia menghabiskan minumnya terlebih dahulu sebelum beranjak dari tempat duduknya. Anan mengangsurkan tangannya dan mereka bergandengan tangan.

Langit melihat Shea dan Anan berlalu pergi dengan tatapan yang sulit dimengerti membuat Arin mengikuti arah pandangan Langit.

"Seperti kak Shea."

Tatapan Langit dan Arin langsung bertemu. Baik keduanya tidak ada yang mengalihkan tatapannya dan mereka saling mengunci tatapan satu sama lain. Langit ingin sekali bersuara, tapi hanya tertahan di tenggorokannya begitu saja.

"Kak Shea yang mencoba menyukai Anan meskipun hatinya bukan untuk dia," lanjut Arin memperjelas.

"Lo tahu dari mana?" tanya Langit serius.

"Apa?"

"Shea," jawab Langit.

"Orang yang lo sukai 'kan?"

"Lo tahu dari mana?" desak Langit ingin tahu.

"Apanya?"

"Semuanya.

"Termasuk Shea nolak gue?"

Arin terkekeh pelan mendengar pertanyaan dari Langit. Apakah Langit benar-benar tidak tahu alasan apa yang membuat Shea menolak dia? Arin tak habis pikir.

"Lo gak tau Lang?" balas Arin bertanya.

Langit memalingkan muka tidak langsung menjawab. Dia benar-benar tidak tahu kenapa Shea menolaknya, meskipun Shea sempat memberikan alasan kenapa dia tidak menerimanya. Langit merasa alasan Shea kurang memuaskannya.

"Lo," jawab Langit sesaat kemudian.

Arin tenganga berharap dia salah dengar. "Gue?" tanya Arin menunjuk dirinya.

Langit tidak yakin jika dia harus mengatakan secara gambalang, yang ada nanti Arin besar hati dan Langit belum siap jika dia harus bertanggung jawab setelah membuat seseorang baper alias bawa perasaan.

"Kata Shea, tapi gue gak yakin."

"Kenapa?" tanya Arin lagi. "Jadi selama ini kak Shea cemburu sama gue?"

"Lo beneran sama suka gue?"

Arin berdecak sebal langsung melotot ke arah Langit. Cowok itu seperti tidak punya pedal rem mulut makanya ngengas mulu.

"Iya, nanti gue coba," jawab Arin tanpa berlebihan.

"Barusan bukan penawaran," jelas Langit.

"Sayangnya gue emang bener-bener pengen suka sama lo."

"Terserah! asal gak nyesel aja," sinis Langit.

"Lebih baik gue ngomong dari awal apapun resikonya, daripada gue harus mengulur waktu sampai seseorang itu terikat dengan orang yang enggak diinginkannya."

"Siapa yang lo omongin?"

"Kurang jelas?" jawab Arin bertanya.

"Gue gak akan perna suka sama lo," tajam Langit menunjuk Arin.

Ucapan Langit seperti petir yang menyusup ke indra pendengarannya. Rasanya sakit sebelum berjuang harus dipatahkan begitu saja. Arin tidak yakin jika dia memang menyukai Langit, tapi ucapan Langit begitu menyakiti dirinya.

Arin terkekeh meskipun terdengar hambar dan ngilu. "Dan gue gak yakin lo bakal bisa dapetin Shea."

"Terserah lo!" seru Langit kemudian berlalu pergi meninggalkan Arin sendirian.

Mata Arin terasa memanas, air matanya memenuhi mata. Arin merasa tersinggung, tapi sebisa mungkin Arin tak ingin mengeluarkan air matanya setetespun.

Apapun nanti yang terjadi, Arin siap menjalani. Entah luka atau sebaliknya.

📖📖📖

LANGIT [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang