SELAMAT MEMBACA KISAH LANGIT
PASTIKAN LANGIT SUDAH MASUK READING LIST FAVORIT KALIAN.
JANGAN LUPA VOTE DULU CERITA LANGIT DARI AWAL SAMPAI BAGIAN INI.Lov:*
"Aku yang salah. Aku yang tak menyadari. Aku yang tak pernah tau diri. Semoga perasaan sepihak ini cepat berakhir."-Arina Labilade.
****
Punggung Arin menabrak dinding di belakangnya saat Langit menghempaskan tubuhnya begitu saja tanpa memikirkan efek apa yang diterima oleh Arin. Gadis itu meringis lalu memberanikan diri menatap Langit yang siap menerkamnya hidup-hidup. Baru kali ini Arin melihat Langit semarah ini padanya. Baru kali ini Arin melihat tatapan mengerikan dari mata segelap malam itu menatapnya. Sungguh, baru kali ini juga Arin merasa ketakutan berdiri di depan Langit.
"Apa? Mau nyalahin gue? Nggak terima?!" bentak Arin lebih dulu setelah berhasil mengumpulkan seluruh keberaniannya untuk menetralisir rasa takutnya.
Langit mengeraskan rahangnya menambah perasaan takut Arin menjadi berjuta kali lipat lebih mengerikan dari sebelumnya. Arin menelan ludahnya sendiri dengan susah payah saat Langit hanya menatapnya tajam tanpa bereaksi apapun setelah Arin membentaknya.
"Mulai sekarang, urusin semua urusan lo sendiri. Jangan pernah mencampuri urusan orang lain apalagi jika itu tentang gue. Harusnya lo tau batas. Harusnya lo paham untuk nggak mencampuri urusan orang yang bukan siapa-siapa lo. Lo itu cuma orang asing, lo nggak berhak buat tau semua tentang gue. Lo harusnya udah ngerti itu, Arin."
Dari semua perkiraan yang ada di kepalanya, dari semua dugaan yang ada di pikirannya, Arin tidak menyangka jika Langit mengatakan sederet kalimat yang jelas begitu menohok perasaannya. Memangnya dia ini siapa? Arin sampai tidak sadar jika dia harus melukai harga dirinya sendiri di depan Langit. Lagi dan lagi.
Lo itu cuma orang asing, lo nggak berhak buat tau semua tentang gue.
Arin menunduk, tau jika dirinya sudah melangkah terlalu jauh. Tak seharusnya Arin begini, tapi apa salahnya? Toh, Hilda sendiri yang mengatakan semuanya kepada Arin. Perempuan itu sudah putus asa dengan hidupnya, dengan keluarganya yang tak pernah menganggap keberadaannya. Setidaknya Arin hanya memberi semangat juga pemantik harapannya agar lebih kuat lagi menjalaninya.
"Gue kasian sama Hilda, tapi gue lebih kasian sama orang pengecut kayak lo yang nggak bisa nunjukin perasaan sebenarnya ke Hilda. Lo, selamanya cuma bisa nyakitin orang lo sayang," ucap Arin bergetar hebat disertai setetes air mata yang mengalir di akhir ucapannya.
Langit menahan napas untuk beberapa detik sebelum menarik napas dan menghembusnya secara perlahan. Bahkan untuk marah pun Langit tidak bisa. Hanya saja cowok itu berkali-kali menahan dirinya untuk tidak lepas kendali. Meski yang diucapkan Langit setelahnya ada hal yang paling tidak ingin Arin dengar.
"Gue udah bilang jangan mencampuri urusan orang. Lo suka sama gue itu urusan lo, gue udah ingetin lo biar nggak berharap sama gue. Jadi, lo nggak usah ngerasa deket sama gue hanya karena sesekali gue baik sama lo. Makasih udah suka sama gue, gue jadi ngerasa dihargai. Tapi gue mohon, mulai sekarang lo jauh-jauh dari hidup gue. Seenggaknya dengan itu gue juga bisa menghargai lo."
"Ka-kak Langit," ucap Arin terbata mencoba memanggil namanya.
"Itu permintaan. Tadinya gue mau marah, tapi nggak bisa. Semoga lo menyanggupi permintaan gue," tutup Langit tersenyum lebar sebelum pergi meninggalkan Arin begitu saja. Lagi dan lagi. Selalu berakhir seperti itu. Selalu Arin yang ditinggal pergi setelah mendengar kata-kata yang menyakiti perasaannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/196466627-288-k403761.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT [OPEN PRE-ORDER]
Teen Fiction"KOK, SEMALEM GUE MIMPI SAYANG SAMA LO, YA?" ~Arin "Jangan berharap, atau lo malah terluka nantinya." ~Langit Dia Langit. Langit terlalu jauh digapai Arin. Sikapnya yang dingin membuat Arin harus mengumpulkan seluruh keberaniannya untuk mengatakan b...