46. Problem

856 74 6
                                    

Selamat membaca kisah Langit

Bagi kalian yang belum vote cerita Langit, vote dulu dari bagian awal sampai bagian ini.

Pastikan Cerita Langit sudah masuk Reading List favorit kalian.

Terimakasih

****

"KAK LANGIT TUNGGU!"

Arin berlari mengejar langkah Langit di depannya. Cowok itu tetap melangkah maju meski Arin berteriak memanggilnya. Langit mulai jengah dengan sikap Arin yang akhir-akhir ini terus mengganggunya. Entah saat pagi di lorong kelas, saat istirahat, atau saat pulang sekolah seperti ini. Meski Langit sengaja menunggu sekolah sepi, Arin juga tetap menunggu dan menghampiri Langit.

"TUNGGUIN DONG ELAH! JALANNYA CEPET BANGET," kesal Arin menyeimbangkan langkahnya dengan langkah kaki Langit.

"Iiih! Tungguin aku bilang," ucap Arin ngos-ngosan menahan lengan Langit supaya tidak melangkah cepat lagi. Langit menoleh lalu berdecak.

"Ngapain sih lo nyamperin gue?" Langit menghadap ke arah Arin dengan raut wajah tidak suka. Arin memang bener-bener mengganggu ketenangannya.

"Pulang bareng ya?" mohon Arin menyatukan kedua telapak tangannya di depan wajahnya agar Langit mau memberikan tumpangan kepadanya.

"Enggak," jawab Langit singkat.

"Sekali aja anterin aku pulang, mau ya?"

"Enggak."

"Please, mau dong."

"Enggak."

"Aku pulangnya sendiri," ucap Arin cemberut dengan pandangan menunduk ke bawah.

"Gue nggak nanya."

"Ih! Kak Langit nggak kasian apa sama aku?!"

"Enggak."

Langit berjalan beberapa langkah lagi menuju motornya yang terparkir di parkiran sekolah yang sudah sepi. Bahkan hanya ada beberapa motor yang masih terparkir di sana. Mungkin motor itu milik anak-anak basket yang saat ini sedang latihan. Arin menggerutu dalam diam dan berdiri di sebelah motor Langit. Mulutnya ternganga saat Langit memberikan sebuah helm kepadanya secara tiba-tiba.

"Beneran mau anterin aku pulang?" pekik Arin senang dan segera menerima helm dari Langit. Cowok itu hanya bergumam sebagai jawaban lalu memakai helmnya.

"Enggak bohong kan? Ini serius Kak Langit mau anterin aku pulang? Aku tadi iseng lho nggak maksa buat anterin beneran." Arin masih tidak percaya dan tetap bertanya kepada Langit.

"Kalo berisik pulang sendiri," ketus Langit merasa jika Arin terlalu cerewet.

"Eh! Iya, iya ini aku diem."

"Naik," perintah Langit dingin membuat Arin segera memakai helmnya lalu naik ke atas motor Langit. Diam-diam Arin tidak mampu menyembunyikan senyumnya dan merasa senang. Sementara Langit hanya melirik Arin melalui kaca spion lalu geleng-geleng kepala menghadapi tingkah Arin.

Di sepanjang perjalanan mereka berdua hanya saling diam. Langit tersenyum saat merasakan tangan Arin diam-diam melingkar di pinggangnya. Langit tidak menolak, hal itu membuat Arin menggigit bibir bawahnya menahan untuk tidak berteriak kencang saking senangnya.

"Turun," perintah Langit setelah berhenti dan mematikan mesin motornya.

"Hah?!" Arin terperangah menatap Langit sekaligus heran. "Kita mau ke mana Kak? Nggak jadi anterin aku pulang?"

LANGIT [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang