36. Cerita Hilda

899 74 2
                                        

Selamat membaca kisah Langit

"Aku adalah asing di kehidupanmu
asing yang ingin diakui hadir di dunia yang sama denganmu—" Arina Labilade.

*****

Saka baru saja keluar dari ruang UKS dan menutup kembali pintu UKS yang baru saja dia buka. Arin yang semula masih duduk di kursi panjang mendongak ke kanan dan berjalan beberapa meter menghampiri Saka setelah melihat cowok itu keluar dari ruang UKS dengan rambut berantakan.

"Gimana keadaan Hilda?" tanya Arin setengah khawatir.

"Ada, masih di dalem." Tunjuk Saka mengarah pada ruang UKS. "Gue mau ke kelasnya Hilda dulu cari temannya yang bisa nemenin Hilda di UKS, kasian sendiri—atau lo mau jagain dia?" tanya Saka kepada Arin. Cewek itu mengangguk.

"Iya, Hilda biar gue yang jagain. Lo mau ke mana, Ka?"

"Gue?" tanya Saka menunjuk dirinya. "Ke ruang OSIS ada rapat bentar," lanjutnya.

"Oh... ya udah." Arin berjalan melewati Saka menuju depan pintu UKS. Saka masih memperhatikan Arin.

"Kenapa emang?"

"Tanya doang," jawab Arin. Tangan kanan Arin memegang ganggang pintu UKS lalu memutar dan mendorongnya sampai pintu itu terbuka. Saka kemudian pergi setelah melihat Arin masuk ke ruang UKS. Tidak ada pembicaraan yang berarti antara keduanya. Akhir-akhir ini Saka juga jarang membuat Arin kesal. Meski terasa ada yang aneh, Arin mengabaikannya tanpa berpikiran lebih.

"Udah bangun?" tanya Arin kepada Hilda setelah menyibak gorden berwarna hijau muda.

Hilda sedang terduduk di tepi ranjang UKS. Tangan kanannya terangkat lalu memegang bagian kepalanya yang terasa sakit membuat kedua matanya terpejam sesaat. Perempuan itu kemudian mendongak dan mendapati Arin yang saat ini berjalan mendekat ke arahnya.

"Jangan dipaksain kalau masih sakit, mending dibuat rebahan lagi," kata Arin duduk di sebelah Hilda.

Tidak ada jawaban. Hilda diam sambil memijit bagian kepalanya dengan pelan berharap rasa sakit di kepalanya sedikit berkurang. Tangan Arin terulur mengambil segelas air putih di atas nakas yang letaknya di sebelah ranjang. Mungkin tadi Saka yang sengaja menyediakan untuk Hilda.

"Nih, minum dulu," ucap Arin menyodorkan segelas air putih itu kepada Hilda. Perempuan itu menerimanya dan meneguknya secara perlahan.

"Makasih, Kak." Hilda menaruh kembali gelasnya. Kini gadis itu tertunduk lesu seperti memikirkan sesuatu.

"Udah baikan?" tanya Arin berusaha mencari topik pembicaraan.

"Sedikit mendingan, Kak. Makasih." Hilda memandang Arin sebentar lalu kembali menunduk. Entah apa yang ada di pikirannya membuat Arin penasaran. Mungkin juga masih shock karena kejadian tadi. Arin juga dapat melihat mata Hilda sedikit sembab. Mungkin adik kelasnya itu tadi sampai menangis saat bertengkar dengan Leo.

Ada banyak pertanyaan di kepala Arin kenapa Leo sampai berantem dengan Hilda dan kenapa Langit menolong adik kelasnya itu sampai memukul Leo. Arin rasa Hilda tak seberani Arin ketika menghadapi Leo seperti yang dilakukan Arin waktu itu. Arin penasaran sebesar apa masalah Hilda sampai membuat sekolah jadi begitu heboh membicarakannya.

"Tadi lo diapain sama Kak Leo?" tanya Arin dengan nada hati-hati.

Hal yang membuat Arin semakin penasaran adalah saat Hilda hanya diam tapi tangannya bergerak menyentuh kerah bajunya. Hilda langsung diingatkan bagian itu, bagian di mana kakak tirinya menarik kerahnya sampai hampir mencekik dan membentak kasar di depan wajahnya serta disaksikan banyak murid di sana.

"Lo baik-baik aja?" tanya Arin khawatir karena Hilda malah menangis dalam diam dan tidak berani memandangnya. Ada luka yang sengaja Hilda sembunyikan darinya.

"Kalau ada masalah bilang, lo bisa cerita ke gue apa aja. Kalau gue bisa bantu, pasti gue bantu kok," kata Arin.

Perlahan Hilda memandang Arin dengan mata yang sudah basah karena air matanya sendiri. Tidak tau harus merespon apa. Mungkin saat ini dia memang butuh cerita ke orang, Hilda sudah tidak sanggup memendamnya sendirian.

"Ada masalah apa sama Kak Leo? Bilang ke gue," ucap Arin seperti melindungi adiknya sendiri.

Hilda masih diam cukup panjang mencari kata-kata yang pas untuk diucapkan. "Kemarin aku ke rumah papa, tapi aku gak tau kalau istri baru papa itu ibunya Kak Leo. Dia marah, dia gak terima aku datang ketemu papa. Terus tadi Kak Leo cari ke kelas aku dan marah-marah ngatain aku ngemis ke rumahnya," jeda Hilda menarik napas yang terasa sesak dan sulit. "Kak Leo ngatain aku pengemis di depan semua orang dan bahkan dia sampai—" Hilda tidak mampu melanjutkan lagi.

Arin bisa merasakan luka yang begitu nyata dari sepasang matanya. Hilda mengatakannya dengan pandangan kosong dan nada sedikit bergetar membuat Arin mengerti bahwa yang dialami Hilda itu bukan masalah kecil. Perempuan di depannya itu terlihat begitu rapuh dan tak ada semangat.

"Sampai apa?" tanya Arin ingin tau kelanjutannya. "Sampai Kak Leo bikin lo pingsan maksudnya?"

Hilda menggeleng, mengingat kembali kedatangan Langit yang membelanya meski saat Hilda sadar Langit tidak berada di sekitarnya sekedar melihat keadaannya. Mungkin Hilda terlalu berharap Langit masih peduli padanya. Apalagi tadi Langit sampai membentak Leo dengan kasar dan memukulnya. Hilda ingin sekali melihat bagaimana reaksi Langit, tapi keadaannya yang tiba-tiba pinsang membuat Hilda hanya bermimpi bahwa Langit masih peduli padanya.

"Aku kangen Kak Langit, tadi dia datang ngebela Hilda sampai mukul Kak Leo. Aku kangen Kak Langit, Hilda cuma berharap Kak Langit masih peduli sama Hilda," ucap Hilda menatap lurus sepasang mata Arin.

Kini Arin yang dibuat menunduk dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan. Tiba-tiba hatinya terasa mencelus seperti ada sesuatu yang menyentilnya. Langit adalah kelemahan Arin, dan Arin tidak tau harus merespon apa saat Hilda malah membicarakannya dengan kata-kata yang cukup membuatnya tergores.

Kangen? Peduli? Dua kata yang mampu menyadarkan Arin bahwa Langit masih berada jauh dari jangkauannya. Arin mengaku kalah pada perasaannya. Setelah Kak Shea, ternyata masih ada orang lain yang jauh lebih berpengaruh di kehidupan Langit.

📖📖📖

T
B
C

Vote dan komen sebagai dukungan

See you next part

LANGIT [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang