22. Mama Pulang

1K 75 1
                                    


Sore ini Arin pulang bersama Saka di bawah mendungnya langit di atas motor. Kecepatan laju motornya tidak terlalu cepat, bahkan hanya berkecepatan 30km perjam sehingga membuat Arin menggerutu tidak sabar.

"Ini motor kehabisan bensin atau gimana sih!?" kesal Arin menepuk bahu Saka.

Demi Tuhan, Arin hampir kehilangan kesabaran lantaran ia lapar dan juga dehidrasi berat, apalagi suasana hatinya tidak cukup baik setelah menolak seniornya tadi sewaktu istirahat. Benar-benar hari yang melelahkan.

"Sabar," ucap Saka bernada kalem.

"Makanya motor itu digas Ka, bukan digayuh."

Melirik melalui kaca spion, Saka tersenyum tipis melihat raut wajah Arin yang terlihat sangat kesal. Dia sama sekali tidak membalas celutukan Arin, karena dia memang sangat senang ketika Arin bisa sekesal ini.

"Gue turun sini aja. Cepet, berhenti," suruh Arin menepuk bahu Saka berulah kali seperti layalnya memperlakukan ojol.

"Nggak!" tolak Saka cepat.

"Tapi gue laper Ka, haus!"

"Laper ya makan, haus ya minum," jawab Saka enteng. "Gitu aja marah-marah."

Arin sudah mencapai level kesal tinggat tinggi. Dia sudah tidak bisa mentoleransi sikap konyol Saka yang akan tetap seperti itu sampai dia memiliki anak cucu nanti.

"TURUNUN GUE!!!"

Sontak saja Saka menghentikan motornya secara mendadak membuat Arin terhuyung ke depan sampai keningnya berbenturan dengan punggung Saka.

"Sakit Ka," ringis Arin kesakitan, "kenapa lo berhenti mendadak gitu!?"

Mendengar pertanyaan itu Saka sengaja memiringkan sepeda motornya ke kiri dan ke kanan sehingga membuat Arin harus menyeimbangkan tubuhnya agar tidak jatuh. Arin berpegang erat pada kedua bahu Saka.

"Lo gimana sih? jadi orang tuh konsisten. Katanya suruh berhenti, udah berhenti lo malah marah-marah. Emang serba salah ya gue?"

"Emang!" sewot Arin cepat tanpa pikir panjang.

"Udah, lo turun," suruh Saka kalem.

"Lo tega sama gue Ka?"

"Tega-lah. Lo juga tega nyuruh pacar orang anter-jemput kok," sarkas Saka tanpa sadar membuat Arin terbungkam.

Seharusnya Arin memang tau diri jika sekarang Saka sudah memiliki pacar dan harusnya dia bisa menjaga hati orang lain yang sekarang singgah di hati Saka. Arin tidak bisa menuntut lebih, karena dia hanya sebatas teman kecilnya Saka.

Arin turun dari motor Saka sambil melepas helmnya. "Sorry, harusnya gue nggak ganggu waktu lo."

Setelah ucapan terakhir itu Arin menyebrang jalan mengabaikan Saka yang memanggilnya.

"Rin! Gue bercanda kali!"

Saka itut menyebrang jalan menyusul Arin, tapi Arin sudah keburu menaiki salah satu bus yang lewat membuat Saka menyambak rambutnya frustasi.
Mereka baru saja berbaikan dan sekarang seperti ini lagi.

   📖📖📖

Arin memasuki kamarnya yang terbuka. Dia terkejut memihat mamanya berada di dalam kamar. Arin sampai lupa jika hari ini mamanya pulang dari bekerja.

"Mama udah pulang?" pekik Arin senang.

Arin meju beberapa langkah hingga tiba-tiba dia berhenti saat mamanya menyodorkan lembaran kertas HVS ke arahnya.

"Ini apa?" tanya Rina, mamanya Arin.

"Cuma formulir Ma," jawab Arin kalem sambil mengambil kertas HVS yang berisi formulir pendaftakan calon candidat OSIS yang waktu itu diberikan Langit kepadanya sebagai ganti karena telah merobek formulir miliknya itu.

"Pokoknya Mama nggak suka kalau kamu ikut organinasi itu."

"Iya, Ma."

"Ya udah, kamu mandi terus kita makan bareng ya. Mama bawain oleh-oleh buat kamu," ucap Rina melembut sambil membelai puncak kepala Arin penuh rasa kasih sayang. "Mama cuma nggak mau kamu terlalu capek."

"Iya, Ma."

"Ya udah, Mama siapin dulu ya."

Arin hanya mengangguk kemudian meletakkan tasnya ke sembarang tempat. Mood-nya sedang buruk, tapi mamanya yang baru saja pulang malah membuat perasaan Arin semakin memburuk. Benar-benar hari yang melelahkan untuknya.

Sudah sekitar jam lima sore. Arin segera mandi dan menghampiri mamanya di ruang makan. Arin sedikit terkejut setelah selsai mandi dan mengganti pakaiannya dia mendapati Saka duduk di ruang makan bersama mamanya masih menggunakan seragam putih abu-abu.

"Ngapain lo di sini? Numpang makan?" sebal Arin menatap dengan tatapan permusuhan.

Rina menghela napasnya pelan. Dia sangat tau bagaimana perkembangan Arin dan Saka. Mereka itu seperti anak kandungnya di mana kakak dan adik selalu berantem akan hal-hal kecil.

"Kalian berantem lagi?" interogasi Rina menatap Arin dan Saka secara bergantian.

"Enggak," jawab Saka pelan.

"Iya," jawab Arin justru bertolak belakang dari jawaban Saka.

Melihat mamanya diam, Arin berkata, "udah, ah! Arin mau makan."

Setelah itu tidak ada yang membuka suara kecuali suara denting sendok dan piring yang saling bersentuhan.

📖📖📖

(TBC)

LANGIT [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang