Semilir angin sore menerpa wajah Arin terasa begitu dingin. Dia tersenyum sekaligus menikmati degup jantungnya yang berdetak tak senormal biasanya.
"Lo bisa baik juga Lang?" tanya Arin tiba-tiba setelah tercipta keheningan cukup lama.
Beruntung Arin masih kesal, dia terlalu malas menggunakan embel-embel 'Kak'. Bodoh amat jika Arin dianggap junior yang tidak menghormati seniornya. Ini di luar sekolah, Arin tidak mau seformal ketika di sekolah. Arin ingin berusaha lebih dekat dengan Langit.
"Bisa," jawab Langit singkat. "Karena tadi gue juga bisa sejahat itu bikin anak orang nangis," sambungnya dingin.
Senyum Arin kian memudar. Arin melengos ke samping kiri sambil mencibir dalam diam.
"Rumah lo arah kiri atau kanan?" tanya Langit dingin.
"Kiri, di blok B," jawab Arin sama dinginnya.
Langit menghidupkan lampu sen-nya ke arah kiri sebelum membelokkan sepeda motornya. Dia terus mengikuti petunjuk dari Arin lalu berhenti tepat di depan rumah minimalis modern dengan desain interior putih abu-abu.
"Gue langsung balik."
Arin memperhatikan muka masamnya. "Emang gue minta lo mampir?" guman Arin pelan bahkan hanya menyerupai sebuah bisikan.
Langit menoleh cepat ke arah Arin. Gadis itu berusaha melepas helm-nya.
"Gue masih denger," sungut Langit berubah kesal.
"Bodo amat!"
"Sini gue lepas," kata Langit mengabaikan ucapan terakhir dari Arin. Cowok itu membantu Arin melepas helm-nya membuat Arin sesaat lupa cara bernapas.
Arin mundur satu langkah kemudian menyerahkan helm Langit dengan gerakan cepat. "Gue bisa sendiri," sentaknya.
"Lo lama!"
Arin diam setelahnya. Dia hanya memperhatikan Langit sebelum cowok itu berlalu dari hadapannya.
"Kapok gue dianter pulang sama lo," kesal Arin menbuka pintu gerbang rumahnya.
Arin berjalan melewati halaman rumahnya yang tidak terlalu luas sebelum akhirnya membuka pintu rumahnya tanpa terkunci.
"Dari mana lo?"
Pertanyaan itu Arin abaikan. Saka sudah menunggu Arin di ruang tamu dengan pakaian rumah dan beberapa cemilan. Dia berdiri ketika Arin malah berjalan tanpa mengindahkannya. Seolah-olah Saka tak terlihat sama sekali.
"Napa lo? PMS?" tanya Saka berusaha maklum. Tapi tetap aja. Arin masih diam membisu. Saka segera mengikuti Arin ke kamarnya.
Saka memutar knop pintu kamar Arin ternyata sudah terkunci. Dia mengetuk pintu kamar Arin beberapa kali tapi juga tak kunjung mendapat sahutan.
"Rin, buka dong," pinta Saka mengetuk pintunya lagi.
"Berisik lo! Berisik! Ganggu! Pergi lo!"
Saka mematung menautkan kedua alisnya. Tidak menyangka jika reaksi Arin akan seperti ini.
"Lo marah Rin?" tanya Saka memastikan. "Marah dalam rangka apa?"
Di dalam kamar Arin mengeluh panjang. Dia melonggarkan dasi abu-abunya sebelum mengempaskan tubuhnya di atas kasur lalu menoleh ke arah pintu. "Pikir aja sendiri!"
Saka menelan ludah. Dia tetap berdiri di depan pintu kamar Arin sambil memakan cemilannya memikirkan hal apa yang membuat Arin marah tiba-tiba.
"Lo cemburu karena gue pulang bareng pacar gue?" tanya Saka polos.
Arin membuka pintu kamarnya membuat Saka terkesiap kaget.
"Besok-besok gue bisa berangkat pulang sendiri. Enyah lo," ketus Arin kembali menutup pintu kamarnya.
Saka terbengong setelahnya. Sikap Arin memang kadang kekanak-kanakan, pengen dimanja, marah-marah gak jelas kayak gini, tapi Saka gak punya ada alasan untuk benar-benar mengabaikan Arin.
"Gak usah marah lo! Formulir pendaftarannya udah gue kumpulin!" teriak Saka kemudian berlalu pergi.
Arin tersenyum mendengarnya. Dia jadi teringat lembaran formulir pendaftaran yang diberikan Langit sepulang sekolah tadi. Arin beranjak mengambilnya lalu menaruh di meja belajar.
"Ternyata sadis lo bisa pertanggung jawabkan juga," lirih Arin kemudian senyum-senyum tidak jelas.
📖📖📖Gerka berguling ke samping kiri memperhatikan Langit yang tampak serius belajar di depan laptop. Entah apa yang Langit kerjakan, setahu Gerka besok tidak ada tugas atau pekerjaan rumah.
"Keluar yok! beli makan gue laper," ajak Gerka berganti posisi menjadi duduk.
"Bentar nanggung."
"Bentarnya berapa menit nih, lo belajar mulu tapi kalo soal itung-itungan menit suka ngaret mulu," kesal Gerka melempar bantal guling ke Langit.
Langit melotot tajam. Dia paling tidak suka jika jam belajarnya terganggu, apalagi sama mulut Gerka yang terus bersiaran seperti siaran ulang membuat Langit muak mendengarnya.
"Beli sendiri," suruh Langit ketus.
"Bangke lo! entar gue yang beli lo yang makan. Apakah duniamu seindah itu Sultan!?"
Apalagi ucapan Gerka yang ini. Rasanya Langit ingin menendang Gerka setinggi gunung Everest dan menenggelamkan dia ke dasar segitiga bermuda sampai tak ada bangkainya.
"Mulut lo bisa dikondisikan dulu gak?" sinis Langit setengah kesal.
"Big No!" tegas Gerka melambaikan tangannya. "Lagian ya, gue heran lo belajar mulu tapi yang pinter gue. Gimana kalo nanti gue belajar? yang ada gue jadi orang terjenius mengalahkan Albert Einstein kan ya?"
Hembusan napas berhasil lolos dari mulut Langit. Obat otak Gerka kalau lagi bank ya... turuti aja apa kemauannya. Cowok itu memang setipe anak kecil yang akan terus merengek minta dikabulkam keinginannya jika dia meminta sesuatu. Langit lantas berdiri mengambil kunci motornya.
"Ngapain lo sok-sokan mau cabut padahal belajar aja belom kelar."
Langit menghentikan kegiatannya mengenakan balutan jaket jins demi melihat tampang Gerka.
"Makan! Lo aja belum dikasih asupan tapi energi lo bikin kepala gue mendidih. Cabut! sebelum gue berubah pikiran," balas Langit tak ingin kalah.
Gerka tersenyum senang lalu berkaca sebentar merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Langit itu baik kok, walaupun terkadang baiknya harus dipaksa dulu.
"Kali ini tempatnya gue yang nentuin."
Langit berdecih sambil bergidik ngeri. "Bahasa lo kayak bahasa cewek."
"Cewek juga manusia," bela Gerka tidak terima.
"Serah lo!" pasrah Langit berjalan lebih cepat mendahului Gerka.
📖📖📖
TBC
salam
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT [OPEN PRE-ORDER]
Teen Fiction"KOK, SEMALEM GUE MIMPI SAYANG SAMA LO, YA?" ~Arin "Jangan berharap, atau lo malah terluka nantinya." ~Langit Dia Langit. Langit terlalu jauh digapai Arin. Sikapnya yang dingin membuat Arin harus mengumpulkan seluruh keberaniannya untuk mengatakan b...