"Semakin ingin tau tentangmu, aku semakin terbelenggu memikirkanmu."
________Langit membanting ponselnya di atas kasur kemudian merebahkan tubuhnya sembari menatap langit-langit kamarnya. Lagi, ponselnya berdering menandakan masuknya telepon dari penelpon yang sama. Kali ini Langit mematikan ponselnya, dia tidak ingin diganggu lagi.
"Lang, Lang, Lang, lo harus liat cewek ini. Cantik."
Langit mengubah posisinya menjadi duduk ketika seorang cowok tanpa permisi masuk ke dalam kamarnya lalu menyodorkan sebuah ponsel memperlihatkan apa yang barusan dia katakan. Langit memutar bola matanya malas.
Cowok itu duduk di tepi ranjang Langit.
"Lo tuh! kudu harus wajib move on dari Shea... yang ini nih!" tunjuk cowok itu lagi, "gak ada apa-apanya sama Shea."
"Udah?" Langit sudah jengah dulu mendengar pembahasan Gerka. Dia tidak mau ambil pusing untuk urusan cewek.
"Belom! bentar gue masih ada satu stok lagi."
Melihat Gerka tampak antusias mengenalkan cewek-cewek yang entah dari mana cowok itu dapatkan, Langit memilih mengambil gitarnya yang terletak di bawah samping kiri nakasnya lalu memainkannya tanpa minat.
"Yang ini pasti cantik Lang, gue saranin kali ini lo harus kenalan sama orangnya."
Langit mengerutkan keningnya setelah melihat layar ponsel milik Gerka. Dia menatap tajam ke arah cowok itu.
"Gue tau. Lo pasti kenal 'kan? soalnya dia murid baru, kelas sepuluh, namanya Hilda."
"Lo suka?" Melihat Gerka tak berkedip menatap layar ponselnya, Langit bertanya dengan nada sinis.
"Suka."
"Gue enggak."
"Gue gak nanya lo," sinis Gerka.
"Pergi lo," usir Langit melempar bantalnya ke arah Gerka. Gerka berdiri memasukkan ponselnya ke saku celananya. Dia menatap sebal ke arah Langit. Selalu seperti itu, tidak mau diajak kerja sama.
"Pengumuman belum selesai."
Bak orang berwibawa, Gerka menarik bajunya ke bawah lalu menghembuskan napas sekali lantas membujungkan dadanya ke depan.
"Hari ini, datang pengakuan dari seorang sahabat, bahwa; saya Gerka Bagas Aksara telah mencantumkan nama Arina Labilade dalam agenda masa depan."
Gerka diam lalu menatap Langit karena Langit tak memberikan respons sama sekali. Langit hanya manatap Gerka dengan raut wajah tak terbaca. Mungkin heran.
"Lo serius?" tanya Langit ingin memastikan.
Gerka tersenyum kikuk. "Kalau mbak Labilade mau gue seriusin, kenapa enggak?"
"Bagus," jawab Langit lalu menaruh kembali gitarnya yang tadi sempat dimainkan.
"Bagusnya?" tuntut Gerka mendekat.
"Arin gak bakal mau sama lo."
"Kata siapa? Gue ganteng kok," bela Gerka kemudian kembali mengampil ponselnya. Dia berkaca di depan kaca ponselnya sambil berpose ekspresi bak model majalah.
"Serah lo!" gerah Langit menarik selimutnya hingga menutupi seluruh tubuhnya.
Gerka berdecak lalu pergi meninggalkan kamar Langit menuju kamarnya yang bersebelahan dengan kamar Langit. Mereka bukan saudara, tetapi mereka seperti saudara karena tidur dalam satu atap di kos-kosan yang mereka tinggali dan letaknya tidak jauh dari sekolahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT [OPEN PRE-ORDER]
Teen Fiction"KOK, SEMALEM GUE MIMPI SAYANG SAMA LO, YA?" ~Arin "Jangan berharap, atau lo malah terluka nantinya." ~Langit Dia Langit. Langit terlalu jauh digapai Arin. Sikapnya yang dingin membuat Arin harus mengumpulkan seluruh keberaniannya untuk mengatakan b...