16. Mitos Bersin

980 74 0
                                        

Langit

"Aku tau seberapa sakit seseorang mencoba bersikap baik-baik saja pada kenyataan yang berkebalikannya."
//

Saka bersyukur malam ini dia bisa berbaikan dengan Arin yang sempat marah tanpa alasan padanya walaupun dia harus menguras uang dompetnya.

"Ngapain lo manyun gitu, gak ikhlas?" Arin meletakkan sendok dan garpunya pura-pura ngambek.

"I-ikhas kok... suer?" Saka mendorong piringnya di depan Arin. "Nih! kalo perlu habisin."

"Beneran?" senang Arin matanya tampak berbinar.

Jarang sekali Saka berbuat baik seperti ini dan menuruti kemauan Arin karena biasanya Saka lebih suka membuat Arin kesal setengah mati.

Saka berguman pelan sebelum menjawab, "Udah kenyang gue dimarahin lo mulu."

"Lo bilang apa?" tanya Arin meminta penjelasan.

"Gak pa-pa lo makan aja gue mau angkat telpon," pamit Saka kemudian berlalu entah ke mana.

Angin malam semakin dingin. Hampir sepuluh menit Saka tak kunjung datang menunjukkan batang hidungnya. Arin mengedarkan pandangannya ke depan dan dia melihat Anan bersama pacarnya yaitu Shea.

Entah sejak kapan sejoli itu berada Arin tidak begitu memperhatikannya. Tampaknya mereka menikmati suasana malam ini karena mereka tengah tertawa entah apa yang mereka tertawakan.

Sempat terbesit di pikiran Arin kenapa dia selalu sendiri. Dia merasa iri ketika melihat seseorang begitu bahagia, sedangkan dirinya selalu berkebalikannya. Entah Arin yang tidak pernah bersyukur, tapi Arin tak pernah mendapatkan apa yang Arin inginkan.

"Cowok lo emang sialan ya?"

Arin menoleh ke samping kiru ketika seseorang tiba-tiba menghampirinnya dan itu bukan Saka.

"Cowok gue?" bingung Arin tak mengerti.

Orang itu tidak menjawab. Dia mengambil duduk di sebelah Arin membuat Arin menatapnya merasa tidak nyaman. Arin segera mengalihkan tatapannya ketika ponselnya berdering mendandakan masuknya penelpon.

"Halo Rin! Sorry banget gue ada perlu penting, mendadak, pokoknya gak bisa ditinggalin. Lo tunggu aja situ entar ada ketos yang bakal nemenin lo."

Secepat kilat Arin langsung menoleh ke arah Langit. Cowok itu mengangkat kedua alisnya membuat Arin menghela napasnya.

"Saka, lo baru minta maaf dan sekarang buat kesel gue lagi?"

"Ah! gak denger, gue udah jalan. Nanti aja ya."

"Sa-"

Ucapan Arin terhenti saat sambungan teleponnya diputus secara sepihak. Arin menghela napas panjang, kali ini dia akan memberi perhitungan untuk Saka.

"Gimana? udah jelas?" tanya Langit menoleh ke arah Arin.

"Dia bukan cowok gue," perjelas Arin tak ingin salah paham.

Tak ada jawaban lagi dari Langit. Arin kembali fokus pada makanannya hingga suapan terakhir Arin menutupnya dengan segelas jus mangga.

Arin baru tersadar saat matanya menatap ke depan. Di sana ada Anan dan Shea. Seorang Shea yang notabenenya disukai Langit sedang bercengkrama bahagia membuat Arin melirik ke arah Langit. Cowok itu juga melihatnya, dia melihat objek yang seharusnya tidak dia lihat.

Langit, cowok itu bahkan terlihat tenang meskipun dalam kondisinya yang seperti ini. Mereka tidak tahu bahwa ada orang yang sedang menguatkan hatinya untuk tetap tegar ketika melihat seseorang yang dicintainya bahagia bersama orang lain.

Hakjsss!!!

Langit bersin membuat Arin menoleh. Dia dapat melihat pergerakan tangan kanan cowok itu mengusap hidungnya ke arah kiri dan kanan secara berulang kali.

"Lo lagi mikirin gue?" tanya Langit tiba-tiba yang justru membuat Arin mati kutu.

APA! Dia tau? Bagaimana bisa? Arin memang sedang memikirkannya. Memikirkan kemalangan jalan cintanya yang bertepuk sebelah tangan.

INI MUSTAHIL!

"Apa lo bilang?" pinta Arin untuk mengulangi.

"Lo lagi mikirin gue?" ulang Langit secara lebih jelas lagi.

Arin sedikit ternganga mendengarnya. "Maksudnya?"

"Mitos kalo bersin tiba-tiba padahal nggak flu katanya lagi dipikirin orang."

Perlahan Arin menghembuskan napas tidak kentara. Jadi, Langit tidak sedang membaca pikirannya. Hanya berargumentasi tentang mitos, tapi mitos itu jadi terbukti karena kenyataanya Arin sedang memikirkannya.

"Lo percaya?" tanya Arin heran

"Enggak."

Arin merasa lega. Langit tidak boleh tau jika dia sempat memikirkannya.

"Tapi gue yakin aja, kalo lo lagi mikirin gue."

"Pengen banget gue pikirin?" sinis Arin lalu memalingkan mukanya.

"Cuma mau buktiin aja kalau yang kemadin gue denger benar atau salah."

Arin menoleh cepat menghadap Langit. Dia was-was sendiri merasakan bulu kuduknya merinding.

"Buktiin apa?" penasan Arin

"Lo suka sama gue."

📖📖📖

(TBC)

LANGIT [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang