41. Angin Pagi

1K 74 3
                                    

Selamat membaca kisah Langit
Thanks for 10k readers

****

Arin melompat turun dari motor Anan lalu berdiri tegak memperhatikan Anan yang sedang memarkirkan sepeda motornya. Cowok itu melepas helmnya kemudian ditaruh di atas tangki motor. Keningnya terlipat heran melihat Arin masih berdiri memperhatikan sekelilingnya.

"Ayo buruan! Diem aja lo," ucap Anan menginterupsi. Arin memandangi Anan lalu menghela napas.

"Lo yang sini bantu bukain helmnya," jawab Arin malas. Cowok itu mendekati Arin.

"Manja."

"Manja sama pacar sendiri gak boleh?"

"Oh... sekarang lo udah ngakuin kalau gue pacar lo?"

"Emang kenyataannya gitu kan?" balik tanya Arin membuat Anan diam.

"Iya enggak?" tanya Arin memastikan lagi. Harapannya sih jawabannya enggak, tapi Anan tetaplah Anan. Cowok itu selalu melakukan sesuatu sesuai kemauannya sendiri tanpa memikirkan perasaan orang lain. Cowok itu bergumam mengiyakan menjawab pertanyaan Arin lalu tangannya bergerak melepaskan pengait helm dan melepaskannya dari kepala Arin.

"Jangan sering-sering manjanya," ujar Anan tiba-tiba membuat Arin tersenyum penuh arti.

"Kenapa? Takut baper sama gue?"

"Enggak mungkin," jawab Anan.

"Baper gak pa-pa kali, gue malah seneng."

"Seneng dalam rangka?"

"Yaaa... kayak yang terjadi dalam beberapa kejadian itu. Awalnya sih gak suka, pas orangnya pergi baru ngerasain suka terus nyesel. Itu sih yang namanya karma karena mainin perasaan orang. Cepat atau lambat lo bakal ngerasain itu," kata Arin yakin.

"Sama lo?" tanya Anan tersenyum meremehkan. "Harusnya yang bilang jangan baper tuh gue, bukan lo. Apalagi lo jalannya sama cowok ganteng kayak gue. Langit pasti kalah!"

"Bisa enggak lo gak usah bawa-bawa nama Langit? Sehariii... aja!" ketus Arin sebal. Anan tertawa pelan di sampingnya membuat Arin melengos.

"Jangan cemberut gitu mukanya, udah cantik nanti malah jadi jelek nanti Langit gak mau sama lo gimana?" goda Anan sengaja.

"BODO!"

"Galak dasar!"

"HARUS!!!"

"Gue cium!"

"Langsung gue tampol!" Anan tertawa mendengarnya.

"Kalau cuma ditampol sama lo doang mah gue rela, asal bisa ngerasain gimana rasanya ciuman sama lo!"

Plakkk!!!

Tanpa aba-aba Arin menghadap ke Anan dan menampar cowok itu dengan keras. Wajah Anan yang semula tersenyum geli berubah datar dan memperhatikan Arin dengan tatapan cukup intens. Dia tidak menyangka jika Arin akan bereaksi demikian. Hal yang membuat harga diri Anan tergores, tapi itu jelas tidak sebanding dengan ucapan Anan kepada Arin.

"GINI CARA MAIN LO!?" tanya Arin marah. Kedua matanya memerah.

"Gue bercanda Rin," jawab Anan datar. Di mata Anan saat ini Arin begitu marah dan Anan bisa melihat ada sorot benci terpancar dari kedua matanya.

"BERCANDA LO MELUKAI HARGA DIRI GUE?" Masih berapi-api, cewek itu bertanya dengan nada berteriak.

"Gue kan cuma ngomong, gak sampe melakukan tindakan," bela Anan.

"Oh... jadi cara berpikir lo kayak gini?" Arin masih tidak percaya jika Anan akan memandang ia serendah itu. Walaupun hanya kata ciuman, tapi itu jelas menyentil harga dirinya sebagai perempuan.

"GUE BILANG BERCANDA YA BERCANDA!" Anan kini yang dibuat emosi karena pertanyaan Arin.

"Gak ada ya bercanda sampe bentak-bentak gitu, apalagi ke cewek! Mikir lo!"

"Iya gue minta maaf," kata Anan tulus dengan nada sedikit rendah. "Nggak akan gue ulangi lagi, oke?"

"Eh! Rin, kok pergi sih!?" Anan meraih pergelangan tangan Arin membuat cewek itu berhenti tapi ia tidak mau menatap Anan sama sekali. "Gue beneran minta maaf."

"Heh? Sini hadap ke gue," kata Anan meraih kepala Arin dengan menengkup wajah Arin dengan kedua tangannya agar menghadap ke arahnya. "Gue cuma bercanda dan nggak ada maksud apa-apa. Beneran gue minta maaf kalau lo mikirnya sejauh itu. Gue minta maaf."

Arin menurunkan kedua tangan Anan dari wajahnya. Mencoba mengatur emosinya yang tiba-tiba meledak. Mengatur napasnya menjadi teratur. Arin kemudian menatap Anan dan berujar pelan, "Gue mau pulang."

"Kita baru sampai, lo beneran mau pulang?" tanya Anan. Sorot matanya masih menunjukkan jika cowok itu merasa bersalah karena ucapannya. "Gue beneran minta maaf ya?"

Sekali lagi cowok itu meminta maaf kepada Arin. Tidak bermaksud merendahkan harga diri Arin atau apapun itu. Anan berkata demikian murni karena bercanda dan tidak ada pikiran sejauh itu untuk melukai perempuan seperti apa yang dipikirkan Arin.

"Gue juga minta maaf tadi udah bentak lo," kata Anan. "Sorry. Hari ini gue emang lagi ada masalah, makanya pagi-pagi gini gue udah jemput lo ke rumah. Gue cuma berharap kalau bisa jalan sama lo mungkin bisa mengurangi beban gue, tapi sekarang malah jadi gini. Gue minta maaf, Rin."

Arin masih diam memperhatikan lalu lalang orang di sekitarnya. Anan membawanya di sebuah danau. Tempat yang dipenuhi udara segar di pagi hari. Kata maaf Anan masih menggantung untuk dijawab, tapi selanjutnya ucapan Anan membuat Arin menatapnya tidak percaya.

"Kalau lo emang keberatan sama status kita, hari ini kita bisa putus. Gue udah gak tertarik lagi."

"Jadi sebenarnya buat apa lo jadiin gue pacar kalau lo sendiri sebenarnya udah putus sama kak Shea?" Akhirnya pertanyaan itu keluar dari mulut Arin setelah hanya diam tidak menanggapi ucapan Anan.

"Percuma lo tau, lo juga gak mungkin bantu gue," kata Anan menyembunyikan. "Ayo sekarang gue anter pulang kalau itu mau lo."

Setelah itu Arin hanya diam terpaku. Juga penasaran kenapa Anan malah tidak mengatakan yang sebenarnya. Sebenarnya mau Anan itu apa?

📖📖📖

Maaf update lama.
Kemarin auto disengat tawon😂😂
T
B
C

See you next part

LANGIT [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang