42. Marah

2.4K 117 0
                                    

Cla Pov

Aku kembali ke Indonesia.

Pagi ini kurasakan badanku begitu sakit.

Ah... Ingin sekali aku tak masuk kantor tapi aku tak bisa memperpanjang cutiku.

Kupaksakan untuk berangkat.

Sesampainya dikantor aku duduk dikursi.

Aku teringat sejak pulang dari London aku belum mengaktifkan nomorku.

Aku terkejut melihat pesan dan panggilan yang masuk.

Kubaca pesan yang terakhir.

"kalau kamu sudah pulang, segera temui aku." (Alvaro)

Aku segera berjalan ke arah ruangan Alvaro.

Kulihat ada sekertarisnya di depan, berarti dia ada di dalam ruangan pikirku.

"Alvaro di dalam pak?" tanyaku padanya.

Dia menganguk dan mempersilahkanku masuk.

Aku mengetuk pintunya beberapa kali.

"masuk saja nona." ucap Sekretaris Alvaro.

Aku membuka pintu ruangannya dengan ragu-ragu.

Kulihat Alvaro sedang tertidur di kursinya.

Ah... Dia pasti lembur semalaman.

Aku mendekatinya.

Kuusap wajahnya yang tampak lelah.

Dia sepertinya merasa terganggung dengan perlakuanku.

Dia terbangun, aku mencoba mundur.

Dia menatapku.

"istirahatlah dulu, jangan terlalu memaksa." ucapku.

Dia diam.

"Al.." panggilku.

Dia masih diam menatap kelain arah.

Kudekati dia kembali.

Kepegang pundaknya, namun dia menepis tanganku.

"kamu marah ?" tanyaku kemudian.

Dia masih diam.

"Al... Kamu bicara dong. Aku gk ngerti kalau kamu cuma diam begini." ucapku mulai tersulut emosi.

Dia menatapku tajam.

"untuk apa lagi bicara ?" tanyanya kemudian.

Aku menatapnya tak percaya

"maksud kamu??" tanyaku.

"kemana kamu selama beberapa hari ini? Kenapa kamu gk ada sama sekali ngabarin?" tanya Alvaro.

Aku tertunduk sejenak.

"aku bukan tak berniat mengabarimu, tapi kau lihat sendiri sebelum aku pergi aku sudah berulang kali menghubungimu tapi tak bisa. Apa aku masih salah?" belaku pada diriku.

"apa kau tak bisa menemuiku?" tanyanya balik, kali ini suara Alvaro sedikit meninggi.

"sepertinya kita butuh sendiri dulu." ucapku lalu beranjak pergi.

Dia menahanku.

"apa kau selalu seperti ini? Lari dari masalah?" tanya Alvaro dengan tatapan mengintimidasi.

Aku merasa cengkraman Al pada lenganku begitu kuat sehingga aku sedikit meringis.

"tak ada gunanya kita bicara sekarang, pada akhirnya kita akan bertengkar. Redakan amarahmu dulu baru kita bicara baik-baik." ucapku mencoba melepaskan cengkramannya.

Please Now !!! (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang