32. Maaf dan Pengakuan

2.6K 148 0
                                    

Cla Pov

Setelah telpon kami terputus kini aku beranjak pergi dari tempat dudukku.

Ahk.... Pergelangan kakiku terasa nyeri, namun terus kulanjutkan berjalan.

Akhirnya aku sampai dikantor.

Aku ragu menuju ruangan Alvaro.

"boleh aku menemuimu?" (Me)

Belum ada balasan.

Kutelpon dia. Tak diangkat.

"maaf." (Me)

Tak juga dibalas

Kini aku memberanikan diri ke ruangan Alvaro.

"maaf nona, pak Alvaro melarang." ucap sekretaris Al.

"tolong dong Pak. Tolong bilangin saya ingin bicara." ucapku kemudian.

"maaf, pak Alvaro tak ingin diganggu." ucapnya lagi.

Aku merasa geram.

Aku pergi, setelah itu kembali.

"nona...." ucap sekretarisnya menolak kedatanganku.

"tidak, saya datang bukan mau masuk. Saya hanya ingin mengantar ini." ucapku lalu memberikan surat pengunduran diriku.

Setelah itu aku pergi.

Kutoleh kebelakang, sekretarisnya sudah masuk.

Kupercepat langkahku namun pergelangan kaki yang sakit sudah semakin membengkak dan sakit membuatku lebih lambat.

Lenganku ditarik.

"apa maksudnya ini ?" tanyanya dengan wajah menahan amarah.

Aku tak mengerti kenapa dia begitu marah.

"apa harus seperti ini dulu, baru kau mau menemuiku?" tanyaku tak kalah marah dengannya.

Beberapa karyawan yang lewat berhenti sesekali melihat kami.

Dia menarikku kearah ruangannya.

Ahk.... Teriakku berjongkok memegang pergelangan kakiku.

Dia ikut berjongkok melihat kearah pergelangan kakiku.

Mataku mulai berair menahan nyerinya.

Alvaro menggendongku lalu berjalan masuk keruangannya.

Aku tak perduli dengan perlakuannya, yang kini kurasakan nyerinya sangat sakit.

"cepat carikan tukang urut." ucap Alvaro ketika berpapasan dengan sekretarisnya.

Dia mendudukkanku di sofa.

Dia menatapku bingung.

Aku terus menahan nyerinya, tarikan Alvaro tadi membuat nyerinya kini semakin sakit.

Tak berapa lama kemudian sekretarisnya Alvaro datang bersama seorang wanita paruh baya.

Dia melihat kondisi kakiku.

"wah.. Sudah lumayan ya bengkaknya." ucapnya lalu mencoba  mengobati.

Aku berteriak sekencang-kencangnya.

Sekitar 15 menit wanita paruh baya itu mengurut kakiku.

Berangsur-angsur nyerinya mulai berkurang.

"gimana?? Udah enakan?" tanya wanita itu.

Aku mengangguk.

"oke. Ini letak tulangnya sudah dibalikin. Lain kali hati-hati jangan sampai terkilir lagi." ucap Wanita itu

"iy bu, makasih ya." ucapku mulai menggerak-gerakkan kakiku.

"kalau gitu saya permisi." pamit.

Setelah kepergian wanita itu aku beranjak ingin pergi.

"Trimakasih, tapi sebaiknya aku pergi dari sini." ucapku.

"kita perlu bicara." ucapnya menarik lenganku.

"bicara tentang apa?? Kurasa kita sudah selesai." ucapku dengan tegas.

"kamu jangan kek anak-anak deh Cla ." ucap Alvaro.

"yang seperti anak-anak itu sekarang siapa Al ? Aku atau kamu, yang mengurung diri gk bisa ditemui." protesku terhadap tuduhan Alvaro.

"aku begini karna aku butuh waktu sendiri." ucapnya.

"oh.. Oke. Silahkan." ucapku melepaskan genggamannya.

"ayolah Cla." ucapnya lalu menarikku kembali.

"aku juga butuh waktu buat sendiri Al." ucapku dengan nada lemah.

Dia merenganggakan genggamannya.

Aku pergi meninggalkannya.

----

Sesampainya dirumah mama bingung kenapa aku begitu cepat pulang.

"Cla kurang enak badan ma, Cla istirahat dulu ya." ucapku menuju kamar.

Kurebahkan tubuhku.

Semua rumit.

Aku masuk kealam mimpiku.

Aku terbangun hari sudah gelap.

Akh... Aku tidur sudah terlalu lama, pikirku.

Lalu beranjak untuk mandi.

Setelah mandi aku beranjak ke dapur karna merasa lapar.

"sudah bangun nak, ini ada Alvaro nungguin dari tadi sore." ucap mama melihatku.

Aku terkejut. Aku tak menyangka dia akan datang kerumahku.

"oh... Cla lapar ma, Cla makan dulu." ucapku menghiraukan mereka.

"eh... Alvaro juga tadi belum makan, mama ajakin katanya belum lapar. Yaudah kalian makan aja dulu." ucap mama menarik Alvaro menuju ruang makan.

Setelah itu mama meninggalkan kami.

Disinilah kami makan saling terdiam.

Kurasakan sesekali dia melirikku.

Aku mencoba tenang dan mengabaikannya.

Aku selesai makan.

Kulihat dia juga menyelesaikan makannya.

"sudah selesai?" tanyaku.

Lalu ia menganggukkan kepalanya.

Aku membereskan meja makan.

Setelah itu aku berjalan keruang tamu. Alvaro mengikutiku.

"bicaralah." ucapku sambil memainkan ponselku.

"gk begini caranya." ucapnya lalu mengambil ponselku.

Aku menatapnya tajam.

"maaf." kemudian ucapnya lembut.

Entah kenapa itu terdengar tulus, dan dengan caranya saat ini secepat kilat merubah suasana hatiku.

"iyaiya. Udah." ucapku mengalihkan pandanganku pada yang lain agar tak menunjukkan perasaanku saat ini.

"kamu bilang iya, tapi lihatnya ntah kemana." protes Al.

"Iya Alvaro." ucapku lalu memandangnga.

"berarti kamu gk jadi ngundurin diri kan?" tanyanya kemudian.

"iya, udah puas." jawabku.

"belum, aku ingin dengar kebenarannya semua." tuntut Alvaro.

Aku terkejut mendengar permintaannya.

"Al, denger ya kita itu cuma pura-pura. Kamu gk usah ikut campur deh sama semua urusan aku." ucapku.

"Cla, kamu perlu tau 1 hal, dari awal aku gk pernah main-main sama kamu. Mungkin saat ini kamu belum bisa terima. Tapi aku serius. Kalau gitu aku permisi." ucap Alvaro kemudian pergi.

Aku masih terdiam setelah mendengar pengakuan Alvaro.

----------------------------------------

Please Now !!! (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang