25. Hari Kedua

2.6K 139 1
                                    

Cla pov

Aku mengirimkan pesan pada Alvaro aku tak bisa menemuinya sepulang kerja karna aku baru diajak mama menemaninya kerumah temennya karna keperluan mendadak.

Kulihat layar ponselku tak ada balasan, aku langsung beranjak pulang.

Sampai di rumah kami langsung pergi dengan mama.

Aku tak bohong, mama memang memintaku menemaninya.

Jam 11 malam kami sampai di rumah.

Kulihat ponselku masih tak ada respon dari Alvaro semenjak aku mengirim pesan padanya.

"apa susahnya sih bilang Iya, atau hmm, atau kalau malas bilang y aja, kan bisa." kesalku.

Lama aku menatap langit-langit kamarku hingga tak sadar aku mulai tertidur.

---

Esok paginya saat aku sampai dimejaku, aku melihat sebuah kotak.

"apa ini?" pikirku lalu kuraih kotak tersebut.

Pelan-pelan kubuka.

"what..." ucapku setengah berteriak melihat isinya, mug yang kmaren tak rela diberikan Alvaro ketika aku menginginkannya.

Kuambil catatan didalamnya.

"kemarin sore aku ingin memberikan ini." bacaku.

Aku tersenyum memandangnya.

Segera aku beranjak ke ruangannya ingin membuatkannya kopi seperti biasanya.

Kulihat sekertarisnya didepan ruangannya, dia berdiri lalu membukakan pintu untukku.

"apa Pak Al didalam ?" tanyaku.

Sekertarisnya mengangguk.

"dia lembur dan gk pulang?" tanyaku lagi.

Lagi-lagi dia mengangguk.

Terbersit rasa bersalahku, kenapa tidak kubuatkan dulu kemarin sore sebentar kopinya baru pulang.

Kulanjutkan langkahku masuk.

Kulihat Al sangat fokus pada berkasnya.

"Kau lembur ?" tanyaku menyadarkannya akan kehadiranku.

Dia mengalihkan pandangannya dari berkasnya padaku.

"kau sudah datang. Tolong buatkan aku kopi dan pesankan roti seperti biasanya aku sangat lapar dan ngantuk." ucapnya lalu kembali fokus pada berkasnya.

"maaf." ucapku kemudian.

Dia menatapku bingung.

"maaf, seharusnya kemarin sore aku membuatkanmu kopi." jelasku.

"oh itu. Sudahlah. Sekarang, kamu kerjakan yang aku perintah." ucapnya kembali fokus pada berkasnya.

"tidak... Kau harus menjaga kesehatanmu. Aku takkan membuatkanmu kopi. " ucapku.

Lagi dan lagi dia mengalihkan pandangannya padaku.

"aku tak kan mau." tegasku.

"kau menolak perintahku?" tanyanya kemudian.

"untuk yang satu ini aku menolak." ucapku

"kau mulai berani sekarang?" ucapnya mulai meninggikan suaranya.

Sejenak nyaliku menciut.

Aku berjalan kearah pantry nya.

Aku merasa Alvaro masih memandangku.

Aku membuatkannya Teh hangat.

Kuletakkan dihadapannya.

Dia menatapku tajam.

"aku juga berhak mengaturmu setelah kemarin kau mencoba untuk mengaturku. Tunggu sebentar aku akan membelikanmu makanan." ucapku lalu beranjak pergi meninggalkannya terdiam masih melihat gerakanku.

Tak berapa lama kemudian aku kembali membawa kue dan sekotak susu.

Kuletakkan dihadapannya lalu duduk dihadapannya.

Dia kembali menatapku.

"Silahkan dimakan." ucapku mengingatkannya karna masih memandangku.

"kau tau, yang pertama aku gk pernah suka yang namanya susu. Yang kedua, jangan pernah berharap kamu bisa ngatur-ngatur aku." tegasnya.

"okeyyy.... Berarti kamu juga jangan pernah ngatur-ngatur aku." ucapku menantangnya.

Dia menghembuskan nafasnya kasar.

"kenapa ??? Menyesal berhubungan denganku." ejekku.

"hehh .... Kita lihat nanti, aku atau kamu yang menyesal." ucapnya membalas perkataanku.

"terserah... Sekarang kalau kamu mau hubungan pura-pura ini berlanjut silahkan habiskan. Aku akan menunggu keputusanmu." jelasku santai menanggapi ancaman Alvaro.

Dia meraih bungkusannya dengan kasar.

Aku memandangnya sambil tersenyum kemenangan.

Kuenya sudah habis dilahapnya.

Kini dia mengambil susunya dan mendekatkannya ke mulutnya dengan ragu-ragu.

Aku terkikik melihatnya.

Dia menutup hidungnya lalu mulai meminumnya.

1, 2, 3, 4, 5........ Alvaro segera berlari ke kamar mandi dan memuntahkan susu yang sempat diminumnya, serta sebagian isi perutnya termasuk kue yang baru dimakannya tadi ikut dimuntahkan.

Aku menyusulnya dan berdiri didepan pintu kamar mandi.

Aku tersenyum geli.

Dia menegakkan badannya lagi lalu menatapku kesal.

Dia ingin marah namun perutnya masih bergejolak hingga ia muntah kembali.

Dia kembali menengakkan badannya dia berjalan keluar.

Aku melihat wajah Alvaro memucat dan kulihat dia berjalan mulai gontai.

Aku mulai panik dan mendekatinya menahannya agar tak terjatuh.

Aku membantunya berjalan kearah sofa.

Dia sangat berat pikirku.

Aku panik, tak tau harus berbuat apa-apa.

Aku beranjak mengambilkannya air hangat.

Namun saat kembali Alvaro sudah tak sadarkan diri.

Aku berlari keluar meminta pertolongan.

Untung ada sekertarisnya Al yang berjaga di depan ruangannya. 

Kami membawa Alvaro segera ke rumah sakit.

----------------------------------------

Please Now !!! (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang