07. Pertemua kedua

3.3K 189 0
                                    

Cla pov

Disinilah kami sekarang diruangan super megah.
Wajar pak Alvaro Dimitri adalah pemilik perusahaan ini.
Perusahaan Dimitri berkembang pesat setelah pewarisan perusahaan pada pak Alvaro.
Ayahnya meninggal karna kecelakaan setahun yang lalu.
Sedangkan ibunya tak ada yang tau kabarnya setelah kecelakaan itu.
Kabar tentang keluarga Dimitri dirahasiakan dari publik bahkan karyawan perusahaan ini pun tak ada yang tau.

Biasanya pak Alvaro akan berurusan dengan sekretarisnya jika ada kesalahan pekerjaan.
Tapi kali ini aku dan Dimas bingung.

Dia masuk ke dalam ruangannya.

Ya tadi dia sedang keluar sebentar.
Sekertarisnya mempersilahkan kami masuk dan menunggu di dalam.

" oh. Kalian sudah disini ternyata." ucapnya dingin lalu duduk di hadapan kami.

Aku menatapnya.
Dan aku tersentak.
Tamatlah riwayatku. Pikirku.

Dia menatapku terkejut.
"oh. Pantas saja pekerjaan kalian seperti ini." ucap Alvaro mencampakkan proposal kami ke atas meja dengan nada mengejek.

Aku dan Dimas terdiam.
Yang bisa kulakukan hanya tertunduk.
Bagaimana bisa kesan pertamaku bertemu atasanku dengan pakaian dengan berbelahan dada rendah pada saat itu.

"apa kau ingin menjual tubuhmu ketika menjalankan proposal ini?" lanjut Alvaro dengan dingin sambil mendekatkan wajahnya menatapku yang tertunduk.

"apa, yang bapak maksud ?" tanya Dimas mulai tak terima atas perkataan Pak Alvaro.

"kau tanyakan saja pada dia." ucap Alvaro menunjukku.

Dimas menatapku.
"ada apa Cla?" tanyanya.

Aku menggeleng.

"pura-pura tak mengerti heh...." sindir Alvaro.

Aku mengangkat wajahku.
"pak. Saya mohon maaf jika proposal kami ini ada kesalahan. Nanti kami akan perbaiki. Dan untuk masalah saat itu. Jangan pernah menilai saya, hanya karna bapak melihat sekali itu saja. Maaf. Saya permisi." ucapku tersulut emosi lalu mengambil proposal yang dicampakkan Alvaro tadi, dan keluar dari ruangannya tanpa menunggu jawabannya.

"maaf pak. Saya juga permisi." ucap Dimas lalu menyusulku.

Dimas terus mengejarku.

Aku terduduk dengan kesal dikursiku.

"ada apa sih Cla?" tanya Dimas setelah berhasil menyusulku.

"kau ingat Dim. Saat hari aku pergi dinner sama anaknya temen mamaku yang tempo hari ku critakan yang dia sudah punya pacar dan memintaku hanya berteman." ucapku mengingatkan Dimas.

"iya aku ingat. Apa hubungannya Cla?" tanya Dimas bingung.

"hari itu aku diberikan mama dress untuk kugunakan menemuinya. Aku menggantinya di toilet kantor. Saat itu aku takut ada yang melihatku." ucapku memberi jeda.

"lalu?" tanya Dimas.

"aku berjalan keluar mengendap-endap sambil melihat kekiri dan kekanan. Tanpa sengaja aku menabrak pak Alvaro." jelasku.

"lalu apa maksud perkataan pak Alvaro tadi dengan kau menjual diri ?" tanya Dimas menyelidik.

"dress yang mamaku berikan memang sangat seksi Dim, menampakkan lekukan tubuhku dan berpotongan dada rendah. Aku mengakuinya. Aku juga kesal saat itu kenapa mama memberikan pakaian seperti itu. Tapikan aku saat itu terpaksa." belaku pada diriku.

"astaga karna itu Cla." ucap Dimas mengerti.

Aku mengangguk.

"ya sudahlah. Kalau kau punya kesempatan coba jelaskan pada pak Alvaro. Bagaimanapun juga nasib kita ada ditangannya Cla." saran Dimas.

"untuk apa Dim. Biarkan dia berpikir seperti itu. Aku tak peduli. Aku berharap tak bertemu dengannya lagi." ketusku.

"kau mau dianggap wanita murahan terus Cla?" tanya Dimas.

Aku menggeleng kepala lemah.

"yasudah. Jelaskan padanya." ucap Dimas.

"aku yakin dia takkan mempersulit pemikirannya dengan memikirkanku Dim. Sudahlah." ucapku.

"baiklah. Coba lihat proposalnya. Sini biar aku saja yang perbaiki." ucap Dimas meminta kertas yang sedari tadi kugenggam.

Aku menyerahkannya.

"Dim." panggilku ketika kulihat Dimas akan beranjak.

Dia duduk kembali karna melihat perubahan wajahku.
"ada apa Cla?" tanyanya.

"Putra...." ucapku terputus.

"ada apa lagi dengan dia. Kau masih memikirkannya?" tanya Dimas.

Aku menunjukkan ponselku.

"ini tadikan Cla?" tanya Dimas memastikan.

Aku mengangguk.

"kurasa dia juga masih menyimpan rasa padamu Cla." ucap Dimas.

"itu yang kutakutkan Dim." ucapku.

"sudahlah. Kau tak usah memikirkannya." ucap Dimas kembali berdiri dan beranjak meninggalkanku.

---------------------------------------




Please Now !!! (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang