Aku membuka mataku dengan cepat lalu beranjak duduk memegangi dadaku yang memompa cepat.
Aku segera mengalihkan kepalaku pada sisi ranjang, tidak ada Jimin yang biasanya berada di situ saat aku terbangun.
Hal itu semakin membuatku kalap.
Aku langsung saja menyingkirkan selimut yang menutup tubuhku lalu berlari kearah pintu kamar.
Saat aku membuka pintu kamar, langkahku langsung berhenti melihat Taehyung berada didepanku.
"Apa yang kau--"
"Dimana Jimin?!" Ujarku memotong ucapannya dengan sedikit berteriak.
Aku bisa melihat Taehyung yang memundurkan kepalanya saat aku berteriak padanya, dia menatapku aneh lalu kembali mendatarkan wajahnya. "Jimin sudah meninggal."
Jantungku rasanya berhenti berdetak saat ini juga, tanganku bergetar. "Jangan bercanda!"
"Untuk apa aku bercanda? Peti matinya sudah siap dibawah, aku dan Jungkook akan menguburnya."
Satu tetes air mata turun dari pipiku, aku langsung saja berlari menuruni tangga dengan cepat.
Aku sudah mempersiapkan hatiku untuk melihat peti mati yang Taehyung katakan tadi. Kenapa rasanya sangat menyesal? Aku belum sempat berbuat baik pada laki-laki itu dan dia sudah meninggalkanku?
Kakiku langsung saja berhenti saat aku sampai dibawah.
Tubuhku bergetar, tangisanku pecah seketika melihat Jimin sedang berdiri dibar dapur dengan gelas ditangannya yang baru saja dia minum. Dia terlihat sehat seperti biasanya meskipun ada lilitan perban yang melilit tangannya.
"Yena? Kau sudah bangun?"
Aku berlari kearahnya dengan cepat lalu seketika memeluknya, memeluknya erat seperti dia memelukku semalam.
Tangisanku semakin menjadi, Taehyung sialan!
Jimin meletakkan gelasnya lalu mengelus rambutku, "Ada apa denganmu hm?" Tanyanya lembut yang semakin membuatku mengencangkan tangisanku.
Aku melepaskan pelukannya lalu langsung memukul dadanya, "Kau bajingan! Bagaimana bisa kau tidak mati melawan 3 laki-laki semalam?!" Teriakku tetap menangis.
"Aku membencimu! Jangan memelukku dan menyentuhku lagi!" Lanjutku dengan nafas tersendat karena terus menangis.
Jimin tertawa lalu tiba-tiba menangkup pipiku, "Aku bisa menghabisimu jika kau sangat menggemaskan seperti ini...." Jawabnya dengan tawa yang masih berada diwajahnya yang tampan.
Aku langsung menepis tangannya yang berada dipipiku, "Aku tidak main-main, Jim!"
Tangannya menarik daguku lalu menciumku sekilas dibibirku. "Aku juga tidak main-main dengan ucapanku, Kang Yena."
"Dasar perempuan, begitu saja cengeng." Itu suara Taehyung, refleks aku berbalik menatapnya tajam.
"Taehyung! Aku tidak suka leluconmu! Itu benar-benar tidak lucu!" Teriakku menggema pada ruangan yang luas ini.
Jimin tertawa. "Lelucon apa lagi yang kau buat?" Tanyanya pada Taehyung yang sudah duduk disofa.
"Aku hanya mengatakan kau meninggal dan peti matimu sudah siap dibawah." Jawabnya santai seolah kata-katanya itu adalah hal yang biasa.
Jimin kembali tertawa keras membuatku menonjok perutnya kencang. "Itu tidak lucu!" Balasku tajam.
••
AuthorPOV
Disisi lain seorang laki-laki berbadan tegap dengan tingginya yang sempurna sedang mondar-mandir diruangan kerjanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Preplexity
Fanfiction[SUDAH DITERBITKAN | TERSEDIA DI SHOPEE] Park Jimin, laki-laki yang kukenal dengan ketampanan nya dan sifatnya yang hangat. namun dia mempunyai sisi gelap yang tidak kuketahui.