\35\

15.5K 1.7K 562
                                    

Ini sudah hari ke tiga sejak kejadian Yoongi yang tiba-tiba saja muncul, dan dalam tiga hari itu Jimin belum juga kembali. Sungguh, setiap detiknya aku selalu saja cemas dan khawatir padanya.

Belum lagi, aku juga belum bertemu dengan Yuri selama tiga hari ini. Entah apa yang di lakukan oleh Jungkook saat itu. Tapi sepertinya benar-benar serius karena aku juga sangat jarang bertemu dengan Jungkook. Laki-laki itu selalu di kamarnya, dan akan keluar hanya untuk mengambil makanan lalu kembali masuk ke dalam kamar.

Aku juga belum sempat berbicara dengan Jungkook. Rasanya takut sekali berbicara dengannya, padahal setiap berpapasan dengannya, Jungkook selalu tersenyum padaku meskipun setelahnya ia kembali masuk ke dalam kamar.

Jadi, selama tiga hari ini aku hanya dengan Taehyung. Membicarakan hal randon ataupun bermain playstasion. Taehyung selalu menghiburku dengan mengatakan jika Jimin akan kembali dengan selamat.

Laki-laki itu mengatakannya dengan sangat yakin, tapi tetap saja, jika belum melihat Jimin langsung, aku belum lega. Aku harus melihatnya dulu, lagi pula apa yang Jimin lakukan di luar sana? Bagaimana jika Yoongi membunuhnya dan membuang jasadnya ke jurang atau membiarkannya di makan hewan buas?

Jantungku langsung berdetak dengan kencang jika membayangkan hal itu. Takut, cemas, khawatir dan perasaan aneh lainnya selalu mengikutiku kemanapun setiap detiknya. Mungkin memang benar, aku memang selalu terbiasa dengan Jimin yang berada di sekitarku. Jika seperti ini, rasanya ada yang kosong di setiap hari-hariku.

Seperti sekarang ini, aku memang sedang bermain playstasion dengan Taehyung di ruang tengah. Tapi aku masih merasakan kekosongan itu, jika seperti ini biasanya Jimin berada di sebelahku dengan menarik pinggangku posesif untuk menjaga jarak dengan Taehyung. Aku jadi sangat merindukan hal itu, padahal dulu aku sangat membencinya jika Jimin sangat posesif. Tapi sekarang aku menginginkannya.

"Ahh ini membosankan!" ujarku dengan menyandarkan punggungku pada sofa. Aku meletakkan stik di sisi tubuhku dengan tidak minat.

Taehyung yang masih terfokus pada game itu langsung melotot ke arahku. "Ini belum selesai, Yena!" serunya galak lalu ia kembali menatap laptop dan langsung berdecak dengan kencang. Tatapannya kembali mengarah ke arahku. "Lihat!" tangannya menunjuk laptop yang menunjukkan tulisan game over besar. "Aku jadi kalah karena kau!" omelnya terlihat sangat kesal.

Aku hanya mengangkat kedua bahuku lalu memejamkan mataku. "Aku tidak minat, membosankan." Balasku singkat. Sepertinya Taehyung benar-benar kesal, aku bisa merasakan sofa bergoyang hebat karena gerakannya yang seperti menahan kekesalannya.

"Hah! karena ini lah aku tidak suka jika ada perempuan di markas, sangat merepotkan!" sahutnya yang membuatku seketika membuka mataku dan menegakkan tubuhku untuk menghadapnya.

Mataku melotot, tanganku berkacak pinggang. "Kau pikir aku juga ingin berada di markasmu seperti ini?" balasku tak kalah kesal. "jika saja Jimin tidak menculikku, mungkin aku juga masih hidup dengan normal di kota sana. Bukan malah berurusan dengan laki-laki psikopat seperti kalian di dalam hutan belantara ini!"

"Lalu? Kenapa kau berteriak padaku? Salahkan saja Jimin yang menculikmu."

"Aku ingin menyalahkannya tapi dia tidak ada disini!" tiba-tiba saja mataku memanas, suaraku yang sebelumnya menggelegar menjadi parau, dan sepertinya Taehyung menyadari hal itu. "dimana temanmu itu sampai tidak kembali selama tiga hari, hah?!" aku mengusap air mata yang jatuh di pipiku.

Hawa yang sebelumnya memanas antara aku dan Taehyung, menjadi menyedihkan sekarang. "Aku ingin menyalahkannya seperti yang kau katakan! Tapi bagaimana caraku menyalahkannya jika dia tidak ada disini?!" aku mewek, air mataku tiba-tiba saja turun.

Preplexity Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang