\40\

11.3K 1.6K 339
                                    

Masih dengan setengah kesadaranku dan masih dengan mata yang tertutup, aku menepuk ranjang di sisiku. Saat aku tidak mendapatkan seseorang yang berada di sana seperti biasanya, seketika aku langsung membelakkan mataku dan beranjak untuk duduk.

Mataku semakin melebar saat tidak melihat Jimin di seluruh sudut kamar, mataku memanas, jantungku langsung berdetak dengan kencang. Dengan kesadaran yang sudah penuh, aku beranjak dari tempat tidur dan langsung keluar dari kamar.

Langkahku semakin cepat menuruni tangga untuk menuju ke ruang tengah. Tidak, aku tidak ingin Jimin pergi, aku tidak ingin dia menghilang dari sisiku lagi.

Langkahku terhenti saat kakiku sudah memijak anak tangga terakhir, napasku terengah, mataku semakin berkaca-kaca saat melihat Taehyung, Jungkook, Yuri dan juga Jimin sedang duduk di sofa sambil dengan berbicara sesuatu yang tidak dapat ku dengar sebelumnya.

Seketika mereka mengalihkan perhatian mereka padaku yang masih berada di depan tangga, Jimin mengerutkan keningnya saat menatapku. "Yena? Kau sudah bangun?" ujarnya berdiri sambil dengan tatapannya yang terlihat sangat khawatir.

Aku mengusap kedua mataku yang sudah basah memakai punggung tangan lalu dengan cepat berlari ke arahnya dan langsung memeluk Jimin yang masih berdiri. Jimin terlihat sangat terkejut dengan pergerakanku yang tiba-tiba, "Ada apa denganmu, hm?" ujarnya sambil dengan mengelus rambutku dan menepuk punggungku untuk menenangkanku.

Aku tidak menjawab dan semakin mengeratkan lilitan tanganku pada pinggangnya, kepalaku semakin masuk ke dalam dadanya.

Jimin sepertinya mulai mengerti dengan keadaanku, ia membawaku untuk duduk di sofa dan menyandarkan kepalaku pada pundaknya. Tangannya merangkul di sekitar bahuku dan aku masih belum melepaskan lilitan tanganku pada pinggangnya. "Tidak apa, aku masih disini." Ujarnya lirih, terdengar seperti bisikan untukku.

Mendengar itu membuatku tenang beberapa saat, tapi aku kembali menangis saat Taehyung tiba-tiba saja berseru dengan kejam. "Besok Jimin berangkat! Kang Yena akan kembali di tinggalkan ha ha ha!" serunya yang aku sangat tahu berniat untuk mengejekku. Taehyung memang cepat sekali jika melihat keadaanku, ia seperti membaca apa yang ku pikirkan.

Aku kembali menangis dengan kencang, tanganku semakin mengerat pada pinggangnya dan kepalaku menceruak masuk pada lehernya. Aku tidak tahu raut wajah Jimin karena aku tidak dapat melihatnya, tapi aku yakin ia pasti sedang menertawanku bersama Taehyung sekarang.

"Tenanglah, aku masih disini." Ujarnya menenangkanku, aku bisa mendengar Jimin terkekeh pelan lalu mengangkatku pada pangkuannya. "Jangan melihatnya, ia akan malu." Ucapnya pada Taehyung, Jungkook dan juga Yuri yang aku yakini sedang menatapku dengan tatapan herannya itu.

Aku tidak memperdulikan mereka dan tetap memeluk Jimin, kepalaku aku letakkan pada lehernya. Tangisanku mulai mereda, Jimin terus menepuk punggungku untuk menenangkanku. Setidaknya pagi ini aku masih bisa memeluk Jimin seperti ini, dan Jimin masih selalu mengangkatku pada pangkuannya. Aku tidak tahu apakah besok aku masi bisa pada posisi ini, tapi aku akan terus berusaha untuk tidak membiarkan Jimin untuk pergi lagi!

"Aku kira Yena sedang mimpi buruk tadi," ujar Taehyung yang dapat ku dengar, laki-laki sialan itu, aku benar-benar akan menghabisinya nanti jika dia terus mengatakan hal-hal yang ku benci. "ternyata hanya tidak mau kau tinggal, padahal kau dan Jungkook hanya pergi seminggu. Yuri bahkan tidak masalah melepaskan Jungkook."

"Diamlah, Taehyung. Kau membuatnya semakin menangis." Balas Jimin saat aku kembali menangis setelah aku meredakan tangisanku tadi. Astaga, ini masih pagi tapi kenapa aku terus menangis seperti ini?

"Yena Noona terlihat seperti bayi jika seperti itu." Ujar Jungkook dengan suara polosnya itu. "dan Jimin adalah Ayahnya." Sahut Yuri menambahkan. Tanganku beranjak memeluk leher Jimin, tidak peduli dengan apa yang mereka bicarakan. Yang terpenting sekarang adalah aku tidak akan melepaskannya. Masa bodo jika aku terlihat seperti anak kecil yang merengek pada Ayahnya, tapi aku benar-benar tidak ingin kehilangannya.

Preplexity Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang