\34\ : screaming

16K 1.7K 275
                                    

Aku terus melangkahkan kakiku untuk mundur saat Seokjin berjalan maju mendekatiku. Napasku memburu, jantungku berdetak dengan kencang. Sial, aku keringat dingin. Jika seperti ini aku benar-benar menyesal telah meninggalkan Taehyung di belakang. Bagaimana bisa aku malah tersesat dan bertemu bedebah ini lagi?

"Kau tidak akan bisa kabur dariku," dia mulai berbicara, tatapannya menyapu seluruh tubuhku dengan senyum mesumnya. "tidak ada Jimin disini, kau tidak akan selamat. Lagi pula, mungkin saja Jimin akan mati di tangan Yoongi."

Tanganku terkepal saat Seokjin mulai membicarakan Jimin, mataku memerah. Jantungku semakin berdetak dengan kencang. Tidak, Jimin tidak akan mungkin mati di tangan Yoongi. Seokjin dan Yoongi yang harus mati di tangan Jimin.

Jarak Seokjin semakin dekat, ia menghela napasnya. "Berhentilah melangkah dan menyerah saja, tidak ada bantuan apapun lagi di sekitarmu." Ujarnya dengan kekehan pelan, tangannya terarah untuk ke belakang tubuhnya, mengambil sesuatu yang sukses membuatku membelakkan mataku.

Oh tidak lagi, jangan pistol bius sialan itu.

"Kau ingin menyerahkan diri dengan baik-baik atau ku tembak dengan bius ini lagi?" dia kembali tersenyum. Sungguh, rasanya aku sangat ingin menendang wajahnya yang sangat menyebalkan itu. Sampai kapan laki-laki ini akan terus terobsesi padaku? Lagi pula kenapa dia tidak mencari perempuan lainnya saja untuk menjadi bahan seksnya?

Aku menarik napasku, menyiapkan ancang-ancang untuk kabur dan berlari sekencang mungkin untuk kabur darinya. Aku tidak ingin membuang waktuku lagi hanya untuk berdebat dengan laki-laki gila ini. Aku akan langsung berlari dan mengecohnya.

Tapi sepertinya Seokjin mengetahui rencanaku, tangannya malah beranjak pada peletuk pistol itu. "Jika kau lari aku akan tetap bisa membidikmu, kau akan tetap terbius, Yena." Ucapnya terdengar seperti bisikan. Aku menggigit bibirku gugup, masa bodo, kena atau tidak, aku akan tetap berlari.

Namun baru saja aku ingin mengambil ancang-ancang untuk berlari, dari arah belakang Seokjin tiba-tiba saja muncul Taehyung yang melompat dan menendang kepala Seokjin dengan kaki panjangnya. Mataku membelak sempurna saat Seokjin tersungkur jatuh di hadapan kakiku, pistolnya terlempar beberapa meter darinya.

Aku langsung saja menendang wajahnya dan berlari mengambil pistol bius. Akhirnya harapanku untuk menendang wajah Seokjin terlaksanakan, aku harus berterima kasih pada Taehyung setelah ini. "Dapat!" seruku senang saat pistol bius itu sudah berada di genggamanku. Aku berbalik untuk menatap Seokjin, memastikan jika ia tidak sadarkan diri.

Sepertinya tendangan Taehyung tadi sangat keras sampai membuat laki-laki itu pingsan. Aku menancapkan pistol itu pada leher Seokjin dan menekan pelatuknya hingga peluru yang berbentuk seperti suntikan itu tertancap pada lehernya.

Aku kembali beranjak berdiri dan Taehyung mendekatiku, kami sama-sama menatap tubuh Seokjin yang mulai tidak berdaya itu. Aku melirik Taehyung sebentar lalu langsung berbalik, "Ayo pergi!" ucapku ingin melangkah untuk  berbalik namun suara Taehyung membuatku berhenti dan kembali menghadapnya.

"Pergi apanya hah?! Bantu aku menggotongnya ke markas!" serunya galak dengan menatapku kesal.

Aku mengerutkan keningku tak mengerti. "Menggotongnya? Untuk apa? Tidak mau! Laki-laki itu menyebalkan, kenapa tidak kita tinggalkan saja disini dan menyuruh Jennifer memakannya?" balasku tak kalah galak. Dalam situasi seperti ini, sempat-sempatnya Taehyung berbicara hal konyol. Lagi pula untuk apa membawanya ke markas?!

Taehyung semakin melotot ke arahku. "Turuti saja!" perintahnya sambil mengangkat tubuh Seokjin dan melampirkan tangannya untuk mengalung pada lehernya. Aku mendengus kencang lalu ikut mengaluhkan lengannya pada leherku. Tidak ada pilihan lain, aku tidak ingin kembali berdebat dengan Taehyung.

Preplexity Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang