\31\

17.3K 1.8K 389
                                    

"J-jungkook?"

"Yuri Noona?"

Jungkook dan Yuri saling diam membatu, mata mereka bertemu. Raut wajah mereka benar-benar menunjukkan keterkejutan. Melihat itu membuat Taehyung dan Jimin seketika memutar kedua bola mata mereka malas. Mereka memilih untuk beralih dan beranjak untuk ke kamar masing-masing, meninggalkan Yuri dan Jungkook yang masih diam membatu itu.

Setelah Taehyung dan Jimin menghilang saat menaiki tangga menuju lantai dua, Yuri perlahan berjalan ke arah Jungkook dengan gugup. "A-aku sudah lama tidak—" Jungkook memundurkan tubuhnya saat Yuri akan menggapai lengannya.

"Apa yang Noona lakukan disini?" tanya Jungkook dengan nada dingin, entah kenapa mendengar itu membuat hati Yuri mencelos.

Gadis itu menarik napasnya lalu menatap Jungkook dalam. "Yoongi meledakkan markasku." Ujarnya lirih lalu kembali mendekat pada Jungkook, untuk kali ini laki-laki itu tidak lagi menghindar. Bahkan matanya membola saat Yuri mengatakan jika markasnya di ledakkan.

"Aku hampir mati kemarin, kau tidak khawatir?" sekarang Yuri menggapai lengan Jungkook.

Sungguh, pertahanan Jungkook untuk melupakan Yuri dalam beberapa tahun terakhir langsung kandas begitu saja saat ini juga. Sama halnya dengan Jimin yang mempunyai kelemahan pada Yena, Yuri adalah kelemahan Jeon Jungkook.

Raut wajah Jungkook tiba-tiba saja mengeras, ia mencengkram lengan Yuri dengan erat lalu menariknya. "Kita bicara di kamar."

••

YenaPOV

Aku masih terduduk lemas di sisi ranjang saat pintu kamar terbuka dan menampilkan Jimin. "Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk tidur?" ujarnya mengampiriku.

Kepalaku mendangak saat ia sudah berada di depanku. "J-jimin aku—" bahkan untuk mengatakan aku melihat Yoongi saja, mulutku tidak sanggup mengatakannya. Seluruh tubuhku lemas bukan main sekarang.

Sepertinya Jimin menyadari ketakutan di raut wajahku, ia mengerutkan keningnya lalu mengambil kursi dan duduk di depanku. "Kau kenapa?" ujarnya terdengar khawatir. "kau merasa sakit di suatu bagian? Hm?"

Tangannya menggenggam tanganku erat, matanya yang tajam berubah sendu saat tatapan kita bertemu. Aku memejamkan mataku sejenak, bimbang apakah aku harus mengatakan padanya jika aku baru saja melihat Yoongi di luar markas.

Jika aku mengatakannya, Jimin akan kembali berubah menjadi laki-laki yang waspada seperti saat di apartemen beberapa hari lalu. Belum lagi di tambah dia akan menjadi bertambah posesif padaku dan membatasi seluruh kegiatanku. Bisa-bisa aku tidak di perbolehkan keluar kamar olehnya.

Tapi, jika aku tidak mengatakannya, apakah semuanya akan baik-baik saja? Bagaimana jika laki-laki berkulit pucat itu melakukan hal yang berbahaya lagi?

Aku menarik napas panjang. "Aku baik-baik saja, hanya tidak bisa tidur." Jawabku berbohong. Ya, aku memilih untuk tidak mengatakannya. Aku tidak ingin Jimin menjadi bertambah posesif padaku. Semoga saja Min Yoongi itu tidak melakukan sesuatu yang berbahaya di sekitar markas.

Lagi pula pengamanan markas sangat sulit untuk di tembus. Bahkan markas ini di kelilingi oleh pagar besi yang menjulang tinggi dan pengaman-pengaman lainnya. Yoongi tidak akan pernah bisa membobolnya.

Aku bisa melihat Jimin menghela napasnya, ia terlihat lega saat aku mengatakan hal itu. "Kau membuatku khawatir." Ujarnya lalu beranjak berdiri dan menarikku untuk keluar kamar.

"Ingin kemana?" tanyaku tak mengerti, tapi Jimin tetap tidak mengatakan apapun dan terus berjalan melewati ruang tengah hingga keluar pintu kaca yang terarah ke kolam renang.

Preplexity Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang