\48\ : Kim Namjoon

8.4K 1.2K 328
                                    

Aku berjalan kaku di belakang Hoseok, langkahku terlihat sangat aneh. Aku mengaitkan kedua tanganku sambil dengan menatap punggung Hoseok yang berada di hadapanku. Laki-laki itu membawaku ke atas.

Kamar yang ku tempati dengan Yuri ternyata berada di bawah tanah, dan hanya ada satu jalan keluar yang bisa di lewati untuk keluar dari kedua kamar bawah tanah itu. Aku jadi khawatir dengan apa yang di rencanakan Yuri.

Gadis itu selalu saja mempunyai banyak ide di kepalanya, tapi tidak jarang juga rencananya itu sangat berbahaya. Aku menyentuh peluru bius yang aku letakkan pada saku bagian depan sweater besar yang ku pakai ini.

Aku menghela napas panjang saat aku masih bisa merasakan peluru itu. Tiba-tiba saja Hoseok berhenti, membuatku juga ikut berhenti dan menurunkan tanganku dari saku sweater. Ia lalu berbalik dan menatapku dengan curiga. Seketika jantungku langsung berdetak dengan kencang.

Apa yang di lakukan? Kenapa menatapku seperti itu?

"Apa yang kau lakukan?" tanyanya dengan menyipitkan matanya dan tatapannya yang menatapku dari atas hingga bawah. Rasanya sangat aneh melihat Hoseok seperti ini, meskipun aku tidak begitu mengenalnya, tapi aku tahu ia pasti adalah laki-laki periang. Apa mungkin ia sedang di fase sensitive? Hoseok terlihat sangat galak, itu membuatku sedikit ngeri.

Perlahan kepalaku menggeleng kaku. "T-tidak ada," balasku tergagap.

"Kenapa kau menghela napas? Apa kau pikir kau akan di bebaskan?" intonasi suaranya benar-benar terdengar seperti mengintimidasiku. Tatapannya bahkan menatap tepat di mataku.

Aku sangat ingin menghindari tatapannya, tapi aku selalu ingat jika Jimin selalu mengatakan padaku jika aku harus selalu membalas tatapan seseorang yang sedang berbicara padaku jika ingin terlihat percaya diri.

"A-aku hanya lega keluar dari kamar itu, disana terlalu dingin." Jawabku dengan jantung yang berdebar bukan main. Hoseok kembali menyipitkan matanya dan menatapku dengan tatapan curiganya. Ia lalu kembali berbalik dan ingin berjalan namun aku menahannya. "Eum, boleh aku ke kamar mandi? Aku ingin membersihkan tubuhku." Ujarku bermaksud untuk membersihkan sisa-sisa darah yang masih menempel pada tubuhku.

"Kau bisa membersihkannya di kamar Namjoon." Balasnya tanpa berbalik dan kembali berjalan. Aku berdecak pelan, padahal aku tidak punya niat apapun selain membersihkan darah-darah ini yang sangat menggangguku.

Aku dan Hoseok mulai memasuki ruang tengah setelah berjalan lumayan jauh dari dalam bawah tanah. Seketika aku langsung terpana saat menatap keseluruhan markas mereka. Ini benar-benar mewah tanpa secuil pun kotoran ataupun debu yang menempel di rumah ini.

Jika markas Jimin bernuansa hitam dan putih, markas Hoseok bernuansa emas, yang semakin membuatnya terlihat mewah dan berkilau. Padahal aku yakin lebih besar markas Jimin yang berada di hutan dari pada markas ini, tapi markas Hoseok terlihat seperti istana yang sangat mewah dan megah.

Aku dan Hoseok mulai menaiki tangga, entah kenapa jantungku semakin berdetak dengan kencang setiap aku menaiki anak tangga. Saat aku sudah sampai di atas, aku semakin terpana dengan nuansa rumah ini. Kepalaku bahkan ikut memutar untuk menatap keseluruhan sudut-sudut rumah ini.

"Masuklah," entah kapan tapi Hoseok sudah berhenti dan membuka pintu yang berada di sebelahnya. Aku menatapnya sebentar lalu melangkahkan kakiku untuk masuk. Hoseok ikut masuk setelah menutup pintu di belakangnya.

Mataku membelak melihat Seokjin yang tiba-tiba saja muncul di hadapanku. "Halo cantik," ujarnya dengan tiba-tiba yang membuatku terkejut bukan main. Sial, aku semakin terkejut karena ia semakin tampan setelah bangkit dari kematiannya. "Entah aku yang semakin menumbuhkan ototku atau kau yang semakin mungil, tapi sebelum mengobati Namjoon, kau tidak ingin bercinta denganku lebih dulu?"

Preplexity Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang