\26\

24.3K 1.9K 407
                                    

Aku merintih, mataku sedikit terbuka saat bagian bawahku terasa sangat perih. "Sshh, tidurlah." Aku mendengar suara Jimin dengan tangannya yang mengelus rambutku lembut.

Jimin menarik keluar barangnya itu dari dalam intiku, setelah ia mengeluarkan seluruhnya. Aku merasa sangat kosong dan leluasa, tapi aku masih tidak mempunyai tenaga untuk membuka mataku karena rasa lelah dan nyeri masih menghujani tubuhku sekarang.

Aku memilih untuk kembali tertidur dan menutup mataku, ranjang bergoyang, Jimin beranjak dari ranjang dan menyelimutiku. Lalu aku bisa merasakan bibirnya yang menyentuh keningku lama.

••

AuthorPOV

Jimin menuruni tangga dengan senyum yang terpampang jelas di wajahnya, ia menggosokkan handuk pada rambutnya yang masih basah. Celana jogger dan kaos hitam polosnya menempel pada tubuhnya yang atletis.

Saat ia sampai bawah, ia bisa melihat Taehyung yang berada di dapur dengan seluruh isi dapur yang hancur. Panci yang berada di lantai, kompor yang masih menyala dengan tembok yang berada di belakang kompor gosong sampai berwarna hitam dan kulit telur yang berceceran.                                              

Sungguh, jika Yena melihat ini dia pasti akan meledak.

"Berhentilah mencoba untuk memasak jika kau tidak bisa melakukannya." Ujar Jimin duduk di kursi meja bar. Ia meletakkan handuk itu pada meja lalu mengacak-acak rambutnya.

Taehyung tidak menengok padanya dan tetap berusaha mematikan kompor, "Kau sudah selesai memenuhi kebutuhan biologismu?" kata-katanya terdengar dingin, tapi Jimin tidak menyadarinya karena perasaan bahagia yang menggebu-gebu di hatinya karena permainannya dengan Yena semalam.

"Tentu saja, kaum seperti kita pasti sangat menyukainya." Balas Jimin dengan kekehannya. "Ngomong-ngomong, kapan kau akan menargetkan perempuan untuk kebutuhan biologismu?"

Taehyung menegakkan tubuhnya, kedua tangannya berada di kantong celananya. Ia berbalik dan menatap Jimin dingin,

"Bagaimana jika aku hanya ingin Yena yang memenuhi kebutuhan biologisku?"

Kata-katanya itu hanya sampai pada tenggorokkannya saja dan ia tidak ada keberanian untuk mengucapkannya. "Aku tidak membutuhkannya, melihat Jennifer saja sudah memenuhi kebutuhan biologisku." Jawabnya malas lalu berbalik lagi pada kompor yang belum juga berhasil ia matikan.

Jimin tertawa lalu menggeleng-gelengkan kepalanya, ia beranjak berdiri untuk mengambil kaleng minuman yang berada di dalam kulkas lalu kembali duduk di kursi bar.

"Jungkook belum kembali? Aku tidak melihatnya sejak tadi." Tanya Jimin dengan membuka pengait kaleng dan meminumnya.

Taehyung melompot girang saat ia berhasil mematikan kompor, ia mengambil minuman kaleng yang sama dengan Jimin lalu duduk di depannya. "Mungkin, dia betah sekali bermain PS dengan tuan Kang."

Mendengar itu Jimin menghela napas lega, "Jungkook sepertinya benar-benar menyukai tuan Kang." Balas Jimin kembali meminum minumannya. "saat masih di ruang bawah tanah pun, Jungkook selalu kesana setiap malam untuk bermain PS."

Taehyung tertawa pelan, ia memutar kaleng yang berada di tangannya lalu menatap Jimin yang sedang meminum minumannya. Raut wajahnya terlihat sangat bahagia, tapi Taehyung malah khawatir dengan hal itu. Apalagi sejak Jimin meminjam dasinya, hal itu membuatnya terus berpikiran tentang Yena.

"Ngomong-ngomong apa aku boleh menemui Yena?" tanya Taehyung hati-hati yang langsung membuat Jimin mengalihkan perhatiannya. Jimin menatap Taehyung sebentar, tatapannya terlihat curiga.

"Kau akan kaget dengan penampilannya sekarang jika kau menemuinya." Balasnya dengan dingin, sedikit tidak suka jika Taehyung terlalu memperhatian Yena.

"Kau tidak melakukan kekerasan seksual padanya, kan?"

"Hanya sedikit," Jimin meletakkan kaleng yang sudah kosong itu di meja bar. "Yena pantas mendapatkan konsekuensinya."   

Taehyung menghela napas tak percaya, ia benar-benar tidak habis pikir dengan sahabatnya ini. "Kau bisa melakukan kekerasan denganku dan Jungkook, tapi bukankah keterlaluan jika itu pada perempuan?"

Jimin terkekeh pelan lalu berdiri, "Kau tidak tahu apapun, Taehyung. Aku berhak melakukan apapun pada Yena, kau tahu sendiri jika tuan Kang menyerahkan Yena padaku yang berarti dia sudah menjadi milikku sepenuhnya." Tidak ada nada tajam di suara Jimin, ia hanya mengatakan itu dengan intonasi biasa.

Ia berjalan ke arah tangga, sebelum menaikinya, Jimin berbalik menghadap Taehyung lalu melambaikan tangannya. "Cepatlah cari wanita untuk kebutuhan biologismu, kau akan ketagihan jika sekali mencoba." Serunya dengan tertawa lalu berlalu masuk ke dalam kamar.

Taehyung yang masih duduk di kursi bar, meremas botol kalengnya dengan kencang. Matanya memerah, ada sedikit penyesalan di hatinya saat ia harus terlambat saat tuan Kang menyerahkan Yena padanya 10 tahun lalu, yang berakhir Jimin harus mendapatkannya.                                                 

••

Jimin membuka pintu kamar, alisnya langsung mengerut saat mendapati Yena yang masih menutup matanya dengan selimut yang menyelimuti tubuhnya sepenuhnya. 

Gadis itu belum bangun? Padahal ini sudah hampir pukul 10 pagi tapi kenapa Yena belum membuka matanya?                               

"Yena?" panggil Jimin sambil duduk di sisi ranjang, ia memperhatikan wajah Yena yang sedikit pucat. "Yena kau sakit?" suara Jimin mulai terdengar panik.

Punggung tangannya menyentuh dahi gadis itu, matanya langsung membelak saat ia bisa merasakan dahinya yang sangat panas. "Yena kau bisa dengar aku?" Jimin mengelus pipi gadis itu dengan sedikit menggerakkannya. "Yena kumohon jawab aku!"   

Perlahan Yena membuka matanya, ia menatap Jimin sayu. Bibirnya berwarna putih, wajahnya terasa sangat panas. Ia hanya bisa mengedip dua kali lalu kembali menutup matanya, napasnya tidak aturan.

"Kapan terakhir kali kau  makan?" Yena menarik napasnya, Jimin tahu gadis itu tidak mempunyai tenaga untuk menjawabnya. "Seokjin tidak memberimu makan?"        

Yena mengangguk lirih, dan Jimin bisa merasakan emosinya kembali. Yena tidak makan apapun selama tiga hari, terakhir adalah saat mereka berada di apartemen.

Sialan, bagaimana ia bisa tega menghabisinya semalam dalam keadaan seperti itu?

Jimin mengacak rambutnya frustrasi, rasa bersalah meluap ke seluruh tubuhnya. Apa yang harus ia lakukan sekarang?

"Ingin ku ambilkan makanan? Hm?" Tangan Jimin belum juga beranjak dari pipi gadis itu. Ibu jarinya terus mengelus pipinya yang semakin tirus.

Tatapannya teduh sekaligus khawatir.

Yena kembali membuka matanya, mulutnya terbuka ingin mengatakan sesuatu. "Biarkan aku...," napasnya tersendat-sendat. "Istirahat, aku hanya butuh istirahat." Ujarnya susah payah.

Entah kenapa tapi Jimin merasa jika Yena sedang mengabaikannya sekarang, dan hal itu semakin membuatnya merasa bersalah.

Lagi pula jika ia memaksa Yena untuk makan, gadis itu juga tidak akan mempunyai tenaga untuk mengunyah. Jimin tahu jika seluruh tubuh Yena akan terasa sakit jika ia bergerak sedikit saja.

"Maafkan aku," Jimin mencondongkan tubuhnya untuk mencium kening Yena. "aku akan mengompresmu, cepatlah sembuh."

Ia mengecup pelan kedua mata gadis itu yang tertutup. "aku tidak tahan jika terus melihatmu seperti ini, maafkan aku, Yena. Aku menyesal." Lanjutnya sebelum masuk ke dalam kamar mandi untuk mengambil handuk dan air panas.

tbc,

aku emg ga jadwalin preplexity kya yg cerita sebelah. tp kalian bisa liat di instagram aku @debitaputri, karna sebelum update biasanya aku info in disana dlu sih hihi.

btw kyanya aku udh update 3 kali deh seminggu ini😑😑

-deb

Preplexity Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang