\50\

8.7K 1.3K 317
                                    

Saat pintu terbuka, aku dan Yoongi langsung mengalihkan tatapan kami ke arah pintu. Aku bisa melihat keterkejutan pada raut wajah Yoongi yang menatap Jimin di depan pintu itu. Aku pun tidak kalah terkejut, laki-laki itu terlihat sangat berantakan, tatapannya tajam menusuk saat menatapku yang masih berada di pangkuan Yoongi.

Bukankah Yoongi mengatakan jika Jimin sudah mati?

"Yena," panggilnya dengan suara yang dingin dan penuh penekanan, tatapannya menyuruhku untuk menghampirinya, tapi entah kenapa aku tidak mempunyai keinginan sedikit pun untuk melangkah ke arahnya sedikit pun. Apalagi saat Yoongi maletakkan foto itu di tanganku dan membuatku menggenggamnya dengan erat.

"Beranjaklah," ujar Yoongi  dengan berbisik padaku, aku langsung menurut padanya dan beranjak turun dari pangkuannya. Yoongi ikut beranjak berdiri dan tanpa ku duga sebelumnya, ia menggenggam tanganku.

Tatapan Jimin semakin mengeras, telinganya memerah. Tubuhnya yang penuh dengan darah itu terbujur kaku di depan pintu.

Dari arah luar, aku bisa mendengar keributan yang sangat berisik, diantara keributan itu aku bisa mendengar suara Jungkook, Taehyung dan juga Yuri. Mereka sedang mengepung markas ini, dan untuk pertama kalinya, aku takut. Aku takut pada mereka, aku takut setelah Yoongi mengatakan hal yang sesungguhnya padaku.

"Kang Yena, kau pikir apa yang kau—" Jimin melangkah maju dengan cepat ke arahku dan Yoongi, tapi langkahnya langsung tertahan saat Yoongi mengeluar pistol dari belakang tubuhnya dan menodongkannya pada Jimin.

Yoongi terkekeh, tangannya yang sebelumnya menggenggam tanganku beralih untuk merangkul bahuku dan mendekatkan padanya. "Park Jimin," ujarnya masih dengan kekehan pelan. "kau tidak bisa menyembunyikan semuanya lagi, Yena sudah mengetahui segalanya sekarang."

Aku bisa melihat Jimin yang menatap Yoongi dengan seluruh kemarahannya yang memuncak, ia lalu menatapku, menatap tepat di mataku. Aku merinding di buatnya, sudah sangat lama aku tidak mendapatkan tatapan itu darinya. Jika dulu aku sangat ketakutan dengan tatapan itu, untuk sekarang entah kenapa aku merasa terlindungi dengan Yoongi di sebelahku.

Jimin mendesis. "Kau memanipulasinya." Serunya dengan penuh penekanan.

Yoongi mengangkat bahunya tidak peduli. "Tanyakan sendiri pada Yena, apa aku memanipulasinya?" balas Yoongi dengan senyum sinisnya yang ia berikan pada Jimin.

Aku menatap Jimin, benar-benar masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ku dengar dari Yoongi. "Bukankah kau yang selama ini memanipulasiku, Jim?" sahutku dengan penuh percaya diri pada Jimin. Biasanya aku tidak akan pernah berani mengatakan ini padanya, tapi sepertinya Yoongi benar, seharusnya aku melawannya untuk mendapatkan hak ku.

"Bagaimana bisa kau mengatakan hal itu saat aku terus saja melindungimu dari apapun selama ini?" balasnya dengan sedikit nada tidak percaya.

"Kau mengurungku, bukan melindungiku."

Jimin mendesah panjang, ia berkacak pinggang. Kakinya melangkah untuk mendekat tapi Yoongi semakin menodongkan pistolnya yang membuatnya langsung menghentikan langkahnya. Jimin menatapku dengan tatapan tidak percaya. "Kau telah di manipulasi olehnya Yena, bukankah kau selalu mengatakan jika akan terus mempercayaiku?"

"Aku selalu mempercayaimu, tapi kau tidak pernah mengatakan kejujuran apapun padaku selama ini, Jim. Bukankah aku selalu memintamu untuk berbicara dan mengatakan rencana-rencanamu? Bahkan saat terakhir kali kau meninggalkanku saja, kau tidak mengatakan apapun padaku dan membiarkanku tidak mengetahui apa yang harus ku ketahui."

"Aku mengatakan padamu! Aku mengatakan jika aku menjadi tahanannya!" Jimin menunjuk Yoongi yang berada di sebelahku dengan penuh emosi.

"Aku menahanmu karena kau yang menghampiriku sendiri, Park Jimin." sahut Yoongi dingin, tangannya mencengkram erat pundakku dan membuatku semakin dekat padanya yang masih terus menodongkan pistol itu pada Jimin.

Aku tidak tahu perasaan ini, tapi Yoongi seperti benar-benar melindungiku sebagai kakak. Aku tidak pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya, aku merasa hangat dengan tangan Yoongi yang melilit di pundakku. Hal ini membuatku semakin percaya dengan apa yang ia katakan.

Jimin menggelengkan kepalanya, masih terlihat tidak percaya dan syok. "Yena aku—" entah Jimin memang menjeda kalimatnya atau ia kehabisan kata-katanya, tapi laki-laki itu terlihat sangat frustasi sekarang. "kemarilah, aku memohon padamu. Aku akan menjelaskan semuanya padamu, aku akan mengatakan semua yang aku rahasiakan padamu. Tidakkah kau merindukanku, hm? Apa kau tidak ingat jika hubungan kita sudah sangat jauh?"

Suara Jimin bergetar, dadanya naik turun. Ia terlihat sudah sangat pasrah dengan keadaan, tapi tatapannya tetap tajam dan dingin. Aku tahu, jika Jimin sudah seperti ini, ia benar-benar sedang merengek dan memohon.

Aku sangat ingin menghampirinya, tapi tangan Yoongi yang berada di bahuku mengatakan jika itu adalah hal yang salah. Alhasil aku hanya diam dan menatap Jimin dengan mataku yang memanas.

Jika di katakan rindu, aku sangat merindukannya. Memangnya karena siapa aku keluar dan kabur dari markas seperti ini jika bukan karenanya? Tapi kenapa aku harus kecewa pada Jimin di saat-saat aku akan bertemu dengannya seperti ini? Hal itu sangat menyakiti hatiku saat mengetahui semuanya.

"Yoongi memanipulasimu, saat ini kau sedang terpengaruh olehnya. Katakan padaku, apa yang ia katakan padamu sampai kau tidak mempercayaiku seperti ini?" suaranya terdengar seperti memohon padaku.

Aku menggigit bibirku gugup, ada banyak sekali hal yang ingin kukatakan pada Jimin sejak dulu. Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang ingin kutanyakan padanya. Tapi entah kenapa Yoongi sudah mampu menjawab semuanya saat ini. Apalagi dengan bukti foto yang berada di tanganku saat ini, hal itu sudah sangat cukup untuk menjelaskan padaku.

Waktu cepat sekali berjalan, baru saja aku merindukan Jimin, tapi sekarang aku sudah membencinya. "Yoongi sudah menjawab semua pertanyaanku." Jawabku masih dengan menatap Jimin yang berada beberapa meter di hadapanku.

Jimin menghela napas kasar, lalu dari arah belakangnya, tiba-tiba Yuri masuk dengan keringat yang membasahi tubuhnya. Rambutnya berantakan dan napasku memburu. Ia berdiri di samping Jimin dan menatapku dengan Yoongi.

Gadis itu mengerutkan keningnya. "Lepaskan tanganmu darinya." Ujarnya pada Yoongi dengan geram.

Yoongi kembali mengangkat bahunya. "Aku tidak akan melepaskan tanganku dari adikku sendiri, Yena juga merasa terlindungi dari Jimin saat bersamasaku." Jawabnya yang sukses membuat Yuri membuka mulutnya karena terkejut.

Ia terdiam sebentar lalu tiba-tiba saja tawanya meledak di seluruh ruangan. "Apa? Adik?" Yuri kembali tertawa, bahkan napasnya sampai tersendat karena saking kerasnya ia tertawa. "Kau stress, Min Yoongi. Memangnya sejak kapan Yena mempunyai kakak semacam dirimu?" Yuri lalu menatapku. "Kau pasti sudah di manipulasi olehnya."

Yuri berkacak pinggang, ia lalu menengok pada Jimin yang berada di sebelahnya. Gadis itu membisikkan sesuatu pada Jimin dengan sangat serius. Aku tidak tahu apa yang di katakan Yuri pada Jimin, tapi laki-laki itu langsung terlihat serius dan terkejut. Jimin malah semakin menatapku dengan intens.

Aku menatap Yoongi, tidak ada perubahan pada raut wajahnya. Meskipun begitu aku bisa merasakan Yoongi yang menahan kemarahannya dengan garis rahangnya yang mengeras.

"Yena sepertinya kau sudah harus mengetahui segalanya." Perasaanku tidak enak saat Yuri mengatakan itu dan tangannya beranjak ke belakang tubuhnya. Yoongi sepertinya juga menyadari hal itu dan ia langsung menarik pelatuknya ingin menembak ke arah Yuri tapi tiba-tiba saja dengan kecepatan yang sangat cepat Yuri membanting sesuatu ke lantai dekat kakiku hingga benda bulat itu mengeluarkan asap berwarna pink dengan bau yang sangat menyengat.

Yoongi menarikku untuk mundur dan mencengkram bahuku dengan kuat. Jarak pandang di ruangan ini benar-benar tidak dapat terlihat lagi. Aku menutup hidungku dan memejamkan mataku dengan sangat erat karena asap itu membuat mataku perih.

Yoongi beralih untuk mencengkram lenganku dengan sangat erat dan terus memundurkan langkahku. Saat aku masih terus terpejam dan menutup hidungku untuk menghindari asap itu, aku bisa mendengar suara pintu yang terbuka dan Yoongi langsung menarikku keluar ruangan.

Namun saat aku ingin membuka mataku, tiba-tiba saja aku mendapatkan tamparan yang sangat keras di pipiku. Seketika aku langsung membelakkan mataku dan betapa terkejutnya aku saat yang ternyata menamparku adalah Yuri. Bukankah tadi Yoongi yang menarikku untuk keluar? Sejak kapan Yuri yang beralih menarikku?

"Sadarlah! Kau baru saja di manipulasi olehnya!"

tbc,

Preplexity Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang