Aku menarik napas panjang, lalu tanganku dengan perlahan menekan knop pintu kamar. Saat aku masuk dan menutup pintu di belakangku.
Aku bisa langsung melihat Jimin yang terduduk di sofa dengan celana jins hitamnya dan kaos hitam yang membuatnya beribu-ribu kali lipat lebih tampan dan jantan. Belum lagi di tambah rambutnya yang setengah basah itu ia sisirkan ke belakang hingga dahinya terlihat.
Jimin pasti sudah sejak tadi mandi, perlahan kepalanya terangkat untuk menatapku yang masih berada di depan pintu. Tatapannya tajam mematikan, raut wajahnya terlihat jelas jika dia marah dan siap menerkamku.
Tapi, aku tahu jika dia pasti sedang berusaha untuk menahannya. Aku membiarkan tatapan kita tetap bertemu, kepalaku terus mendangak, berusaha memberitahunya jika aku tidak takut dengannya saat ini.
Lagi pula, aku juga tahu jika Jimin tidak akan berani untuk menghabisiku lagi. Meskipun tadi ia sempat melihatku dan Taehyung dalam posisi yang intim, Jimin tetap tidak akan berani mengambil risiko karena aku baru saja sadar dari tidur lima hari.
"Aku tidak akan mau jika kau menyuruhku ke pangkuanmu." Ujarku langsung saat Jimin sudah membuka mulutnya dan tahu apa yang akan ia katakan.
Jimin sepertinya sedikit terkejut dengan kata-kata ku barusan, mulutnya kembali menutup tapi tatapannya semakin tajam seperti mengulitiku. "Ke pangkuanku sekarang atau aku akan kembali mengikatmu di ranjang." Geramnya.
Baiklah, sekarang pertahananku mulai runtuh. Gertakan Jimin barusan langsung membuatku bungkam dan meremang.
"Kang Yena, aku memperingatimu."
Aku menghela napas panjang dan mulai berjalan ke arahnya. Kau benar-benar lemah jika sudah berada di hadapan Jimin, Yena!
Perlahan aku duduk di pangkuannya, masih dengan kepalaku yang tetap terangkat gagah. Tatapanku padanya acuh tak acuh, aku akan berusaha marah padanya kali ini.
Lengan berotot Jimin menarik pinggangku, membuat jarak kita menipis. Tangannya mengaitkan rambutku ke belakang telingaku, "Bagaimana keadaanmu?"
Sial! Pertahananku untuk marah padanya langsung runtuh begitu saja!
Meskipun begitu, nada bicaranya masih saja tajam. Tatapannya juga semakin dingin. "Kau baik-baik saja bukan?"
"Bagaimana bisa kau sebut baik-baik saja saat kau menghabisiku dengan kejam dan sadis." Jawabku penuh penekanan.
Jimin tidak merubah raut wajahnya, dia benar-benar tidak terlihat menyesal sama sekali. "Kau tahu sendiri konsekuensinya bagaimana, Yena."
Aku memutar kedua bola mataku, "Kau bahkan tidak mendengarkan penjelasanku dulu dan langsung menghajarku tanpa ampun." balasku tak terima.
Aku bisa melihat Jimin terkekeh pelan, ia balas menatapku menantang dengan lengannya yang semakin mengurungku. "Aku tidak butuh penjelasan apapun, memangnya apa yang kau rencanakan? Mengambil pistolnya dengan gerakan panas seperti itu?" balasnya dengan masih ada kekehan di mulutnya
Seketika aku langsung menelan ludahku, sial, bagaimana bisa Jimin mengetahuinya?
Sekarang tatapannya kembali menajam dan tidak ada lagi kekehan mengerikan itu lagi. Permukaan kulitku benar-benar meremang hanya karena tatapannya itu. "Apapun penjelasanmu itu, aku tetap tidak akan bisa menerima. Aku akan membunuh siapa saja laki-laki yang menyentuhmu atau kau sentuh, apa kau pikir juga aku akan diam saja melihat kau dan Taehyung seperti tadi?"
Aku bungkam, perasaan ngeriku kembali menyebar di seluruh tubuhku saat Jimin membahas Taehyung. "Kau tidak mungkin membunuh sahabatmu sendiri." Jawabku berusaha berpikir rasional.
KAMU SEDANG MEMBACA
Preplexity
Fanfiction[SUDAH DITERBITKAN | TERSEDIA DI SHOPEE] Park Jimin, laki-laki yang kukenal dengan ketampanan nya dan sifatnya yang hangat. namun dia mempunyai sisi gelap yang tidak kuketahui.