\46\

10.2K 1.3K 245
                                    

Mulut Hoseok menganga dengan lebar saat melihat Namjoon yang berada di hadapannya. Tiba-tiba saja Seokjin menepuk punggungnya dengan kencang membuat laki-laki itu terdorong kedepan. "Lakukan sesuatu! Kenapa kau terus menatapnya!" seru Seokjin galak dengan melototkan matanya.

Hoseok menatap Seokjin masih dengan tatapan syoknya lalu kembali menatap Namjoon yang terbaring lemah dengan tubuh besarnya itu yang penuh dengan darah dan tubuhnya yang di penuhi juga dengan garisan-garisan luka yang cukup panjang dan dalam itu.

Ia lalu kembali menatap Seokjin. "Apa yang harus ku lakukan?" tanyanya dengan wajah polosnya itu.

Seokjin menghela napas panjangnya, ia lalu berkacak pinggang. "Panggil Yoongi saja, bukankah dia sudah terlatih menjadi dokter?" balas Seokjin yang benar-benar sudah tidak penuh harap dengan Hoseok.

Hoseok mengangguk-angguk lalu berbalik untuk menuju kamarnya, namun belum sampai pintu kamarnya, ia kembali berbalik ke ruang tengah. Seokjin yang melihat itu melototkan matanya. "Ada apa lagi?! Kenapa kembali?!"

"Yoongi sedang mengurus Jimin, dia tidak ingin di ganggu. Aku benar-benar takut untuk menghubunginya kau tahu." Jawab Hoseok dengan tatapan galaknya, namun terlihat sangat lucu. "Jika Hyung berani, Hyung sendiri saja yang menghubunginya." Lanjutnya saat Seokjin ingin membuka mulutnya namun kembali menutup saat Hoseok berbicara.

Seokjin yang mendengar itu bergidik pelan. "Hih, aku lebih baik untuk masuk ke kandang buaya dari pada harus menghubungi Yoongi." Ujarnya dengan kengerian yang mendalam.

Sungguh, Yoongi itu manusia paling menyeramkan menurut mereka. Tidak ada yang lebih menyeramkan di bandingnya, lagi pula, bagaimana bisa Yoongi memeliki sifat yang menyeramkan seperti itu? Tapi, pantas saja ia menjadi mafia nomor satu di Korea, tidak akan ada yang bisa mengalahkannya.

"Lalu bagaimana kita mengatasi ini? Namjoon terlihat seperti ingin mati!" sahut Seokjin lagi yang sekarang berubah menjadi lebih panik. Ia menatap sahabatnya itu yang hanya bisa berbaring di sofa panjang itu dengan merintih menahan kesakitannya itu.

Hoseok berpikir cepat, ia lalu membelakkan matanya. "Kenapa kita tidak memanggil perempuan-perempuan itu saja? Biar mereka yang mengobatinya." Usul Hoseok dengan harapan tinggi.

Seokjin kembali melotot. "Kau gila, hah? Mereka itu perempuan-perempuan ganas, apalagi Kim Yuri itu." Seokjin bergidik. "Dia itu perempuan tanah jahanam, mengerikan!" ujarnya ngeri.

Seokjin mempunyai pengalaman buruk saat menculik Yuri tadi, ia benar-benar tidak ingin bertemu dengan wanita itu lagi. Selamanya, ia tidak ingin berurusan dengan wanita gila itu lagi.

"Yena...," Namjoon bergumam tidak jelas, matanya setengah terbuka saat ia menengokkan kepala pada Seokjin dan juga Hoseok. Mungkin, jika kedua laki-laki itu bisa membaca pikiran, seharusnya ia bisa membaca pikiran Namjoon yang benar-benar sudah tidak tahan dengan kedua sahabatnya itu yang sejak tadi tidak melakukan apapun dan terus mendebatkan hal konyol. "panggil Kang Yena." Lanjutnya dengan susah payah.

Namjoon benar-benar harus mengeluarkan seluruh tenaganya dan harus menahan rasa sakitnya saat ia berbicara sesuatu.

Hoseok yang langsung mengerti apa yang di maksud oleh Namjoon itu seketika langsung berlari keluar ruang tengah untuk memanggil Yena.

...

Sekarang Jungkook dan Taehyung berada di dalam mobil dengan menatap ke arah luar kaca mobil dimana ada sebuah rumah yang terlihat sangat kuno dan lebih terlihat seperti gubuk tua tak terawat.

Namuan siapa yang menyangka jiak di dalam gubuk itu terdapat ruangan-ruangan mewah dan canggih yang tersembunyi di dalamnya.

Ya, mereka sekarang sedang berada di hadapan markas Yoongi. Markas yang dari luar terlihat sangat kuno dan tidak terawat yang terletak di pinggir kota dimana banyak rumah-rumah yang tidak terawat dan di tinggalkan oleh penghuninya.

Taehyung menatap Jungkook sekilas lalu kembali menghadap ke luar mobil. "Kau yakin ini markas Yoongi? Terlihat tidak meyakinkan." Ujar Taehyung dengan sedikit curiga, sangat aneh memang melihat markas dengan bentukan seperti ini. Meskipun Taehyung masih belum tahu apa yang berada di dalam rumah kuno itu, tapi tetap saja ia sangat miris melihat rumah ini dari luar.

Jungkook mengangguk mantap, ia mencengkram erat setir mobil dengan kedua tangannya yang berotot. "Jimin Hyung meletakkan alat pelacak di kalungnya, persis seperti kalung yang di pakai Yena Noona."  Jawab Jungkook menjelaskan.

Lagi pula Jungkook juga sudah mengawasi rumah ini sejak seminggu lalu yang mana hari dimana mereka menjalankan rencana ini dari awal. Sebetulnya Jungkook tidak tega membiarkan Jimin seorang diri menemui Yoongi, Jungkook sudah menawarkan diri untuk ikut dengannya tapi Jimin mengatakan jika Jungkook hanya perlu mengawasinya dan melakukan sesuai rencana.

Taehyung mengelus dagunya, berusaha berpikir keras. Matanya tidak lepas dari rumah tak terawatt itu, alisnya mengerut menandakan jika ia benar-benar sedang berpikir keras. "Ini baru seminggu sejak Jimin menjadi tahanan Yoongi, dan rencana kita untuk menjemput Jimin adalah sepuluh hari sejak hari pertama. Memangnya tidak apa jika kita maju tiga hari lebih awal?" tanya Taehyung lagi pada Jungkook yang juga terlihat sedang berpikir keras.

Mereka bertiga memang sudah merencakan semua rencana dengan sangat matang. Salah satunya adalah menjemput Jimin di hari kesepuluh, tapi ini baru hari ke tujuh dan Taehyung mempunyai perasaan tidak enak dengan itu.

"Jika kita tidak segera menyelamatkan Jimin Hyung, Yena dan Yuri Noona akan semakin berbahaya bersama kelompok Hoseok." Balas Jungkook, ia tahu jika pergerakannya sekarang sudah berada jauh di luar rencana. Tapi tidak ada yang bisa ia lakukan sekarang, ketakutannya pada Yuri yang sedang menjadi tahanan kelompok Hoseok membuatnya benar-benar khawatir.

Kepala Taehyung mengangguk mengerti, ia lalu membuka dashboard mobil dan mengambil jaket denim berwarna hitamnya yang mirip dengan yang di pakai oleh Jungkook. Jika di lihat dari luar, jaket denim ini memang terlihat seperti jaket biasa pada umumnya. Namun jaket yang sedang ia dan Jungkook pakai ini adalah jaket anti peluru yang sangat berguna nanti.

"Baiklah, apa rencanamu setelah ini?" tanya Taehyung sambil dengan mengambil persediaan peluru dan memasukkannya pada pistolnya dengan telaten.

Jungkook ikut mempersiapkan pistolnya dan meneliti peluru-pelurunya yang sudah berada di dalam. "Pertama, kita akan mencoba untuk masuk ke dalam melewati pintu belakang, aku sudah memperhatikan setiap sudut rumah ini selama seminggu dan semoga saja aku tidak akan salah perkiraan."

Kedua laki-laki itu sekarang sedang mempersiapkan seluruh persiapan mereka seolah sedang mempersiapkan senjata-senjata untuk perang besar yang sangat mereka nantikan.

Taehyung mengambil sarung tangan dengan bagian setiap ujung jari bolong itu dan memakaikannya pada tangan kirinya. "Lalu?"

Jungkook menarik resleting jaketnya sampai bagian leher bawahnya. "Kedua, kita akan menuju ruang tahanan. Yoongi mempunyai banyak ruangan di rumah itu dan pintunya terlihat sama persis. Tapi aku tahu dimana Jimin Hyung di tahan." Senyum miring Jungkook terukir di wajahnya yang tampan.

Taehyung mengangguk-angguk mengerti, ia meletakkan satu pistol pada bagian belakang celananya dan satunya lagi ia genggam. "Ada rencana cadangan?" sahut Taehyung lagi yang sekarang sedang meneliti tubuhnya, memperhatikan setiap detail yang ia gunakan agar tidak ada yang tertinggal.

Jungkook terkekeh pelan, ia lalu mengambil tas besar berwarna hitam yang berada di jok belakang mobil. Ia lalu melemparkan tas itu pada Taehyung yang langsung di tangkap oleh laki-laki itu. "Kita akan meledakkan markasnya."

Terlihat senyum bangga yang Taehyung tunjukkan pada Jungkook. "Kau memang sangat ahli dalam hal ini." ujarnya sebelum keduanya membuka pintu mobil dan melancarkan rencana dadakan mereka yang sempurna.

tbc,

bakal sempurna beneran ga yaaa🙈🙈

Preplexity Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang