\38\

13.8K 1.7K 565
                                    

Aku masih diam dan tidak mengatakan sepatah kata apapun sejak Jimin mengatakan hal gila tersebut. Bahkan sampai laki-laki itu sekarang sedang menurunkan tubuhku pada ranjang kamar. Mataku sedikit melirik Jimin dengan ngeri, rambutnya yang masih basah dan wajahnya yang terlihat semakin tampan itu menjadi hidanganku malam ini. Ralat, bukan Jimin yang menjadi hidanganku, tapi aku yang menjadi hidangan santapannya.

Perlahan ia menarik selimut untuk menutupi tubuhku hingga dada. Ia lalu menatapku dan seketika aku langsung mengalihkan kepalaku untuk menatap ke arah lain. Aku bisa mendengar Jimin terkekeh pelan. "Ada apa denganmu, hm?" tanyanya dengan senyum miring yang berada di wajah tampannya itu.

Jimin hanya memakai handuk yang melilit pada pinggangnya itu, dadanya yang bidang dan berotot terpampang jelas di hadapanku. Setiap detiknya, ia terlihat semakin jantan dan tampan saja. Tapi jika ia terus menghabisiku setiap hari, aku mungkin yang akan mati dengan otot-ototnya yang mendominasiku itu.

"Kemana kau setelah ini?" tanyaku padanya, Jimin tampak berpikir sebentar. Tangannya bercakak pinggang, ia terlihat bingung dengan jawabannya sendiri.

"Menemui Jungkook dan Taehyung." jawabnya sambil dengan beranjak duduk di sisiku. Kedua tangannya berada di sisi tubuhku dengan kepalanya yang menunduk untuk menatapku. Senyum mesumnya terlihat jelas di atasku. "Kenapa? Masih kurang? Apa kau tidak lelah?"

Aku memutar kedua bola mataku malas, terlalu lelah untuk meladeninya yang sudah mulai menggerakkan otak mesumnya itu. "Tidak seperti itu," ujarku dengan malas. "apa kau tidak ingin bercerita padaku? Tentang sesuatu atau kemana kau selama hampir sebulan ini?" lanjutku dengan sedikit nada memohon. Selama ini memang tidak bisa di pungkiri betapa rindu dan penasarannya aku pada Jimin yang menghilang selama hampir sebulan.

Tapi Jimin malah kembali tertawa dan ia tiba-tiba saja mengecup sekilas bibirku. "Sepertinya kau sebegitu rindunya padaku, ya?" ia mulai membual. "tapi untuk sekarang aku harus bertemu Taehyung dan Jungkook dulu. Kau tidur, aku akan menceritakannya besok pagi." Jawabnya dengan senyum manisnya itu yang ia tunjukkan padaku.

Entah kenapa jantungku berdebar saat Jimin tersenyum padaku seperti itu, rasanya seperti pertama kali jatuh cinta saja. "Baiklah, aku akan tidur." Balasku dengan sedikit rasa kecewa. Sebetulnya aku sangat ingin Jimin bercerita sekarang, tapi mungkin tidak masalah jika ia akan bercerita besok pagi. Semoga saja ia tidak berceriita sambil dengan menghabisiku lagi.

"Gadis pintar." Ujarnya kembali mengecup bibirku lalu beranjak untuk memakai pakaian santainya lalu keluar kamar. Sebelumnya ia sempat memunculkan senyum manisnya itu padaku sebelum menutup pintu kamar.

Entah kenapa hal itu membuat senyumku ikut mengembang, bahkan meskipun seluruh tubuhku seperti bongkahan kaca yang rawan untuk pecah karena saking sakitnya jika bergerak sedikit saja, tapi senyuman Jimin lebih mampu membuatku luluh.

Laki-laki itu terlihat sangat bahagia, ada apa dengannya? Apa dia berhasil membunuh Yoongi?

Aku benar-benar penasaran dengan semuanya, dari kemana Jimin menghilang sampai apa saja yang ia lakukan, bagaimana dia bertahan hidup atau bahkan dimana ia tinggal. Aku penasaran dengan semuanya, di tambah perkataannya tadi yang mengatakan akan membawakan kepala Seokjin padaku sebagai hadiah.

Apa Jimin benar-benar serius dengan perkataannya itu? Apa Jimin membunuhnya? Tapi kemarin aku memang sempat melihat noda merah seperti darah di tangan dan pakaiannya sebelum ia menghabisiku.

Tiba-tiba saja aku merasa kasihan dengan Seokjin, terakhir kali aku melihatnya ia sangat-sangat lusuh seperti gelandangan. Aneh sekali melihatnya seperti itu, biasanya ia selalu terlihat maskulin dan tampan. Apa laki-laki itu benar-benar sudah mati? Jimin membunuhnya? Tapi apa mungkin?

Jika memikirkan hal itu, ada sedikit rasa takut di hatiku pada Jimin. Jimin adalah laki-laki yang penuh dengan kemisteriusan, bahkan aku yang sudah tinggal bersamanya selama hampir setahun ini masih saja terkejut dengan sifat-sifat Jimin yang belum seluruhnya tunjukkan padaku.

Aku terus memikirkan hal-hal random sampai tiba-tiba saja pintu kamar terbuka, aku terlonjak terkejut karena ku kira jika itu adalah Jimin namun ternyata itu adalah Yuri. Aku menghela napas panjang, entah kenapa setelah memikirkan hal tadi aku menjadi semakin takut dengan Jimin.

"Kau pasti sangat takut jika aku adalah Jimin sampai kau memasang wajah seperti itu."

Seketika aku langsung merubah raut wajahku dan mendatarkannya. Hal itu membuat Yuri terkekeh pelan sambil dengan menutup pintu kamar yang berada di belakangnya lalu berjalan ke arahku.

"Sepertinya kau merasakan apa yang kurasakan beberapa hari lalu." Ujarnya dengan mengangkat-angkat alisnya menggodarku. Aku baru ingin menjawab ucapannya, tapi Yuri lebih dulu melompat ke ranjang yang berada di sebelahku. Hal itu membuat mataku membelak dan langsung memukul keningnya.

"Seluruh tubuhku sakit! Berhentilah membuat gerakan apapun!" omelku padanya namun ia malah menunjukkan sederetan giginya.

Yuri menyampingkan badannya untuk menghadapku dengan tangannya yang ia gunakan untuk menyangga kepalanya. Senyum menggodanya ia tampakkan di hadapanku. Aku memutar kedua bola mataku malas. "Berhentilah, Yuri. Aku mengantuk." Ucapku sudah tahu apa yang akan ia katakan. Ia pasti akan mengejekku.

Senyum menyebalkan Yuri tetap tertampakkan. "Yena, baru beberapa hari yang lalu aku berada di posisimu. Tapi mungkin Jimin lebih parah terhadapmu, ia benar-benar psikopat mesum yang tidak ada tandingannya." Ujarnya entah terdengar bercerita atau hanya mengejekku. Tiba-tiba saja ia mancubit pipiku. "Tapi pasti kau sangat menikmatinya karena kau merindukannya sebulan penuh!"

"Yuri!" seruku dengan kencang sambil dengan menepis tangannya yang mencubit pipiku. Dia ini apa-apan? "berhentilah menggangguku, aku benar-benar lelah kau tahu!"

Gadis itu terkekeh sebentar. "Baiklah-baiklah, aku tidak akan mengganggumu." Ujarnya lalu merebahkan tubuhnya di sampingku. Kami diam sebentar dalam beberapa menit dengan hanya menatap langit-langit atap kamar.

"Apa Seokjin benar-benar sudah mati?" tanyaku random, aku benar-benar tidak bisa menahan rasa penasaranku. Dan aku tahu pasti Yuri mengetahui sesuatu tentang hal itu.

Ia bahkan hanya diam saja sekarang. "Kemungkinan besar dia mati." Jawabnya terdengar lirih. "Kau pasti akan sangat syok saat melihat Jimin kembali ke markas kemarin, ia terlihat sangat marah sampai aku yakin tidak akan ada yang bisa menghentikannya. Ia langsung menuju ke ruang bawah tanah dan kau bisa menebaknya apa yang terjadi."

Mendengar itu membuatku menelan ludahku dengan kasar, jantungku berdetak dengan kencang. Jimin memang sangat menakutkan dan mengerikan. Di dunia ini, tidak akan ada yang bisa menghentikannya, termasuk aku.

Aku bahkan tidak tahu dimana letak ketakutan atau kelemahan Jimin. Bagaimana bisa seseorang tidak mempunyai ketakutan sedikitpun?

"Tapi, kenapa kau mengatakan kemungkinan besar? Apa bisa saja Seokjin masih hidup?" tanyaku lagi, Yuri diam sebentar. Aku menengokkan kepalaku untuk menatapnya yang berada di sisiku. Raut wajahnya jelas menunjukkan jika ia sangat khawatir dan takut akan suatu hal.

Aku kembali menatap langit-langit, sepertinya tahu apa yang Yuri pikirkan. Ia sama takutnya denganku. Selama ini, aku kira Yuri lah yang paling berani menentang Jimin. Tapi pasti ia sama takutnya denganku setelah melihat Jimin membunuh seseorang.

Aku bisa mendengar Yuri menghela napas di sampingku. "Kau akan tahu semengerikan apa Jimin jika sudah menyangkut seseorang yang ia bunuh." Yuri kembali diam, ia menggigit bibirnya. "Kemarin, Jungkook tidak memperbolehkanku untuk mengikutinya ke ruang bawah tanah. Aku memaksa tapi ia malah mengancamku."

Jantungku berdetak dengan kencang, sudah mulai menebak dengan apa yang akan terjadi. Beberapa saat kemudian Yuri kembali berbicara, "dan saat Jungkook kembali, wajahnya terlihat sangat pucat, tangannya berlumuran darah, ia bahkan bergetar saat aku memeluknya. Jika Jungkook sudah seperti itu, ia pasti telah melihat sesuatu yang sangat menakutkan baginya."

tbc,

apakah kalian pgn lanjut??🥺

Preplexity Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang