PAGI ini terasa amat canggung. Alif merasa tidak nyaman dengan sikap Zahra yang sekarang. Zahra sekarang setelah kejadian itu menjadi pendiam, berbicara seperlunya, dan berwajah datar. Biasanya periang dan sangat ekspresif.
"Zahra, kamu mau berangkat bareng saya?" tawar Alif sambil memakaikan dasi yang hari ini terasa sangat susah di pakai.
"Gak usah, mas. Zahra mau dijemput sama Nani" ucap Zahra sambil memasuk-masukan buku-buku kuliahnya.
Zahra menoleh ke arah suaminya yang sedang kesusahan memakai dasi. Entah inisiatif dari mana, Zahra mendekati Alif lalu mengambil alih dasi Alif. Dengan telaten, Zahra memakaikan dasi di leher Alif. Alif membeku sesaat. Ia memperhatikan setiap inchi wajah Zahra yang terlihat indah.
Sejujurnya, jantung Zahra tidak bisa dikontrol saat dekat dengan Alif seperti saat ini. Tapi, sebisa mungkin Zahra bersikap biasa saja.
Setelah selesai memakaikan dasi untuk Alif, Zahra menyambar tas kuliahnya lalu keluar kamar.
Perubahan Zahra drastis bagi Alif. Itu bukan sifat asli Zahra.
Alif menyusul Zahra ke ruang makan. Di ruang makan, Zahra telah duduk dan menyiapkan piring untuk Alif.
Alif duduk lalu menatap Zahra yang sedang mengambilkan nasi untuknya. Sekecewa-kecewanya Zahra, kenapa ia masih bisa bersikap demikian walau dengan wajah datarnya?
Mereka sarapan dalam keheningan. Hanya dentingan antara sendok dan piring yang mendominasi di ruang makan.
Setelah beberapa menit, mereka selesai sarapan.
"Kamu berangkat bareng sama saya aja, Za" Alif berdiri lalu menyusul langkah Zahra
"Gak usah, mas. Nani udah nunggu di perempatan" ucap Zahra dengan nada datar. Jika dalam keadaan biasa saja, pasti Zahra akan sangat bahagia dan berbunga-bunga. Tentunya Zahra tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.
"Tapi, biarin aja temen kamu berangkat sendiri."
"Gak usah, mas. Nani udah nunggu di perempatan." Zahra berbalik dan berdiam diri. Kini posisi mereka berhadapan.
"Bukannya Mas Alif gak mau kalo semua orang tau tentang pernikahan kita?" Alif tertohok dengan kata-kata Zahra.
"Tapi, Za-" ucap Alif terpotong
"Bukannya Mas Alif gak mau orang-orang tau kalo Mas Alif punya istri? Bukannya Mas Alif gak mau semua orang tau kalo Zahra istri mas?" Alif diam tidak berkutik.
Zahra melanjutkan langkahnya keluar setelah mengucapkan salam dan mencium tangan Alif.
"Wa'alaikumsalam" lirih Alif
🌼
"Maaf lama, Nan" Zahra memasuki mobil Nani yang terparkir di dekat perempatan dekat rumahnya dan Alif.
"Iya nggak papa" Nani melajukan mobil menuju kampus mereka
"Zah" panggil Nani yang tetap fokus dengan jalanan di depannya
"Iya?" Zahra menoleh sebentar lalu kembali fokus mengamati pemandangan dari balik jendela mobil di sisi kirinya.
"Kok aku jemput kamu disana sih? Kan disana bukan alamat rumah kamu, Zah"
"Lagi nginep aja di rumah sepupu" alibi Zahra. Dalam hati, Zahra beristigfar karena telah berbohong. Nani mengangguk mengerti.
"Za, ibu kamu masih kasar sama kamu?" tanya Nani
"Gitu deh" ucap Zahra seadanya
"Kenapa gak dilaporin aja ke polisi sih?"
"Aku gak mau ayah lebih salah paham sama aku dan mempermanenkan cap anak durhaka padaku" ucap Zahra
"Kalo aku sih akan laporin ke polisi. Tau rasa tu ibu tiri" ucap Nani sarkas
"Heem" gumam Zahra. Ia sangat banyak pikiran.
🌼
Pintu ruangan Alif terbuka menampilkan Azira yang cantik memakai hijab krem. Azira duduk di hadapan Alif.
"Bapak panggil saya?" tanya Azira pada Alif. Pintu ruangan terbuka untuk menghindari fitnah
"Saya mau bicara, Zira" izin Alif
"Silahkan, pak"
"Kamu mau nggak jadi istriku?" Azira mendongak dengan hati berbunga-bunga. "Istri keduaku?"
Deg!..
🌼
Assalamu'alaikum
Maaf, ya kalo chapter-chapternya pada dikit. Dilanjut di next chapter, ya😉. Voment! Voment!
Tania Ridabani.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Kedua [Dihapus Sebagian]
SpiritualHight Rank~ 1-#islam 1-#spiritual 1-#airmata 1-#allah 1-#cintasegitiga 1-#ikhlas Note: Part tidak lengkap. Empat belas chapter saya unpub termasuk 3 extra chapter. Di unpub bukan karena keperluan penerbitan, tapi karena tahap revisi. Selamat membaca...