Chapter 57🌼

23.4K 1.1K 159
                                    

بسم الله الر حمن الر حيم

🌼

   MIRIS sekali hidupnya. Sebegitu mudahnya menyakiti hatinya dan begitu mudahnya pula air matanya mengalir bak Sungai Nil.

Kini tersisa isakan kecil. Ia gadis lemah. Ia luruh diatas lantai. Raganya sudah tidak kuat untuk bersandiwara kuat lagi. Ia ingin menjadi benar-benar kuat, tapi tak semudah itu.

Zahra sekuat mungkin meredam isakannya. Mirisnya hidup yang dijalaninya. Mengapa ia sesensitif ini? Hanya karena gagal makan malam harusnya Zahra tak usah menangis dan sesakit ini. Harusnya ia tak egois dengan merasa dirinya paling tersakiti.

Ah, masalahnya bukan itu, tapi harapan yang diberikan Alif. Dadanya terasa sesak saat mengingat bagaimana Alif memintanya untuk menunggu makan malam. Setelah menunggu cukup lama, Zahra menyerah. Mungkin Zahralah yang terlalu berharap.

"Zahra, ini teguran dari Allah.." lirih Zahra di tengah isakan tangisnya.

🌼

Alif segera merapikan pakaiannya. Ia bergerak dengan cepat. Ia harus bertemu Zahra pagi ini juga. Dirinya harus bertanggung jawab dan menjelaskan semuanya pada Zahra. Jangan sampai hubungannya semakin pelik.

Semalam Alif tidak bisa pulang ke rumah Zahra karena Azira tertidur pulas dengan melingkarkan tangannya pada tangab Alif dengan begitu erat. Alif terjebak.

"Mas Alif"

Alif yang tengah menghadap cermin, kini berbalik ke belakang dan menghadap Azira yang tengah menunduk sambil memilin ujung hijabnya.

Alif mengerutkan keningnya pertanda dirinya heran. "Ada apa, Zir?"

"Maafin keegoisan Zira, ya. Gara-gara Zira, Mas Alif gak bisa ke rumah Za. Maaf" lirih Azira dengan suara bergetar.

"Gak papa, Zira. Kamu gak usah sedih. Ya udah, Mas mau  ke rumah Za dulu. Nanti Mas gak bisa pulanf kesini, ya. Kamu jaga diri baik-baik. In syaa Allah sebelum pulang ke rumah, Mas sempetin dateng kesini"

Azira mengangguk paham. Ia harus menerima semuanya. Ini resikonya. Resiko yang harus ia tanggung. Jujur, memang hatinya lelah dihancurkan kecemburuan berulang kali, tapi apalah daya. Ini sudah qodarullah yang tercatat sebelum dirinya lahir.

A

zira meraih tangab Alif lalu Alif sendiri mencium kening Azira cukup lama.

"Mas berangkat dulu, ya. Kamu jaga diri dan dedenya baik-baik. Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumussalam"

🌼

Zahra hanya memainkan nasi goreng di hadapannya. Ia rasanya malas untuk sekedar buka mulut dan menelannya. Ya Allah, harus apakah Zahra saat ini? Apakah dirinya telah mendzalimi diri sendiri?

"Non, gak enak ya nasi gorengnya? Kurang apa? Biar bibi tambahin"

Sebuah suara menyeret Zahra kembali pada dunia nyata. Zahra tersenyum kecil lalu menggeleng.

"Nggak kok, Bi. Gak ada yang kurang. Za cuma lagi gak nafsu makan" jawab Zahra begitu lembut. Ia telah duduk di meja makan selama 30 menit dan sarapannya belum dimakan sedikit pun.

Wanita Kedua [Dihapus Sebagian]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang