Chapter 6🌼

25.1K 1.1K 12
                                    

Alif segera melepaskan tangan Zahra dari tangannya. Alif berlari ke dapur untuk mengambilkan kompresan untuk Zahra.

Alif kembali dari dapur lalu meletakan wadah berisi air dan sapu tangan itu di atas nakas sedangkan ia meraih ponselnya untuk menelpon seseorang.

"Assalamu'alaikum, dok" ucap Alif kala telpon tersambung

"Dokter Nowela, istri saya sedang demam, apa dplter bisa ke sini?" sambung Alif

"Baiklah saya cek dulu dengan termometer, tapi jangan putuskan dulu sambungan telponnya"

Alif meletakan ponsel di nakas lalu mengambil termometer di kotak P3K.

Ternyata suhu badan Zahra adalah 40°C. Cukup tinggi yang biasanya 37°C.

Alif meraih ponselnya lalu kembali angkat suara sambil mengompres Zahra sedangkan ponsel diapitnya telinga dan bahu.

"Dok, suhu badannya 40°C. Saya sudah kompres Zahra"

"Minum obat penurun panas? Kalo gak turun panasnya gimana?"

"Ok, makasih dok"

Sambungan telpon pun diputus Alif. lalu ponselnya ia letakan di nakas.

"Zahra kebiasaan deh" ucap Alif sambil mencabut chargeran ponsel Zahra dari stop contact. Kebiasaan buruk Zahra adalah suka tidak mencabut chargeran.

Alif mengusap lembut kepala Zahra yang tertutup hijab. Malangnya gadis ini. Ia mencintai suaminya sedangkan hati suaminya milik perempuan lain.

"Zahra, tolong jangan seperti ini" lirih Alif.

Zahra sudah tenang dari sebelumnya yang bergumam tidak jelas. Kini wajahnya tenang walau masih ada wajah yang pucat.

Mata Zahra perlahan-lahan terbuka. Mata itu mengerjap-ngerjap menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retina matanya.

"Mas Alif.." lirih Zahra.

Sedari sore tadi, Zahra memang sudah merasakan tidak enak badan tapi ia terlalu memaksakan diri.

"Kamu udah bangun?" sahut Alif sambil mengambil kompresan untuk di masukan ke dalam air. Zahra mengangguk lemas.

Zahra mengubah posisinya menjadi duduk dibantu oleh Alif. Zahra meletakan bantal di pahanya.

"Zahra" panggil Alif sambil menatap lamat Zahra.

"Hm?" gumam Zahra

"Sebenarnya kamu rela atau nggak dimadu?" lirih Alif

"Maksud Mas Alif?" sahut Zahra

Alif bergeming. Zahra menghembuskan napas berat.

"Zahra ikhlas kok kalo Mas Alif mau menikah lagi. Zahra kan udah bilang kayak gitu" ucap Zahra dengan suara parau

"Tapi, hati kamu gak sejalan dengan ucapan kamu, Za" Zahra mengernyit bingung.

Zahra hayalah perempuan biasa. Ia tidak ingin di duakan atau menduakan. Zahra ingin Alif tetap miliknya. Miliknya seutuhnya.

Zahra memang tidak ingin dimadu, tapi Zahra tak pernah bilang pada Alif. Zahra hanya bilang pada Allah.

Singat Zahra, ia tidak keceplosan.

"Siapa yang bilang, mas? Zahra ikhlas kok" elak Zahra

"Alam bawah sadar kamu yang mengungkapkan" jelas Alif sambil menunduk lalu menatap Zahra yang terlihat bingung.

"Zahra, saya minta kamu jangan bersikap seolah-olah kuat padahal nggak" Zahra cukup tertohok dengan ucapan Alif.

"Zahra, saya tau kamu gak akan pernah kuat. Mari kita saling melepas. Mungkin kita bisa bahagia. Mu-" ucap Alif terpotong

"Bahagia bagi Mas Alif karena setelah melepas Zahra, maka Mas Alif bisa menikah dengan Azira. Tapi, nggak buat Zahra. Zahra akan menderita"

Air mata Zahra mulai luruh. Ia tak bisa berusaha so kuat. Ia tak sanggup lagi menahan kebohongan ini agar tidak keluar.

"Mungkin bagi Mas Alif, Zahra terlihat egois. Ya, Za memang egois. Za egois dengan mempertahankan rumah tangga tidak bahagia ini. Tapi, apakah salah jika seorang istri ingin mempertahankan rumah tangganya?"

"Zahra, saya udah gak bisa membohongi diri lagi. Saya ud-" ucap Alif lagi-lagi terpotong

"Mas, Za udah bilang kalo Za rela dimadu. Mas gak usah pikirin gimana perasaan Za. Za bisa kendaliin perasaan Za. Mas gak usah khawatir"

Air mata Zahra sungguh tak bisa ditahan lebih lama lagi. Air mata itu menerobos keluar tanpa izin Zahra.

Alif mengusap air mata Zahra lembut.

"Mas, kenapa kamu bersikap lembut seperti ini dan membuat Za semakin jatuh dalam cinta Mas Alif?" lirih Zahra.

Spontan, Alif menarik tangannya. Alif hanya bersimpati menyeka air mata itu agar tidak terus mengalir karenanya.

"Mas, Za mau ke kamar mandi dulu" izin Zahra

Alif hanya mengangguk. Ia masih sibuk mempertimbangkan keputusan terbaiknya.

🌼

Assalamu'alaikum

Hey! Hey! Hey!
Gimana semua kabarnya?
Semoga tetap dalam lindungan Allah, ya💕.

Aku baper lho sama chapter ini?
Kayaknya sedih terus ya cerita ini mah. Perasaan gak bahagia dengan tulus mulu deh. Insya Allah next chapters akan bahagia-bahagiaan😉.

Voment🎉
Voment🎉
Voment🎉

Fii Amanillah (Aamiin)

Tania Ridabani.

Wanita Kedua [Dihapus Sebagian]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang