Chapter 25🌼

24.1K 1K 20
                                    

       MATA yang terpejam beberapa waktu lalu itu akhirnya mengerjap-ngerjap tanda akan terbuka. Mata indah itu melirik ke arah kiri. Terlihat seorang perempuan paruh baya berhijab sedang duduk di sisinya sambil menangis.

"Zahra?" ucap Aryati bahagia karena menantu kesayangannya telah sadar.

Zahra tersenyum lemah. "Bunda.." ucap Zahra dengan suara parau.

"Alhamdulillah kamu sudah sadar, sayang" ucap Aryati sambil menangis bahagia

"Bunda jangan nangis"

"Bagaimana bisa semua luka ini ada pada wajah kamu, nak?"

Zahra menggeleng lemah. Ia tak mau menceritakan semua kejadian kemarin malam pada Aryati. Ia lebih baik merahasiakan semuanya.

"Kenapa bisa nak?" ucap Aryati. Sungguh ia tidak akan memaafkan seseorang yang telah berbuat seperti ini pada Zahra. "Apakah Alif yang melakukan hal ini sama kamu?" ucap Aryati curiga. Sontak Zahra terkejut.

"Nggak, bunda. Mas Alif gak pernah main tangan sama Za." ucap Zahra membela Alif. Aryati tersenyum tulus. Ia tau jika putranya tak akan pernah bermain tangan dengan perempuan. Ia tau sifat putranya. Yang lebih membanggakan adalah menantunya tak membeberkan aib keluarga.

"Lalu luka ini kamu dapat dari mana? Al—"

"Assalamu'alaikum" Aryati dan Zahra menoleh ke arah ambang pintu

"Wa'alaikumsalam" kompak Zahra dan Aryati.

Alif dan Azira berjalan cepat mendekati brankar Zahra. Zahra menyambut kedatangan mereka berdua dengan senyuman lemah.

"Zahra, kamu kenapa?" ucap Alif khawatir. Aryati melirik putranya tajam.

"Harusnya kamu tau Zahra kenapa, Alif. Bukannya kamu malah bertanya pada Zahra kenapa. Kamu kemana hingga membuat Zahra babak belur seperti ini?" ucap Aryati cepat. Alif dan Azira saling tatap.

"Pas kemarin malam Alif nginep di rumah Azira, bun" ucap Alif lirih

"Rumah Azira kata kamu?" Aryati mulai tersulut emosi. "Harusnya jika kamu mau nginep disana kamu kasih tau bunda supaya Zahra gak sendirici rumah. Bun—"

"Bunda, udah bunda. Ini bukan salah Mas Al—" bela Zahra tapi Aryati memotong perkataan Zahra dengan tangannya yang menunjukan Zahra jangan dulu bicara.

"Harusnya kamu pikirin juga Zahra. Harusnya kamu gak egois dengan memikirkan kamu dan Azira aja. Kalian hidup berumah tangga bertiga bukan hanya berdua. Pikirkan juga Zahra. Setidaknya Alif kamu harus menelpon bunda agar bisa menemani Zahra di rumah. Kalo bunda gak bisa, Alika akan menemani Zahra" ucap Aryati kesal dengan kecerobohan putranya.

"Bunda, udah. Tolong, jangan lanjutin, bunda. Ini bukan salah Mas Alif" Zahra terus membela Alif walau ia lemah terbaring di brankar.

Azira hanya terus mendengarkan dengan tundukan kepala. Ia merasa bersalah pada Zahra. Ini semua tak seharusnya terjadi pada Zahra. Ini salahnya yang mengajak Alif menginap di rumah bundanya.

"Lebih baik kalian bulan madu saja sana! Tapi, pas kalian kembali bisa saja keadaan Zahra lebih buruk! Sudah sana pikirin aja kebahagiaan kalian berdua! Jang—" belum genap ucapan Aryati, Alif lebih dulu memotong.

"Cukup, bunda! Alif ngaku salah. Tolong bunda jangan libatkan Azira di dalam masalah ini" pinta Alif

"Tuh kan. Baru aja nikah, kamu berani potong kalimat bunda. Bagaimana bisa gak terlibat? Kamu sama Azira sama saja. Sama-sama egois!"

Deg!

Dada Azira terasa sangat sesak kala  mendengar kalimat 'Kamu sama Azira sama saja. Sama-sama egois!'. Kata-kata tersebut begitu pas menancap ulu hati. Sangat sakit. Air mata tak bisa dibendung. Dalam tundukan kepala, Azira menitikan air mata.

"Bunda, udah. Za mohon" pinta Zahra. Zahra tau kata-kata tersebut akan menyakiti Azira.

"Nggak bisa, Zahra. Bunda harus kasih tau mereka bah—" sanggah bunda.

"Zira permisi" Azira langsung berjalan cepat menuju toilet rumah sakit. Ia tak tahan dengan kata-kata Aryati. Ia takut semakin sakit hati dan malah menjadi dosa ibu mertuanya karena telah menyakiti hatinya.

Saat Alif akan mengejar Azira, suara Aryati menghentikan Alif.

"Bagus! Kejarlah dia! Biarkan Zahra disini merasakan rasa sakit." ucap Aryati dingin.

Zahra khawatir dengan perkataan Aryati yang sedikit tidak di rem. "Bun, biarin Mas Alif kejar Mbak Zira" lirih Zahra hampir menangis.

"Walau kamu menangisi Alif disini?"

Deg!

Perkataan Aryati tak terduga. Zahra bingung harus menjawab apa. Alif tak mendengarkan dengan perkataan bundanya. Ia mengejar Azira. Ia tau istri keduanya itu akan menangis.

"Bunda.." lirih Zahra. Aryati menoleh pada menantu kesayangannya.

"Ada apa, nak?" suara bunda masih terasa datar

"Bunda seharusnya nggak bersikap seperti itu sama Mbak Zira. Luka-luka ini hanya luka kecil. Lagian kemarin itu malam pertama mereka. Biarin mereka bahagia"

"Zah—"

"Bunda... Maaf Za motong perkataan bunda. Za hanya ingin membagi suami Za dengan kekasih sah Mas Alif yang lain. Lagian luka Za gak terlalu parah kok, bun" ucap Zahra diakhiri senyuman membuat Aryati ikut tersenyum. Aryati mengelus pucuk kepala Zahra sayang.

"Bunda bangga sama kamu, Za"

🌼

Assalamu'alaikum

Hay hay semua👋.
Chapter ini memang terkesan lebay. Kalo misalnya gak suka gak papa. Kalian bebas berpendapat. Kalo misal suka ayo voment untuk menyemangati aku. Kalo gak suka ayo voment juga buat koreksi apa sih saran kalian untuk cerita ini agar lebih baik.

Tania Ridabani.

Wanita Kedua [Dihapus Sebagian]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang