AZIRA. Perempuan itu termenung di tepian kasurnya. Hatinya bimbang. Di satu sisi ia menginginkan suaminya menyayangi Zahra, tapi satu sisi lainnya berkata bahwa hati terdalamnya merasakan rasa sakit.
Azira bangkit dari duduknya sambil membawa tas. Ia akan ke rumah Rima pagi ini. Ia merindukan wanita itu.
"Pak Ulo, anterin saya ke rumah Bunda Rima, ya" Ulo yang sedang mengobrol dengan Iryo pun mengangguk sambil membukakan pintu mobil di kursi belakang untuk Azira lalu ia menyusul masuk ke mobil. Mobil itu pun dilajukan menuju kediaman Rima.
"Gak dianter sama Pak Alif, Non?" ucap Ulo berbasa-basi.
"Nggak, pak. Kan Mas Alif nganterin Zahra ke kampus" Azira menatap ke arah luar jendela mobil. Kota Jakarta semakin dipenuhi dengan gedung-gedung pencakar langit.
"Hari ini Nona Zahra ngampus, ya? Tumben diantar sama Pak Alif" celetuk Ulo hingga menarik atensi Azira.
Azira menautkam kedua alis, heran. "Maksudnya, pak?"
"Jadi, Nona Zahra itu sering berangkat sendiri. Tapi, pernah sebelum Nona Zira nikah sama Pak Alif, Nona Zahra sering dianter Pak Alif. Tapi, sekarang jarang bahkan terhitung gak pernah lagi setelah Pak Alif memutuskan menikah dengan Nona Zira"
Astagfirullah
Azira mengusap dadanya yang tiba-tiba terasa sesak. Lagi-lagi karena dirinya hubungan Alif dan Zahra merenggang. Apa hubungan keduanya renggang semenjak kehadiran dirinya di tengah-tengah rumah tangga mereka?
Setelah itu, tak ada lagi percakapan antara mereka. Azira sibuk berdzikir untuk menenangkan hatinya. Hatinya gundah. Ia merasa sangat bersalah karena masuk dalam kehidupan rumah tangga Alif dan Zahra walaupun Alif mencintai Azira.
Ya Allah, akulah si duri dalam rumah tangga lelaki yang kucintai
🌼
Mobil diberhentikan di depan gerbang kampus tempat Zahra berkuliah. Zahra pun mencoba melepaskan sabuk pengaman yang terasa sangat susah di buka. Zahra menggerutu dalam hati kenapa sabuk pengamannya harus susah dibuka di saat-saat seperti ini.
Alif yang memperhatikan kesulitan Zahra pun membantu perempuan 21 tahun itu. Akhirnya Alif membantu Zahra melepaskan sabut pengaman.
Deg.. deg.. deg..
Jantung Zahra mulai nakal. Untuk sekedar bernapas pun terasa susah. Menelan saliva terasa sangat sulit. Zahra memperhatikan setiap inchi dari wajah Alif. Terbitlah senyum di wajah cantik itu.
"Udah" Alif menjauhkan tubuhnya dari Zahra. Alif mengernyit ketika wajah Zahra begitu merah.
"Za, kamu sakit? Muka kamu merah kayak gitu" Alif rasa tidak mungkin jika Zahra kepanasan. Cuacanya belum sepanas itu hingga membuat wajah Zahra memerah.
"Hah? Ah, ng-nggak kok. Za gak sakit. Cuma gerah aja. Iya, gerah" Zahra mendadak gugup di dekat Alif. Salting.
"Ah, kalo gitu Za mau pamit dulu ya, mas" Zahra meraih tangan kanan Alif lalu mencium punggung tangannya. "Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumussalam"
Saat akan membuka pintu mobil, tangan Zahra ditarik pembut oleh Alif. Pria itu menatap wajah Zahra yang juga menatapnya. Zahra semakin gugup.
Alif memberikan senyum manisnya dan itu cukup membuat hati Zahra meleleh. Ia bahagia. Ralat. Maksudnya sangat bahagia. Melihat Alif tersenyum manis membuat hati Zahra menghangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Kedua [Dihapus Sebagian]
EspiritualHight Rank~ 1-#islam 1-#spiritual 1-#airmata 1-#allah 1-#cintasegitiga 1-#ikhlas Note: Part tidak lengkap. Empat belas chapter saya unpub termasuk 3 extra chapter. Di unpub bukan karena keperluan penerbitan, tapi karena tahap revisi. Selamat membaca...