Chapter 35🌼

23.1K 960 42
                                    

     APA aku terlalu egois dengan mempertahankan ini semua? Apa aku harus mundur? Apa harus aku yang mengalah?

Pertanyaan demi pertanyaan muncul seiring dengan air mata yang keluar dari pelupuk mata Zahra. Hati Zahra semakin hari semakin hancur. Ia sadar jika ini memang konsekwensi membagi cinta, tapi apa sesakit ini?

Zahra harus masuk kampus hari ini. Telah beberapa hari Nani tidak diberi kabar olehnya. Zahra khawatir jika temannya itu akan ke rumah orang tuanya dan menanyakan perihal Zahra. Akhirnya Nani akan tau jika Zahra telah menikah. Oh Allah, Zahra belum siap dengan momen itu. Nani pasti akan marah padanya.

Telinga Zahra serasa tuli untuk mendengar percakapan antara Alif dan Azira. Angannya terbang ke sana kemari. Banyak hal yang dipikirkan oleh Zahra. Apalagi soal kuliah. Biaya, biaya, dan biaya. Ingin rasanya Zahra mempunyai penghasilan sendiri untuk membiayai kuliahnya.

Zahra mengeringkan tangannya setelah mencuci piring. Ia menunggu Azira yang membawa lauk pauk ke dapur, tapi Azira tidak kunjung datang.

"Mungkin lagi ngobrol sama Mas Alif" gumam Zahra untuk berpikir positif.

Zahra berjalan menuju ruang makan dan ia hanya mendapati Alif tengah duduk termenung seorang diri.

Mbak Azira kemana?

Zahra menyapu ke seluruh sudut ruangan, tapi ia tidak menemukan Azira. Zahra berjalan untuk meraih beberapa lauk pauk sisa yang belum dimakan untuk di sedekahkan pada pengemis nanti.

"Mbak Zira kemana, mas?" sebenarnya Zahra tidak ingin bertanya karena melihat aura Alif tidak mengenakan, tapi mulutnya terlalu gatal untuk tidak bertanya.

Zahra semakin takut melihat Alif hanya bergeming. Alif tidak menyahut. Hanya diam saja.

Zahra segera membawa lauk pauk ke dapur. Ia tidak mau terlalu ambil pusing soal sikap Alif. Tapi, pikirannya terus berpikir kenapa dengan Alif dan kemana Azira.

Zahra menyiapkan nasi dan lauk pauk untuk dibungkus di kertas minyak. Ia akan membagikan makanan itu kepada pengemis dan sebaginya nanti sambil berangkat ke kampus. Setidaknya ia akan membagikan tiga bungkus tiap ia berangkat ke kampus.

🌼

Rasa sesak masih menyelimuti dada Azira. Entah kenapa ia merasa sangat bersalah dengan tidak terbalasnya cinta Zahra kepada Alif karena Alif lebih mencintai dirinya dibandingkan Zahra.

"Ya Allah, hamba merasa sangat bersalah karena telah menjadi duri di rumah tangga Zahra. Andai saja hamba tidak pernah hadir di kehidupan mereka, mungkin saja mereka telah bahagia. Ini salah hamba" lirih Azira begitu emosional.

Azira sadar betul bagaimana rasanya ketika orang yang dicintai bersama perempuan lain. Azira begitu tau bagaimana sesaknya saat orang yang dicintai berbahagia bersama perempuan lain.

"Bagaimana perasaan Zahra? Mengapa dia rela untuk membagi cintanya?"

Azira duduk di atas kasurnya dengan menekuk lututnya ke atas dan di pahanya ada sebuah bantal. Azira menenggelamkan kepalanya pada bantal di pahanya.

Ya, ia harus pergi ke rumah bundanya hari ini. Ia butuh sandaran seorang bunda saat ini. Ia butuh bundanya untuk bercerita saat ini.

🌼

Alif mulai frustasi dengan semua yang melanda dirinya. Takdir begitu mempermainkan hatinya. Di satu sisi, ia merasa hanya mencintai Azira, tapi satu sisi lagi ia menginginkan Zahra tetap bersamanya. Entah apa yang sebenarnya diinginkan oleh hati.

Ingin rasanya Alif membanting segala yang ada di depannya. Alif melangkahkan kakinya menuju kamar Azira. Ia harus membujuk istrinya itu.

Alif mengetuk pintu kamar Azira. "Zir, mas mau masuk"

Beberapa kali Alif mengetuk pintu di hadapannya, tapi tak ada jawaban sama sekali. Akhirnya Alif memutuskan langsung masuk ke kamar Azira lalu menutup pintu itu setelah dirinya ada di dalam kamar.

"Zira.." Alif melangkahkan kaki menuju tepian kasur dimana Azira duduk sambil menenggelamkan kepalanya ke bantal di pahanya.

Alif duduk di tepian kasur tepatnya di depan Azira. "Zira, kamu nangis, zawjaty?"

Alif yang menyentuh tangan Azira pun, cepat-cepat di tepis oleh Azira membuat Alif terhenyak beberapa saat.

"Zira, kamu kenapa?" tanya Alif hingga Azira mengangkat kepalanya menatap Alif. Mata Azira terus mengucurkan air mata.

"Mas, kamu telah menyakiti seorang wanita sebaik Zahra demi duri rumah tangga kalian" ucap Azira emosional.

"Maksud kamu, Zira?"

Azira menimpuk Alif dengan bantal. Ia pukulkan bantal itu ke tubuh Alif beberapa kali untuk menyalurkan emosinya saat ini pada suaminya. Betapa kecewa dirinya pada suaminya.

"Kamu jahat!!" Azira terus menimpuki Alif dengan bantal sambil menangis.

"Kamu udah buat satu perempuan menangis, maka kamu menyakiti kaumnya, mas. Kamu jahat dengan memberinya harapan yang kamu saja tidak yakin akan terwujud!! Kamu udah buat seorang perempuan menangis tersakiti, mas!!" Azira berhenti memukuli Alif dengan bantal. Ia malah semakin menangis deras.

"Zira, dengarkan mas. Mungkin mas butuh waktu untuk bisa menerima Zahra." Alif menarik Azira dalam dekapannya. Dalam dekapan itu, Azira terus menangis sambil memukul pelan dada bidang Alif.

"Kamu menyakitinya demi aku, mas. Kamu jahat" ucap Azira sambil menangis deras.

"Kamu menyakiti gadis sebaik Zahra. Dia bahkan tidak pantas untuk menitikan air mata karena duri dalam rumah tangganya berhasil merebut cinta suaminya" Azira terus saha menyalahkan dirinya sendiri atas cinta Alif hang berpihak padanya.

"Kamu bukan duri di rumah tangga mas dan Zahra. Ini takdir Allah, Zira" kini Alif membantah.

"Dunia tidak adil pada perempuan sebaik Zahra" Azira menangis di pelukan suaminya.

"Ini takdir Allah, zawjaty"

Di kamarnya, Zahra menatap dirinya di cermin. Ia menarik napas panjang lalu menghembuskannya berat. Ia malas ke kampus hari ini. Saat bertemu Nani nanti, pasti gadis itu akan memberundungnya dengan banyak pertanyaan.

Zahra mengayun langkahnya keluar kamar. Ia begitu cantik dengan gamis warna merah ati dan hijab senada. Zahra menuruni tangganya dengan langkah gontai. Ia terlalu banyak pikiran.

Kemesraan antara Alif dan Azira membuat hatinya memanas. Bagaimana pun ia tetap seorang wanita yang cintanya tidak mau dibagi pada siapapun itu. Apakah Zahra harus pisah rumah dengan Alif dan Azira? Ya, ide ini harus dipikirkan oleh Zahra secara matang-matang. Mungkin saja dengan pisah rumah, kebahagiaan bisa diraih dan tak akan ada hati lagi yang tersakiti. Zahra akan memikirkan ini semua dan mengusulkannya pada Alif dan Azira.

🌼

Assalamu'alaikum

Readers, gimana puas gak sama chapter ini? Moga kalian suka ya sama chapter ini. Next mungkin akan 'sedikit' mengejutkan kalian, hehe. Makanya voment dong biar ana nulisnya semangat. Hehe, kebanyakan nuntut, ya. Voment seikhlasnya aja deh. Ada yang baca aja ana udah bersyukur apalagi yang vote PLUS coment. Subhanallah banget deh readers kayak gitu😆.

Mulai sekarang, update satu kali satu chapter, ya. In syaa Allah, upadate seenggaknya satu minggu dua kali dan maksimal update Senin-Jum'at. Ciiee kaya sinteron aja tayang Senin-Jum'at😅.

Buat kubu Alif-Zahra jangan nastreng dong sama Azira kasihan tau😭. Makasih udah seantusias itu buat mengapresiasi karyaku. Aku terharu. Endingnya bakalan mengecewakan salah satu kubu. Gak tau kubu AlZa gak tau kubu AlAz. Penginnya ending mengecewakan salah satu kubu atau bahagia bersama?

Tania Ridabani.

Wanita Kedua [Dihapus Sebagian]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang