🌼بسم الله الر حمن الر حيم🌼
Selamat Membaca🌼
Vote»Read»Coment»Share🌼
ALIF mengintip Zahra dari luar kamar Zahra. Terlihat Zahra menatap kosong di balkon ke arah depan. Tatapan Zahra begitu kosong. Alif tidak bisa melihat arti tatapan Zahra itu. Alif tak pernah melihat Zahra sedown ini.
Azira berjalan mendekati posisi Alif bersama Aryati.
"Alif, bagaimana sama Zahra?" tanya Aryati begitu khawatir. Keadaan Zahra semakin buruk di matanya.
Alif menggeleng sebagai tanda tidak ada perubahan yang lebih baik dari Zahra. Padahal sudah 3 minggu setelah kematian Hartati, tapi Zahra masih bersikap sama. Kegiatannya hanya menatap kosong. Bahkan Zahra tidak ingin masuk kuliah dan tidak ingin dihubungi oleh siapa pun. Ponselnya saja tak pernah disentuh.
Alif sungguh tidak tega melihat Zahra seperti itu. Zahra bagaikan patung. Semua orang khawatir melihat keadaan Zahra.
"Coba deh bunda bicara sama Zahra, ya" bujuk Azira. Mungkin saja dengan Aryati, Zahra mau bicara. Zahra bahkan sangat pendiam saat ini. Rutinitasnya hanya diam dan menangis.
"Ya udah deh. Bunda coba ngobrol sama Zahra, ya" Aryati melangkah masuk untuk bicara pada Zahra. Semoga berhasil.
"Za" Aryati duduk di sebelah Zahra. Zahra meraih tangan Aryati lalu mencium punggung tangannya. Setidaknya Zahra masih ingin untuk mencium tangannya.
"Kita ke toko bunga yuk. Bunda ada rencana buat beli mawar putih" Zahra menggeleng sambil menatap kosong ke arah depan. Aryati mulai kehabisan akal.
Zahra. Gadis itu. Ah, dunianya sudah benar-benar hancur luluh lantah. Entah kenaoa semangat hidupnya telah lenyap. Bisa dibayangkan bagaimana penderitaannya saat tinggal bersama Silvi. Setiap pergi ke sekolah, Zahra selalu telat karena Silvi selalu menyuruhnya melakukan banyak aktivitas rumah. Hartati datang dan mengurus Zahra walau pada akhirnya Zahra memilih kembali ke rumah ayahnya.
Hartati. Siapa yang tidak akan menangis dengan kematiannya. Hartati. Dia... Ah, Zahra tidak bisa menjelaskannya. Hartati sangatlah berharga di hidupnya. Ia tak mau benar-benar kehilangan Hartati. Saat dirinya menyerah, Hartati yang selalu membangkitkan semangatnya. Sekarang ia punya siapa sebagai bundanya?
"Za, bunda tau kalo kepergian Bu Hartati nggak mudah buat kamu. Bahkan untuk kita semua. Tapi, Za. Kamu harus ingat nak. Bu Hartati gak akan suka liat kesayangannya ini terpuruk kayak gini. Kamu udah 3 minggu lho kayak gini. Kamu lebih banyak ngelamun. Allah gak akan suka ini, Za. Kamu bahkan lupa sama Allah. Kalo Allah meridhoi kamu bertemu lagi Bu Hartati di akhirat nanti, Allah akan mempertemukan.
" Nak, dunia ini gak akan berhenti berputar hanya kehilangan satu orang. Waktu gak akan menunggu ketertinggalan kamu, tapi kamu harus mengejar waktu, sayang" Aryati mengusap-usap menantunya yang duduk di sebelahnya.
Air mata Zahra akhirnya mulai mengalir. Entah ke berapa kali dalam hari ini Zahra menangis. Apa yang dikatakan ibu mertuanya benar. Ia terlalu banyak terpuruk karena kepergian Hartati. Bu'denya itu pasti akan marah melihatnya seperti ini. Hartati akan mengomeli Zahra karena banyak menyia-nyiakan waktu. Ah, masih saja terasa berat untuk mengikhlaskan. Entah kenapa Zahra masih saja kesulitan untuk mengikhlaskan sesuatu yang besar di hidupnya. Keikhlasan masih saja jadi PR besar untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Kedua [Dihapus Sebagian]
SpiritualHight Rank~ 1-#islam 1-#spiritual 1-#airmata 1-#allah 1-#cintasegitiga 1-#ikhlas Note: Part tidak lengkap. Empat belas chapter saya unpub termasuk 3 extra chapter. Di unpub bukan karena keperluan penerbitan, tapi karena tahap revisi. Selamat membaca...