ZAHRA masuk ke mobil Alif. Alif ingin mengantarnya ke kafe. Semenjak bicara tentang kejadian yang membuat Zahra syok, Alif ingin mengantar Zahra kemana pun itu selama ia mampu.
Mobil dilajukan oleh Alif membelah jalanan ibu kota.
"Za, kamu siap kan bertemu Azira?" tanya Alif yang membuat Zahra menoleh. Zahra ragu apakah ia bisa bertemu Azira atau tidak.
"Insya Allah, Zahra siap!" ucap Zahra mantap walau tak semantap di hati.
"Masya Allah, terima kasih, Zahra" Zahra mengangguk.
"Iya, Mas Alif"
Mereka akhirnya ada dalam keadaan hening. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.
Zahra fokus melihat pemandangan di luar mobil sedangkan Alif fokus nyetir.
Tak terasa, mereka telah sampai di kafe tempat Zahra bertemu Azira.
"Mas, Za ke dalem dulu, ya. Mas Alif gak usah nunggu Za. Za pulang naik taxi online aja" ucap Zahra kala mobil Alif telah terparkir di parkiran kafe.
"Gak bisa, Za. Saya akan nunggu kamu disini sampai kalian beres ngobrol."
"Ya udah terserah Mas Alif aja. Za pamit. Assalamu'alaikum" Zahra mencium tangan Alif
"Wa'alaikumsalam" Zahra keluar mobil lalu berjalan memasuki kafe.
Zahra mengedarkan pandangan lalu mendapati seorang perempuan berhijab melambai ke arahnya. Pasti Azira.
Zahra mendekati perempuan itu.
"Assalamu'alaikum" ucap Zahra
"Wa'alaikumsalam. Kamu Zahra?" ucap perempuan 24 tahun itu
"Iya, mbak. Mbak itu Mbak Azira, ya?" tebak Zahra yang diangguki perempuan itu.
"Silahkan duduk, Za" Zahra pun duduk menghadap perempuan yang tersenyum kecil itu.
Gak salah kalo Mas Alif mencintai kamu, mbak. Kamu dewasa, cantik, murah senyum, kamu punya kriteria istri idaman, mbak, bisik Zahra dalam hati.
"Kamu mau pesan apa?" Azira membuyarkan lamunan Zahra
"Ah, iya mbak?" tanya Zahra. Azira tersenyun tipis.
"Kamu mau pesen apa?"
"Matcha latte, mbak" ucap Zahra
"Mas!" Azira memanggil pelayan. Datanglah pelayan laki-laki.
"Mau pesan apa, mbak?" tanya pelayan itu.
"Saya pesan satu choco milk dan satu matcha latte" pelayan itu menulis pesanan Azira lalu pamit.
"Za, kamu masih kuliah, ya?" ucap Azira basa-basi.
"Iya, mbak. Semester 6" ucap Zahra dengan senyum tipis.
"Za" nada bicara Azira mulai serius. Ia ingin tau perasaan Zahra sebenarnya.
"Iya, mbak?" tanya Zahra
"Mbak punya satu keyakinan bahwa perempuan hakikatnya tidak ingin di madu"
Deg!
Ya Allah, kenapa aku ada di situasi seperti ini?, batin Zahra.
"Mbak yakin kamu mencintai Mas Alif dan kamu gak mau di madu, iya kan, Za?" ucap Azira sambil menatap Zahra, nanar.
"Mbak, sesungguhnya Za cuma ingin membagi cinta Mas Alif dengan Mbak Azira. Jangan membohongi diri, mbak. Za tau mbak masih mencintai Mas Alif.
" Lagian Za akan mencoba ikhlas dan sabar layaknya Siti Sarah." ucap Zahra dengan senyum kecil.
"Za, apa alasan kamu ingin saya menikah dengan Mas Alif?"
"Za punya beberapa alasan. Yang pertama, Za denger dari Mas Alif kalo ayah Mbak Azira ingin mbak menikah dengan Mas Alif.
" Kedua, Za gak mau karena Za kalian tersiksa karena cinta dan komitmen kalian. Kalian akan menanggung luka. Yang ketiga, ini soal perasaan Za, mbak.
"Za mohon menikahlah dengan Mas Alif. Jika bukan untuk Za atau pun Mas Alif, maka menikahlah demi ayah mbak. Za mohon" mata Zahra menyiratkan kesungguhan.
Zahra lagi-lagi berusaha kuat. Dalam hatinya ia tidak sekuat itu. Zahra merasa ia munafik.
"Za mohon sama Mbak Azira. Za yakin kita bisa berbagi" Zahra menggenggam tangan Azira kuat. Azira menghembuskan napas berat.
"Saya mau"
Deg!
🌼
Assalamu'alaikum
Di cukupkan segini dulu, ya. Nanti update lebih panjang kok. Siapin tissu, guys😅.
Voment?
Tania Ridabani.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Kedua [Dihapus Sebagian]
EspiritualHight Rank~ 1-#islam 1-#spiritual 1-#airmata 1-#allah 1-#cintasegitiga 1-#ikhlas Note: Part tidak lengkap. Empat belas chapter saya unpub termasuk 3 extra chapter. Di unpub bukan karena keperluan penerbitan, tapi karena tahap revisi. Selamat membaca...