Chapter 24🌼

22.9K 1K 8
                                    

         SELEPAS shalat subuh, Azira dan Alif langsung meluncur menuju rumah Alif. Alif fokus ke jalanan di depannya sedangkan Azira fokus melihat ke luar jendela.

Tak pernah terbesit sekalipun di benak Azira dia akan menjadi istri kedua, menjadi perempuan yang harus membagi cinta, perempuan yang harus rela suaminya tak seutuhnya milik dirinya.

Sejak berkomitmen dengan Azira tahun lalu, Alif selalu menjaga hatinya agar tetap setia pada Azira. Tapi, takdir berkehendak lain. Alif diminta menikahi Zahra. Karena rasa kasihan dengan nasib Zahra yang mengenaskan, akhirnya Alif mengorbankan diri untuk menikahi Zahra.

Kini, Alif bersyukur bisa menikah dengan Azira. Begitu pun Azira. Mereka hanya belum tau betapa sulitnya pernikahan seperti ini. Mereka harus banyak bersabar.

"Mas, kita beli sarapan dulu yuk!" ucap Azira pada Alif

"Sarapan apa?" sahut Alif. Mereka memang belum sarapan.

"Mm" Azira tampak berpikir lantas menoleh sekilas pada Alif. "Bagaimana kalo bubur ayam aja? Enak kan mas kalo pagi-pagi begini makan bubur ayam"

"Boleh juga tuh" Alif tak berpikir apakah Zahra memasak di rumah atau tidak.

Akhirnya Alif menepikan mobil di tukang bubur. Alif dan Azira turun untuk membeli bubur.

"Mas, buburnya tiga" ucap Azira pada tukang bubur.

"Buburnya komplit?" Azira menengok ke arah Alif untuk mempertanyakan hal yang sama pada Alif.

"Mm, kalo mas mah gak pake seledri" ucap Alif yang mengerti tatapan Azira.

"Kalo Zahra?"

Deg!

Zahra?, tanya Alif dalam hati

Sejauh Alif menikah dengan Zahra, ia tidak mengetahui banyak tentang Zahra. Ia merasa tidak cukup waktu untuk mengetahui apa saja yang disukai gadis itu.

"Mas" Azira membuyarkan lamunan Alif. Akhirnya Alif kembalo fokus.

"Ada apa, Zira?" tanya Alif.

"Mas, bubur buat Zahra komplit atau gimana?"

"Ah, komplit aja deh" sahut Alif yang membuat alis Azira terangkat sebelah

"Deh? Kok deh? Mas gak tau apa-apa soal Zahra?"

"Buburnya konplit, zawjaty" ucap Alif dengan penekanan lembut

"Hm, baiklah" Azira mengalihkan pandangan pada tukang bubur. "Bubur tiga. Yang satu gak pake seledri, yang satu gak pake bawang goreng, dan satu lagi komplit"

"Siap" tukang bubur pun segera membuatkan pesanan Azira sedangkan Alif dan Azira duduk di bangku yang disediakan.

"Zawjaty, kita bulan madunya kemana?" tanya Alif yang berniat mengusili istrinya tercinta.

Wajah Azira merona. "Mas jangan bercanda deh"

"Gak papa kalo kamu mau ayo aja. Prancis, Italia, Inggris, Amerika, Jepang, Korea. Mau yang mana?"

"Mm, emang bakalan berangkat gitu?" Azira tersenyum curiga

"Nggak" polos Alif. Mereka berdua tertawa bersama.

Tukang bubyr memberikan tiga bungkus bubur. Alif membayarnya. Setelah itu, mereka berdua memasuki mobil dan mobil dilajukan menuju rumah Alif.

Setelah beberapa menit berkendara di jalan yang lengang karena masih pagi, mereka sampai di rumah Alif.

Gerbang dibuka oleh Iryo yaitu satpam rumah. Alif dan Azira keluar mobil. Koper Azira di bagasi dibawa Alif.

"Pagi, Pak Iryo" sapa ramah Alif pada Iryo sebelum masuk rumah.

"Pagi, tuan. Tuan Alif, say—" ucap Iryo terpotong Alif.

"Saya masuk rumah dulu ya, pak." ucap Alif

Alif dan Azira berjalan masuk rumah. Ternyata tidak dikunci.

"Assalamu'alaikum" salam mereka berdua.

Hening. Tak ada jawaban.

"Mas, Za ada di rumah kan?" ucap Azira. Ia tak melihay satu orang pun di dalam rumah. Sepi.

"Gak tau. Mas cek dulu di dapur ya" Azira mengangguk sedangkan Alif mengecek Zahra di dapur.

Ternyata nihil. Zahra tak ada di dapur. Biasanya di jam seperti ini Zahra akan berkutat di dapur. Tidak mungkin bukan Zahra berangkat ke kampus di jam seperti ini?

Alif kembali pada Azira.

"Bagaimana, mas? Zahra ketemu?" tanya Azira yang dibalas gelengan Alif.

"Kayaknya Zahra ada di kamar" ucap Alif berpendapat. "Kamu mau kamar lantai satu atau dua?"

"Lantai satu aja deh mas. Zira males kalo harus naik turun tangga"

"Ya udah, mas anter kamu ke kamar kamu, ya" Alif berjalan mendahului Azira sedangkan Azira mengekor di belakang. Alif mengantar Azira ke sebuah kamar dekat ruang keluarga.

Bukan apa-apa Azira memilih kamar lantai satu, ia tau bahwa kamar Alif dan Zahra ada di lantai dua. Azira sempat bertanya pada Alif saat kemarin malam di kamarnya.

"Mas mau ke kamar Zahra dulu. Kamu beresin aja dulu barang-barang kamu" Azira mengangguk paham dengan perkataan Alif. "Nanti kita sarapan bareng, ya"

Alif keluar kamar Azira menuju kamarnya dan Zahra di lantai dua. Mendadak dirinya merasa tidak tenang.

"Zahra?" Alif membuka pintu kamar. Ia menyapu pandangan ke setiap sudut kamar.

"Zahra? Kamu dimana?"

Alif memasuki kamar lalu mencari-cari keberadaan Zahra. Ia hanya menemukan sejadah tergelar mengarah ke kiblat.

"Za, kamu dimana?" ucap Alif mulai panik.

Alif keluar kamar menuju pos satpam. Ia akan bertanya pada Iryo.

"Pak Iryo" panggil Alif sambil berjalan gusar mendekati Iryo. Iryo yang tengah duduk di pos satpam langsung berdiri kala melihat Alif mendekat padanya.

"Ada apa, tuan?" tanya Iryo saat Alif ada di hadapannya.

"Kira-kira Zahra kemana ya, pak?" tanya Alif dengan wajah gusar

"Tadi sekitar pulang jam setengah limaan, Bu Aryati kemari, tuan"

"Bunda?" Alif mengernyit bingung kala mendengar bundanya kemari

"Iya. Beliau mau ketemu Non Zahra. Setelah masuk, terdengar suara Bu Aryati minta tolong. Nona Zahra pingsan dengan beberapa luka di wajahnya. Akhirnya Non Zahra dibawa ke rumah sakit"

Deg!

🌼

Assalamu'alaikum

Gimana chapter ini? Gimana tanggapan kalian dengan tokoh Alif, Zahra, dan Azira?

VOMENT!

Tania Ridabani.

Wanita Kedua [Dihapus Sebagian]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang